Gitta membopong Xander ke tempat persembunyian. Gadis itu merobek baju Xander. Ada peluru yang bersarang di dada dan pinggangnya. Gadis itu menangis panik. Dia segera mengambil pisau bedah dan pencapit.
"Maafkan aku, maafkan aku," tangis Gitta.
Xander yang terbaring mengusap pipi Gitta. "Kau begitu mencintai Devan, sehingga kau meminta maaf atas kesalahannya yang sudah menembakku?"
Gitta menggeleng sambil menangis. "Bukan begitu, aku tidak bisa menjagamu. Seharusnya kita saling menjaga."
Xander tersenyum melihat wajah Gitta yang begitu imut saat menangis. Ekspresi Xander berubah kesakitan saat Gitta berhasil mengeluarkan pelurunya.
Gitta beralih ke pinggang Xander. Dia lebih cepat mengeluarkan peluru di pinggang Xander.
"Maafkan aku, aku tidak berhasil membantumu membawa Devan kembali," ucap Xander penuh penyesalan.
Gitta yang memakaikan perban ke luka tembakan di tubuh Xander. "Dia tidak bisa kembali, biarkan saja. Kita sudah gagal menjalani misi gara-gara dia. Jika saja dia tidak muncul tiba-tiba seperti hantu, kita pasti sudah menangkap wanita itu."
Xander meringis pelan. Gitta berhenti sesaat. "Maaf."
Kemudian gadis itu melanjutkan memasang perban.
Dengan susah payah, akhirnya ARN berhasil membawa pulang Xander dan Gitta. Keduanya dinonaktifkan selama 2 bulan.
Xander dirawat di rumah sakit, karena mengalami luka yang cukup serius. Gitta dan Xander tidak boleh bertemu, karena mereka sedang dalam masa penonaktifan.
Sesampainya di rumah, Gitta menembaki foto Devan di ruang ketenangan. "Kesalahan terbesarku adalah mencintaimu dengan tulus, Devansa Hermawan."
Xander berdiri di depan jendela menatap jalanan Jakarta yang macet. Dia menghela napas berat.
Dua minggu kemudian, Gitta pergi ke pemakaman ibu dan kakeknya di pemakanan keluarga San. Gadis itu meletakkan bunga di kedua makan tersebut. Dia melihat seorang pria yang dia kenali juga berada di sana. Pria itu berdiri sambil menatap batu nisan di depannya. Tampaknya dia sedang berdo'a.
Gitta menghampiri pria itu. "Xander?"
Pria yang tidak lain adalah Xander itu menoleh. "Gitta?"
Xander dan Gitta memilih untuk berbicara di cafe terdekat. Sekalian reuni.
"Aku tidak tahu kau seorang pria San," kata Gitta.
Xander tersenyum. "Kau tidak bertanya atau mencaritahunya sendiri?"
"Itu...." Gitta tidak tahu harus menjawab apa.
"Nama lengkapku Alexander Aerglos San Geraldo. Mungkin kau mengenal keluarga San Geraldo," ucap Xander.
Gitta tampak berpikir. "Pantas saja nama belakangmu kedengarannya familiar. Aku rasa aku sering mendengarnya."
"Tentu saja, keluarga San Reino memiliki hubungan dekat dengan keluarga San Geraldo," ucap Xander.
"Benarkah? Aku tidak tahu itu," kata Gitta.
"Karena kau tidak pernah melihatku mengunjungi mansion San Reino. Aku tidak pernah melihatmu di sana. Kau tinggal di mana?" Jawab Devan diakhiri pertanyaan.
"Aku tinggal di rumah sederhana di dekat rumah Royce," jawab Gitta.
"Waktu itu kau pernah bertanya, apakah aku benar-benar orang Indonesia atau bukan. Aku memang orang Indonesia dan berkewarganegaraan Indonesia. Tapi, wajahku lebih mirip ibuku yang notabene merupakan orang Inggris," jelas Xander.
"Oohh." Gitta baru paham. "Apa tidak apa-apa kita membicarakan ini?"
"Apakah berkenalan itu melanggar hukum?" Xander menjawab dengan pertanyaan.
Gitta berbisik, "Kode etik kita...."
"Kita sedang dinonaktifkan," bisik Xander.
Mereka menikmati kopi sore hari itu.
"Aku senang kita pernah menjadi rekan satu tim. Semoga lain kali kita bisa bertemu lagi lalu setelah selesai misi, kita minum kopi di cafe seperti ini," ujar Xander.
Gitta tersenyum.
Sementara itu di kantor ARN, para anggota di ruang komando tampak kerepotan, karena sistem keamanan mereka diretas. Para ahli IT milik ARN bekerja keras memperbaiki sitem yang rusak dan terkena virus.
Royce menghela napas berat. Dia menghampiri Rudi yang berdiri sambil melipat kedua tangan di depan dada. Tampaknya pria itu merasa khawatir.
"Pak," panggil Royce.
Rudi menghela napas berat. "Aku tidak mengira Devan akan berpaling dari kita dan memihak wanita itu."
Royce tampak berpikir. "Aku rasa tidak seperti itu, Pak. Devan memberikan kita petunjuk beberapa kali dengan memberikan sinyal lewat pelacak miliknya."
Rudi terdiam sesaat. Kemudian dia menyanggah ucapan Royce, "Maksudmu dia sedang mencoba menjadi mata-mata ganda? Dia berada di markas Vionna dan apakah menyerahkan informasi pada kita? Tidak, dia hanya menunjukkan lokasinya, tidak dengan informasi yang kita butuhkan untuk menangkapnya."
Royce sekarang merasa bimbang. "Rizwan tewas, Gloria juga, mungkin Devan sedang memikirkan rencana agar tidak berakhir seperti Rizwan dan Gloria. Bagaimana pun juga dia harus memikirkan risiko terburuk yang bisa saja terjadi padanya, Pak."
Rudi mengangguk. "Semoga dugaanmu benar. Jika dia menunjukkan lokasinya lagi, cepat beri tahu aku."
"Baik, Pak."
Royce menghampiri orang yang memperbaiki sistem komputernya. "Sudah selesai?"
"Sebentar lagi, Nona. Aku akan berusaha mengembalikan data yang dicuri. Peretasnya sungguh ahli. Mereka mencuri data dari sini dan mencoba menghapusnya. Jika saja virusnya tidak segera dibersihkan, datanya tidak akan pulih kembali," kata pria itu.
"Ah, wanita jalang itu." Royce tampak kesal.
"Ini susah sekali."
Royce menepuk bahu pria itu. "Aku berharap banyak padamu. Misi kita sangat penting dan berbahaya."
"Aku akan berusaha. Siapa namamu?" Tanya pria itu.
"Aku? Namaku Roycelyn. Siapa namamu?" Royce balik bertanya. Kedua pipi gadis itu memerah.
"Namaku Rafabian."
Di rumah, Gitta sedang memberikan makan pada Biggy. Anjing lucu itu segera memakannya. Gitta mengusap kepala Biggy.
"Mulai sekarang, aku akan menghabiskan waktu lebih banyak bersamamu. Aku dinonaktifkan cukup lama," ucap Gitta.
Tiba-tiba rumah tersebut meledak. Beberapa orang yang melewati rumah tersebut berteriak panik mereka segera menghubungi polisi, pemadam kebakaran, dan ambulans.
"Biggy...."
Gitta yang setengah sadar dengan luka bakar di tubuhnya segera dilarikan ke rumah sakit. Gadis itu setengah sadar saat dirinya di suntik bius dan berikan penanganan oleh dokter.
Mendengar kabar buruk tentang ledakkan rumah Gitta dari keluarganya, Royce segera memberitahu Rudi dan Xander.
Royce mengganti pakaiannya lalu pergi ke Danuarga Hospital. Di sana ada ibu dan adiknya.
"Ibu, bagaimana keadaan Gitta?" Tanya Royce.
Ibunya Royce tampak sedih dan khawatir. "Dokter sedang menanganinya. Siang ini tiba-tiba rumahnya meledak."
Royce membatin, jangan-jangan... Vionna....
Xander telah tiba di Danuarga Hospital dengan pakaian rumahan. "Royco, bagaimana keadaan Gitta?"
Royce menunjuk ruangan tempat Gitta berada. Xander menatap ruangan itu.
🌹🌹🌹
07.50 | 13 Maret 2021
By Ucu Irna Marhamah
KAMU SEDANG MEMBACA
H-12 : CATCH
ActionDevan dan Gitta diperintahkan ARN untuk menangkap penjahat internasional yang berkewarganegaraan Indonesia di New York, yaitu seorang gangster yang terkenal berbahaya. Mereka terjebak dalam situasi yang sulit. Di mana Devan mengorbankan dirinya unt...