H12 - 23

12 1 0
                                    

Perlahan Gitta membuka kedua matanya. Dia mendapati Xander yang duduk menatapnya.

"Xander." Gitta meraih tangan pria itu.

Xander menggenggam tangan Gitta. Dia tersenyum sendu. "Gitta, sebentar."

Pria itu berlalu ke pintu. "Dokter."

Xander harus keluar sebentar menunggu dokter memeriksa Gitta. Dia tampak senang, karena Gitta sudah sadar.

Setelah dokter selesai, dia keluar dan menemui Xander. "Anda bisa menemuinya."

"Terima kasih, Dok." Xander pun masuk dan duduk di kursi di samping ranjang Gitta.

"Dokter bilang, kau yang mengurus pembayaran. Aku akan menggantinya nanti," ucap Gitta.

"Kau tidak perlu memikirkan itu, bukankah kita keluarga," ucap Xander. "Maksudku kita berasal dari keluarga yang sama. Aku berkewajiban untuk itu."

Gitta tersenyum. "Kau dinonaktifkan?"

Xander menganggukkan kepalanya.

"Oleh karena itu, kau di sini?" Tanya Gitta lagi.

Lagi-lagi Xander mengangguk. "Kau koma selama beberapa hari, aku cukup khawatir. Keluarga Royce yang sering kemari dan memperhatikanmu. Aku dan Royce hanya sesekali datang."

"Kau berbohong. Dokter bilang, kau pernah menginap di sini," ucap Gitta.

Kedua pipi Xander memerah. "Itu...."

Gitta menepuk pipi Xander." Terima kasih, Xander."

Xander mengangguk seraya tersenyum.

"Di mana Biggy?"

Devan tidak segera menjawab pertanyaan Gitta. Dia mengusap rambut gadis itu. "Kita akan melihat keadaannya setelah kau sembuh."

Tiga hari kemudian.

Rudi mengirimkan dua orang agen mata-mata untuk melanjutkan misi menangkap Vionna. Mereka adalah Tristan dan Fera.

Royce tidak diperbolehkan bergabung dengan Tristan dan Fera. Dia harus tetap duduk menjadi instruksi bagi kedua orang itu.

Baru 5 hari, Rudi mendapatkan kabar kalau kedua mata-mata itu telah tewas. Anak buah Vionna yang membunuh mereka.

Rudi menggebrak meja. "Aku sudah menyusun strategi, tapi keparat itu menghabisi orang-orangku."

Sementara itu, Xander membawa Gitta ke rumah sakit khusus hewan. Di sana Gitta bertemu Biggy. Kedua matanya terbelalak melihat semua kaki Biggy diamputasi. Anjing itu tampaknya mengalami syok berat akibat ledakkan di rumahnya. Setiap mendengar suara sedikit saja, anjing itu akan menggonggong panik dan melolong.

Biggy tidak mengenali Gitta saat gadis itu menemuinya. Anjing itu terus menggonggong ketakutan.

"Biggy, ini aku." Gitta tidak bisa terlalu lama melihat anjingnya. Dia keluar dan  mengepalkan tangannya. Gadis itu menunduk menyembunyikan tangisannya. Xander memeluk Gitta.

"Maafkan aku, Gitta."

"Biggy bahkan tidak mengenal Vionna, kenapa jalang itu melukainya juga?!!" Tangisan Gitta pecah dalam pelukan Xander.

"Gitta." Xander menenangkannya.

"Aku akan menghabisinya."

Tiba-tiba seseorang menghampiri mereka. "Nona La Reino?"

Xander dan Gitta menoleh pada pria itu, ternyata Alan, pengacara San Reino.

Gitta diminta untuk tinggal di mansion San oleh Alan, karena rumah Gitta sudah hancur. Meskipun tidak terbiasa tinggal di mansion, Gitta pun terpaksa menurut daripada tinggal di rumah sakit.

"Pria San Geraldo itu tidak memberitahu kami atas apa yang menimpamu. Kami juga baru tahu Anda adalah seorang agen mata-mata milik ARN," kata Alan.

"Jangan bahas itu, seharusnya kau tidak membicarakan tentang pekerjaanku di sini," ucap Gitta.

"Maafkan aku, Nona." Alan menunduk merasa bersalah.

"Tuan San Reino sangat berharap Anda tinggal di sini. Anda satu-satunya penerus San Reino," kata Alan.

Gitta tampak berpikir. "Baiklah, aku akan tinggal di sini, tapi dengan satu syarat."

Alan segera merespon, "Apa itu?"

"Motor sport kesayanganku meledak bersama dengan rumahku. Aku mau motor yang sama sudah ada besok pagi di sini," ucap Gitta.

"Baik, kami akan mengurusnya sekarang, Nona." Alan beranjak dari tempat duduknya.

"Tapi, aku akan melakukan misi terakhir dengan motor itu. Setelah aku menyelesaikan misi ini, aku akan tinggal di sini," ujar Gitta.

"Ah?"

Keesokan harinya, Rudi sedang berbicara dengan wakil pemerintah pusat, Arman Ardianto, di ruangannya.

"Kami sangat berharap banyak pada ARN," kata Arman.

"Kami akan berusaha keras," ucap Rudi.

Terdengar suara pintu diketuk. Kedua pria itu menoleh ke pintu. Rudi menyuruh orang itu masuk. Ternyata Gitta.

Rudi tentunya terkejut. "Gi-Gitta?"

"Maaf saya telah mengganggu, tapi saya ingin berbicara sebentar," ucap Gitta.

Sekarang Gitta duduk bersama Rudi dan Arman. Gadis itu pun mengutarakan maksudnya. "Saya akan menyelesaikan misi penangkapan Vionna. Saya sendiri akan membawa kepalanya pada Anda."

Arman cukup terkejut mendengar ucapan Gitta yang.... agak bar-bar.

"Itu... pemerintah pusat menginginkan Vionna dalam keadaan hidup. Apa kau sanggup menangkapnya sendirian, Nona?" Tanya Arman.

"Saya sudah 2 kali mencoba menangkapnya. Meskipun gagal, setidaknya saya sudah tahu banyak mengenai wanita itu. Saya rasa saya sanggup," kata Gitta mantap.

"Baiklah, aku menyerahkannya pada kalian," kata Arman.

"Tidak, ini bukan misi untuk anggota ARN, tapi misi ini untuk saya, sebagai putri dari keluarga San," kata Gitta.

"Oh? Anda putri keluarga San?" Arman tampak terkejut untuk kedua kalinya.

"Saya akan menangkapnya, tapi dengan satu syarat... buka tempat sejarah milik keluarga San untuk umum," ucap Gitta.

Rudi dan Arman saling pandang.

"Tapi, saya harus membicarakannya dengan pusat, saya tidak bisa memutuskan ini sendiri," tolak Arman.

"Di antara 5 keluarga terkaya dan terbesar di Indonesia, hanya keluarga San yang memiliki panti asuhan. Panti asuhan besar yang dibangun dari kekayaan milik Yerisca Zega San Bima. Perempuan itu membiayai panti asuhan tersebut, padahal dia sudah meninggal dunia," ucap Gitta dengan suara bergetar.

"Gitta." Rudi menenangkan Gitta agar gadis itu tidak membuat Arman marah.

"Sudah kubilang, aku akan membicarakan ini dengan pemerintah pusat terlebih dahulu, permisi." Arman berlalu meninggalkan ruangan Rudi.

🌹🌹🌹

20.09 | 14 September 2021
By Ucu Irna Marhamah

H-12 : CATCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang