Keesokan harinya, Gitta dan Xander menemui informan yang dimaksud oleh Royce. Motor Gitta yang dikendarai oleh Xander berhenti di depan sebuah bengkel. Gitta turun dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
Xander merangkul Gitta. "Ayo, masuk."
Di dalam bengkel ada beberapa pria kekar yang menatap sinis pada mereka. Gitta balik menatap sinis pada pria-pria itu, tapi Xander menarik dagu Gitta agar menoleh padanya. Pria itu tersenyum sambil menggeleng.
Mereka mencari pria bermata satu seperti yang dikatakan Royce.
Ada pria berkulit hitam yang sedang memperbaiki sebuah mobil. Xander dan Gitta menghampirinya.
"Permisi, apa kau menjual Lamborghini Aventador SVJ Verde Scandal? Kami mau berbulan madu," kata Xander dengan polosnya.
Gitta membeku sesaat kemudian tersenyum kaku. "Iya."
Pria negro itu menoleh. Sebelah matanya ditutupi perban. Ya, pria itulah yang mereka cari. Pria itu kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Halo, di Jakarta ada Monas," kata Xander dengan bahasa Indonesia.
Pria itu terkejut kemudian menoleh. "Hai, di rumahku ada Candi Borobudur."
Mereka bertemu dengan orang yang benar.
Pria itu menyuruh anak buahnya keluar, "Kalian, keluar dulu."
Pria-pria berbadan kekar itu pun keluar. Xander dan Gitta dipersilakan untuk duduk berhadapan dengannya.
"Namaku Marco. Rudiawan bilang, dalam waktu 2 minggu akan ada sepasang ARN datang padaku untuk misi, kalian bisa menanyakan apa pun," kata pria itu.
"Kau tahu Vionna Waverlyn?" Tanya Gitta.
"Ya, hampir semua orang di sini mengenal dia. Calon penguasa geng api itu sangat berbahaya. Beberapa bulan lalu dia menangkap dua orang ARN dan membunuh salah satunya dengan cara dilindas truk. Lalu dia merekrut yang satunya menjadi bodyguard karena dia perempuan," jawab Marco.
"Dua orang itu pasti Rizwan dan Gloria." Gitta tampak sedih.
"Beberapa minggu lalu ada dua orang ARN yang menyerang. Salah satunya berhasil lolos dan yang satunya lagi dibawa ke rumah sakit di luar kota untuk mengeluarkan peluru dari tubuhnya."
Deg!
Gitta menelan saliva. "Devan."
Xander menoleh pada Gitta. Dia mengusap rambut gadis itu.
"Kudengar beberapa hari yang lalu Vionna kembali dengan ARN tersebut. Kemungkinan besar dia dijadikan anggotanya," sambung Marco.
"Devan pasti mengaktifkan alat pelacak di cincin tunangan kami agar aku bisa mendapatkan lokasinya. Dia membutuhkan kita," gumam Gitta.
Marco menyanggah ucapan Gitta. "Bisa jadi itu jebakan. Pria itu bisa saja berpihak pada Vionna sekarang atau mungkin dia menjadi mata-mata ganda."
"Dia pasti di pihak kita. Aku yakin dia di pihak kita. Aku mengenalnya dengan baik," bantah Gitta.
"Jika temanmu itu mengambil resiko, maka dia akan berakhir sama seperti pria yang dilindas truk," kata Marco.
Gitta terdiam.
"Kalian masih muda dan mau mengambil misi yang sangat berbahaya ini. Lawan kalian adalah gangster. Mataku tertancap belati saat berkelahi dengan geng petir di Korea Selatan. Saat itu juga aku berhenti menerima misi. Sekarang aku menjadi informan bagi agen yang membutuhkan informasi dariku," kata Marco.
Gitta menunduk. "Aku tidak peduli meskipun mati di usia muda. Tidak akan ada yang mencariku setelah aku mati nantinya."
Xander menatap Gitta yang terlihat serius.
"Keluarga besarku dianggap monster mengerikan oleh masyarakat. Aku akan mengubah stigma tersebut dengan pekerjaan ini," kata Gitta.
"Kau cukup tangguh dan berani, Nak," ucap Marco.
Tiba-tiba Royce berbicara, "Gitta, Xander, kalian dengar aku?"
Xander dan Gitta menekan alat komunikasi di telinga mereka.
"AKPT membantu kita memeriksa senapan bom yang kemarin kalian kirimkan. Senapan bom itu sangat berbahaya. Dia akan meledak dalam 10 detik. Setelah menyentuh objek. Aku hanya ingin bilang, kalian harus hati-hati. Misi ini benar-benar sangat berbahaya," kata Royce di seberang sana.
"Baik, terima kasih infonya, Royce."
Xander dan Gitta berterima kasih atas informasi yang diberikan oleh Marco. Mereka pun pergi dari tempat tersebut menuju ke persembunyian.
Gitta melihat tabletnya. Titik merah Vionna dan titik merah Devan selalu dalam satu lokasi. Kemungkinan mereka berada dalam satu ruangan.
"Devan dan Vionna tidak pernah berhenti di satu lokasi. Kalau begini terus, kita tidak akan tahu di mana markasnya," ucap Gitta.
"Kita tidak memerlukan markasnya. Kita butuh Vionna, maka semuanya selesai. Kita akan menangkapnya di aula, bukan di markasnya," kata Xander.
Gitta mengangguk. "Aku pergi, jaga motorku."
"Aku akan mengantarmu," kata Xander.
"Tidak perlu." Gitta memakai wig dan kacamatanya. "Orang-orang di rumah Sarah akan curiga jika kita bersama-sama."
"Kita tim," sanggah Xander.
"Iya, tapi kita tidak bisa bersama-sama sebelum rencana A milikmu dan rencana B milikku selesai," kata Gitta.
Xander menganggukkan kepalanya. "Baiklah, hati-hati di jalan."
🌹🌹🌹
14.58 | 13 Maret 2021
By Ucu Irna Marhamah
KAMU SEDANG MEMBACA
H-12 : CATCH
AçãoDevan dan Gitta diperintahkan ARN untuk menangkap penjahat internasional yang berkewarganegaraan Indonesia di New York, yaitu seorang gangster yang terkenal berbahaya. Mereka terjebak dalam situasi yang sulit. Di mana Devan mengorbankan dirinya unt...