H12 - 28

16 2 0
                                    

"Mati kalian!" Vionna menekan tombol yang sedari tadi dia pegang.

Tiba-tiba ruangan Vionna meledak.

Rizal, Royce, dan Marco yang berada di luar ruangan terpental beberapa meter karena ledakkan tersebut.

"Apa mereka berhasil menangkap Vionna? Atau ledakkan ini... Vionna yang melakukannya?" Gumam Rizal yang memegangi dadanya sambil meringis.

Pria itu berdiri dan melihat para bodyguard Vionna yang tadi berdiri di dekat pintu untuk melindungi nona mereka menghilang. Sebelumnya ada banyak bodyguard di sekitar air mancur di dalam ruangan tersebut.

"Mereka pasti tewas karena ledakkan itu. Tubuhnya berhamburan dan habis terbakar api ledakkan," gumam Rizal.

Sambil berjalan sempoyongan, Rizal menghampiri Marco dan Royce. Dia membantu kedua orang itu berjalan dan bersembunyi di tempat yang aman.

"Ledakkan kedua bisa saja terjadi dan...."

Bruaaggsshhhhh!

Belum sempat Rizal menyelesaikan kata-katanya, ledakkan kedua terjadi. Beruntung ketiga orang itu sudah berada di tempat yang aman.

Sementara itu, Vionna menarik Devan dan keluar dari reruntuhan. Mereka berdua tidak mendapatkan luka yang serius. Hanya luka goresan di wajah dan kaki.

"Ayo, kita pergi. Mereka sudah mati." Vionna menatap Devan yang tidak kunjung beralih dari tempatnya berdiri.

"Cepatlah, Devansa!" Vionna menarik lengan Devan.

Wanita itu terkejut melihat dua bayangan yang keluar dari api. Ya, kedua orang itu adalah Xander dan Gitta.

"Bagaimana bisa kalian tidak mati karena ledakkan itu?" Gumam Vionna.

"Bagaimana bisa kami mati dalam kobaran api? Api tidak akan membunuh kami, karena kami adalah keluarga San di mana matahari juga dikelilingi api. Kami tidak akan mati semudah itu," ucap Xander.

Vionna mendecih.

Devan menatap Vionna. "Semua ini sudah berakhir Vionna. Aku akan membawamu ke pihak berwajib."

Vionna menatap Devan. "Aku tahu kau akan mengkhianatiku. Aku sudah tahu sejak kau mempertahankan cincin tunanganmu. Aku tahu ada alat pelacak di cincin tersebut."

Xander menatap Gitta yang tampak serius mendengarkan ucapan Vionna.

"Aku tidak membunuhmu, karena aku pikir kau akan berubah pikiran dan akan berada di pihakku. Aku tahu kau mencuri data-data transaksi di ruangan komputer lalu memberikannya pada ARN sebagai bukti sah agar negara bisa menangkapku. Aku tahu, Devan." Vionna tersenyum sendu.

Gitta menatap punggung Devan yang masih diam pada posisi. Royce, Rizal, dan Marco sudah tiba. Mereka melihat Xander, Devan, dan Gitta yang mengepung Vionna.

"Apa yang mereka lakukan? Kenapa diam saja? Kenapa tidak segera menangkap wanita itu," gerutu Royce sambil mengeluarkan pistolnya.

Rizal menahan Royce. "Jangan menembak dulu. Mungkin Vionna sudah menyerah secara sukarela."

"Atasan sudah memerintahkan kita untuk menembaknya," sanggah Royce.

"Sebentar, Roycelyn." Rizal menenangkan Royce.

Vionna menunduk. "Kenapa aku tidak membunuhmu? Alasan terkuatnya adalah karena aku mencintaimu."

Gitta menodongkan pistolnya ke kepala Vionna. "Devan, kau seniorku. Tentunya kau tahu taktik seperti ini. Jangan bilang kau termakan oleh ucapannya hanya karena dia perempuan."

"Jangan tembak dia, Gitta. Dia sudah menyerah. AKPT dan Polisi akan segera tiba untuk menangkapnya," ucap Devan.

"Kita sudah mendapatkan perintah untuk menembaknya di tempat." Gitta nyaris menarik pelatuknya.

"Kau mau menjadi pembunuh?" Tanya Devan sambil menatap Gitta.

Gitta menatap tak percaya pada Devan. Gadis itu menyingsingkan lengan bajunya yang panjang. Terlihat perban yang membalut tubuhnya. Gitta membuka perban tersebut. Tampak luka bakar yang serius di tangannya yang masih berwarna merah.

"Anggap saja kau melupakan apa yang terjadi pada Biggy, tapi lihat apa yang terjadi padaku," kata Gitta dengan suara bergetar.

Devan menatap nanar lengan Gitta. Gadis itu menahan rasa sakit akibat luka bakar tersebut saat berada dalam misi itu.

"Dia hampir membunuhku tiga kali, apa aku tidak bisa membunuhnya?"

Tiba-tiba terdengar suara peringatan yang datang dari anggota AKPT. Para polisi dan tim khusus juga sudah mengepung tempat tersebut. "Vionna, kau sudah ditangkap. Apabila kau melakukan penyerangan, kau akan ditembak di tempat."

Gitta menganggukkan kepalanya setelah tidak mendapatkan jawaban dari Devan. Gadis itu itu pun berlalu pergi sambil membenarkan kembali perbannya.

Royce dan Rizal mengikuti Gitta, begitu pun dengan Marco. Xander menepuk bahu Devan kemudian berlalu mengikuti Gitta.

Vionna pun ditangkap dan dimasukkan ke mobil polisi. Saat mobil tersebut akan pergi, Vionna berkata, "Sebelum pergi, apa aku bisa bertemu dulu dengan Brigitta?"

Setelah berbicara dengan Gitta, salah seorang polisi membawanya untuk menemui Vionna.

Kaca mobil diturunkan. Terlihat Vionna yang menatap Gitta dari dalam mobil tersebut. "Jika kita tidak berada di tempat yang bersebrangan, kita pasti bisa menjadi teman. Bukankah kita sama?"

Gitta mendecih. "Aku tidak pernah berpikir memiliki teman yang menusuk dari belakang dan mencoba membunuhku tiga kali. Kau termasuk tipe orang yang seperti itu. Satu lagi, jangan samakan aku denganmu. Aku tidak punya teman karena aku memutuskan untuk hidup sendirian. Sementara kau... kau membunuh orang-orang di sekitarmu sehingga kau tidak memiliki teman."

Vionna tersenyum. "Selamat tinggal."

🌹🌹🌹

18.13 | 15 Maret 2021
By Ucu Irna Marhamah

H-12 : CATCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang