Terlihat seorang anak kecil perempuan sedang serius menuliskan pelajaran dari papan tulis ke bukunya. Dia adalah Gitta yang masih kecil.
Seseorang melempari kepalanya dengan kertas. Gadis itu menoleh, dua orang anak perempuan yang sudah melemparinya tertawa kecil melihat ekspresi Gitta.
Sepulang sekolah, Gitta berjalan sendirian. Dia melihat para orang tua menjemput anak mereka. Gitta hanya menunduk sembari berjalan. Tanpa sengaja, dia menabrak seorang anak yang lebih tua darinya.
"Hei, bodoh! Kau tidak lihat, ya? Apa fungsi matamu yang bulat itu, huh?!" Dia mendorong Gitta hingga jatuh.
"Maafkan aku." Gitta menunduk.
Gadis yang ditabrak Gitta tersenyum angkuh. "Katakan lebih keras."
"Maafkan aku."
Beberapa anak datang menghampiri. Mereka mengelilinginya.
"Dia anak keluarga San yang kaya itu, kan? Tapi, dia tidak terlihat kaya."
"Dia tidak seperti keluarga San."
"Keluarga San apanya. Dia lemah. Keluarga San memang mengerikan seperti monster."
Mereka mencakar dan menjambak Gitta. Gadis kecil itu menangis kesakitan.
"Hei, bangsat kalian!" Seorang gadis berseragam SMP datang menghampiri anak-anak itu.
"Kenapa kalian mengganggunya?! Kalian hanya berani pada anak kecil?" Gadis berseragam SMP itu menjewer dan menjitak mereka semua.
"Minta maaf padanya!" Bentaknya.
"Tidak mau, kami tidak mau meminta maaf pada anak San."
Gadis berseragam SMP terkejut mendengarnya. Dia menoleh pada Gitta yang terus menunduk.
"Hei, Bangsat! Kau pikir keluarga San itu apa? Mereka juga manusia yang punya hati. Cepat minta maaf padanya atau aku akan melaporkanmu pada polisi," ancam gadis berseragam SMP itu.
Karena takut, mereka pun minta maaf pada Gitta kemudian berhamburan lari. Gadis berseragam SMP itu mengulurkan tangannya.
Gitta menerima uluran tangannya. Mereka pun berjalan ke arah yang sama.
"Lain kali kalau kau diejek atau di pukul seperti itu, kau harus melawan. Mereka tidak ada apa-apanya," kata gadis berseragam SMP.
Gitta menunduk. "Aku takut. Mereka sangat membenciku."
"Mereka membencimu? Memangnya kau menyukai mereka? Dek, kita hidup untuk diri kita sendiri. Kalau mereka tidak suka, terserah. Tapi, mereka tidak berhak mengatur hidup kita," kata gadis berseragam SMP.
Langkah Gitta terhenti di depan rumah sederhana di kompleks keluarga San. "Aku sudah sampai."
Gadis berseragam SMP memperhatikan rumah itu dengan ekspresi bingung. "Oh, ya, siapa namamu?"
"Brigitta Alyora," jawab Gitta.
"Namaku Yerisca Zega." Gadis berseragam SMP yang bernama Zega itu mengulurkan tangannya.
Mereka bersalaman.
Tiba-tiba terdengar suara keributan dari dalam rumah Gitta. Zega dan Gitta yang berada di luar rumah tersentak kaget.
Gitta terlonjak bangun dari tidurnya. Dia hanya bermimpi. Kenangan masa kecilnya yang dia mimpikan barusan. Gadis itu beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil segelas air lalu menegaknya sampai tandas.
Gitta menyalakan tabletnya. Gadis itu melihat titik merah itu sekarang berada di Kota New York. Gitta yakin cincinnya masih terpasang di jari manis Devan. Dan pergerakan titik merah itu tak lain disebabkan oleh Devan sendiri yang berpindah tempat.
Tiba-tiba ada titik merah baru yang muncul. Gitta terbelalak. Itu adalah alat pelacak milik Gloria. Gadis itu segera meraih jaketnya sambil menyalakan alat komunikasi agar terhubung dengan Royce.
Di kantor, Royce sedang mempelajari informasi penting mengenai Vionna. Tiba-tiba Gitta terhubung dengannya.
"Alat pelacak Gloria terdeteksi, cepat kunci targetnya. Aku akan mengejar," kata Gitta.
"Baik, kita lakukan bersama." Royce membuka lokasi Gitta. "Dia ke arah timur! Jaraknya hanya 700 meter dari tempatmu berada."
Dia pergi naik taksi menuju ke tempat persembunyian di mana motor sport hitam miliknya berada.
Gadis itu melepaskan wig dan kacamatanya lalu memakai helm. Dengan motornya, dia segera menyusul titik merah milik Gloria yang jaraknya lumayan dekat dengan titik hijau yang merupakan dirinya.
"Jaraknya 680 meter sekarang," kata Royce.
"Apa ada jalur lain?" Tanya Gitta.
"Sebelah kirimu ada jalan bebas macet. Motormu bisa lewat sana," jawab Royce.
Gitta belok kiri. Dia melihat titik hijau dan titik merah Gloria berpapasan di jalan yang bersebrangan.
"Dia berada 300 meter darimu!"
"Sekarang 100 meter."
"Sudah 40 meter."
Saat itu, Gitta mengedarkan pandangannya. Ada motor sport merah yang pengendaranya seorang wanita cantik dengan pistol di tangannya dan ditodongkan pada Gitta.
"Di samping kananmu!" Royce melihat titik merah dan hijau di layar komputernya bersebelahan.
"Aku melihatnya," gumam Gitta.
Dor!
Wanita itu menembak, untung meleset. Gitta mengeluarkan pistolnya dan menembak ban belakang motor Gloria hingga motornya oleng dan Gloria pun terjatuh.
Gitta menepikan motornya kemudian menghampiri Gloria. Tapi, Gloria segera berdiri dengan langkah pincang.
"Royce! Tandai lokasi motorku. Seseorang harus mengambilnya! Aku akan mengejar Gloria!" Ucap Gitta sambil berlari mengejar Gloria.
"Baik, jangan sampai kau membuka helm, kau masih berada dalam misi," kata Royce.
Gitta berhasil mengejar Gloria. Dia menarik bagian belakang jaket wanita itu. "Kenapa kau menembakku?!"
Gloria mendorong Gitta. "Mundur dari misi ini, Brigitta! Kau akan berada dalam masalah. Kau tidak tahu seberapa berbahayanya Nona Vionna."
"Nona? Kau menjadi mata-mata ganda?" Tanya Gitta.
"Iya, aku harus membunuhmu jika kau tidak segera pergi. Kembalilah ke Indonesia, kau tidak bisa menanganinya," kata Gloria.
"Apa kau bertemu dengan Devan?" Tanya Gitta.
Gloria tidak menjawab. Dia terlihat ragu untuk menjawab.
"Katakan padaku, apa Devan bersama Vionna sekarang? Apa dia masih hidup?" Tanya Gitta yang nyaris menangis.
Tiba-tiba sebuah tembakan melesat ke leher Gloria. Gitta kaget dia terpundur melihat peluru bom di leher Gloria. Tiba-tiba Gloria meledak.
"Arrgghh!!" Gitta terlempar beberapa meter karena ledakkan itu. Dia melihat ke atas gedung. Ada sekelebat bayangan yang pergi. Gitta segera pergi ke gedung tersebut.
🌹🌹🌹
19.58 | 12 Maret 2021
By Ucu Irna Marhamah
![](https://img.wattpad.com/cover/298723732-288-k491475.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
H-12 : CATCH
ActionDevan dan Gitta diperintahkan ARN untuk menangkap penjahat internasional yang berkewarganegaraan Indonesia di New York, yaitu seorang gangster yang terkenal berbahaya. Mereka terjebak dalam situasi yang sulit. Di mana Devan mengorbankan dirinya unt...