H12 - 22 - Plan

13 1 0
                                    

🌹🌹🌹

"Trust in yourself. Your perseptions are ofthen far more accurate than you are willing to believe."

🌹🌹🌹

Rudi mendatangi Danuarga Hospital, untuk melihat keadaan Gitta. Dia melihat ada Xander yang duduk di kursi di depan ruangan tempat Gitta dirawat.

"Kau di sini?" Rudi duduk di samping pria itu.

"Iya, Pak."

"Bagaimana kondisi Gitta?" Tanya Rudi.

"Operasinya berjalan lancar. Keadaannya membaik, tapi dia masih koma. Dokter memprediksi dia akan siuman sore ini," jawab Xander.

"Apa aku bisa melihatnya?" Tanya Rudi.

Xander membawa Rudi masuk. Kedua pria itu melihat Gitta yang terbaring lemah di ranjang. Lengan kanan dan bahunya dibalut perban.

Xander menatap Gitta dengan tatapan sedih. "Bahu dan lengannya mengalami luka bakar yang cukup serius. Tadinya aku ingin dia dirawat tempat khusus di Korea Selatan, tapi aku tidak mungkin melakukannya tanpa seizinnya."

Rudi menepuk bahu Xander. "Kau sangat memperhatikannya, aku lega sekarang. Dia bukan gadis yang mudah dekat dengan siapa pun. Aku harap kau bisa menggantikan Devan untuknya."

"Devan tetap cinta pertama baginya. Aku tidak akan memaksakan diri," ujar Xander.

Rudi tersenyum mendengar jawaban Xander. "Oh, ya, bagaimana dengan anjingnya? Bukankah Gitta memiliki seekor anjing?"

Xander terlihat sedih. Melihat raut wajah Xander, Rudi mengerti.

"Pengebom rumah Gitta sedang dicari oleh tim AKPT," kata Rudi mengalihkan pembicaraan.

"Benarkah? Mereka pasti akan segera menemukan pelakunya," ucap Xander.

"Sekarang aku hanya berharap informasi penting dari Devan," ujar Rudi.

"Devan?"

"Iya, Devan sudah berhasil mengembalikan data kita yang dicuri oleh hacker Vionna. Dia berada di pihak kita... sepertinya." Rudi tampak ragu.

Xander tampak berpikir.

"Seharusnya Vionna bisa lebih mudah ditangkap, karena mereka berada di sini," kata Rudi lagi.

"Di sini? Di Indonesia?"

Rudi mengangguk. "Awalnya misi ini akan diambil alih oleh kepolisian, tapi kepolisian sedang menyelidiki pembunuhan berantai yang cukup mengkhawatirkan belakangan ini. Jadi, pemerintah menyuruh kita tetap menyelesaikan misi ini."

Xander mengerti. "Mungkin karena kita yang sudah biasa mengurus kejahatan di dunia gelap."

"Kau benar."

Rudi kembali ke markas besar dan melihat para anggota di ruang komando sedang sibuk.

"Pak." Royce menghampiri Rudi.

Rudi menghela napas berat. "Pemerintah pusat memerintahkan penangkapan terhadap Vionna sesegera mungkin, karena wanita itu sedang berada di sini. Kita tidak boleh menyianyiakan waktu."

Royce mencerna ucapan Rudi. "Apa kita akan meneruskan misi ini secepatnya?"

Rudi mengangguk. "Tentu saja, aku sedang memikirkan strategi."

Royce tampak berpikir. "Apa saya boleh meminta satu hal?"

"Apa itu?" Tanya Rudi.

"Saya ingin turun ke lapangan dengan anggota baru yang Anda bentuk," kata Royce.

Rudi menatap Royce. "Kau serius?"

"Iya, Pak." Royce mengangguk mantap.

"Akan aku pertimbangan," kata Rudi.

Royce tersenyum semangat.

Sementara itu, Vionna sedang melakukan pertemuan dengan para gengster di salah satu kota di Indonesia. Devan ikut bersamanya.

"Kau tahu 5 keluarga terkaya di Indonesia?" Tanya Vionna.

Devan tampak berpikir. "Danuarga, Adiwijaya, Mahali, San, Hardiswara."

"Pacarmu putri dari keluarga San, kan? Bersiaplah, dia pasti akan kembali untuk membalas dendam padaku dengan atau tanpa rekan. Dia bisa menggunakan bodyguard keluarga San untuk membunuhku, karena kudengar dia masih hidup," kata Vionna.

Devan tahu itu.

"Kenapa dia tidak bisa mati? Apa dia terbuat dari besi? Dia tangguh sekali," gerutu Vionna.

Kembali ke markas kebesaran atau kantor utama ARN. Royce sudah kembali ke komputernya. Dia melihat perpindahan lokasi titik merah milik Devan.

"Jalang itu pasti sedang melakukan pertemuan dengan geng lain. Jika dia sendirian di sini, dia bisa apa memangnya? Tentu dia membutuhkan geng lain untuk menolongnya," gumam Royce.

Tiba-tiba ada file masuk. Royce mengernyit. Dia membuka isinya. Gadis itu terbelalak dan membeku untuk beberapa saat.

"Pak Rudi." Royce beranjak dari kursinya mencari Rudi di ruangannya.

Rudi menoleh ke pintu yang setengah terbuka. Ada Royce di sana dengan ekspresi panik.

"Pak, Devan...."

Rudi dan Royce kembali ke ruang komputer. Mereka melihat ke layar. Ternyata Devan mengirimkan informasi-informasi penting yang selama ini dia kumpulkan.

"Penjualan senjata ilegal, narkoba, organ tubuh manusia, Devan mengirimkan semuanya," kata Royce.

"Ini cukup untuk meyakinkan pemerintah, apakah kita harus menangkapnya dalam keadaan hidup atau kita tembak mati di tempat," ucap Rudi.

Tiba-tiba alat komunikasi Royce terhubung dengan Devan. "Devan?"

Rudi dan Royce saling pandang.

"Bisakah aku mengetahui di mana Gitta dirawat? Aku ingin melihat keadaannya," kata Devan dari seberang sana.

Royce menoleh pada Rudi meminta jawaban. Pria itu menggelengkan kepalanya.

"Maaf, tidak bisa." Royce terlihat sedih.

"Kenapa? Aku sudah memberikan semua informasi yang ARN butuhkan. Aku ingin melihat Gitta, aku merindukannya," gertak Devan.

"Maaf, Devan. Kau sekarang berada dalam kendali Vionna. Kami tidak ingin kau datang ke tempat Gitta kemudian Vionna membuntutimu," ucap Royce.

Di seberang sana, Devan ingin sekali mengumpat. "Apa kau Royce? Kau tetangganya Gitta, kan? Kau bekerja untuk ARN?"

Royce tidak segera menjawab. Kemudian dia berkata, "Demi keselamatanmu juga, jangan pernah berpikir untuk pergi ke tempat Gitta. Vionna akan membunuhmu jika itu terjadi."

Devan terdiam. Ucapan Royce ada benarnya. Dia menghela napas berat. "Baiklah, tapi bisakah kalian memfoto Gitta dan mengirimkannya padaku?"

Royce memiliki foto Gitta saat terakhir kali dia mengunjungi gadis itu. Dia pun mengirimkannya pada Devan.

Devan merasa sedih melihat kondisi Gitta yang sebagian besar tubuhnya di balut perban. "Maafkan aku, Sayang."

🌹🌹🌹

17.59 | 14 Maret 2021
By Ucu Irna Marhamah

H-12 : CATCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang