Menemukan lagi cinta bukan berarti menghilangkan rasa untuknya.
-arinaya shauka.
**********
Usai mengerjakan beberapa latihan soal, aku melipat kedua tanganku sebagai bantalan di atas meja belajar.
Entahlah, memikirkan tentangnya membuatku tersenyum penuh arti. Aku malah berpikir, kenapa tidak dari dulu saja aku mengenal Lingga? Pasti aku takkan pernah mengalami yang namanya gamon dan patah hati.
Garis takdir semenarik itu, tak dapat di tebak cerita kita beralur ke arah mana.
Aku terdiam sambil memutar - mutar pulpen, entah kenapa aku jadi memikirkan soal perasaanku saat ini? Apakah sudah memantapkan hatiku untuk Lingga atau masih ada untuk dia?
Aku beranjak dari kursi putar, lalu mengambil buku diary baru yang berwarna peach. Buku ini, akan ku khususkan untuk menceritakan tentangnya.
Untukmu, sang pemilik senyum manis....
Terima kasih telah membuatku merasakan kupu - kupu beterbangan di perutku lagi, yang sudah lama tidak aku rasakan.
Kamu tahu? Saat di dekatmu, jantungku seperti mau berpindah ke lambung, hehe.Terima kasih telah membuatku jatuh cinta kepada orang yang masih bingung tentang perasaannya sendiri.
Maaf, hingga saat ini aku belum bisa memberi jawaban soal perasaan ini. Aku jahat banget ya? Ngegantungin perasaan kamu seperti ini...
Andai aja, aku kenal kamu sebelum aku kenal dia. Pasti aku adalah cewek yang paling beruntung.
Apa mungkin aku terlalu fokus kepada dia saja kala itu dan tidak memperdulikan jika ada kamu itu ada. Aku benar - benar buta.
Pantas saja banyak cewek yang suka sama kamu, kamu orangnya baik banget, punya bakat keren. Tapi kok bisa ya? Kamu suka sama orang yang biasa - biasa aja mukanya kaya aku gini...
Drrrrttt
Suara getaran ponsel di atas meja itu mengusik indra pendengaranku. Saat melihat lockscreen, mataku langsung melotot, aku lupa jika akan menemani Lingga latihan basket. Tiga panggilan tak terjawab darinya membuatku beranjak dari kasur untuk segera bersiap - siap.
**********
"Cantik banget," puji Lingga.
"Maaf ya, gue nggak ngerti outfit," ucapku.
Lingga merangkul pundakku,"Gapapa, baju apapun yang lo pake tetep keliatan cantik di mata gue,"
Aku ketika berjalan sejajar dengan Lingga serasa berjalan dengan tiang listrik. Tingginya 174 cm, sedangkan aku 165 cm.
"Gue ke sana dulu ya," pamit Lingga kepadaku.
"Tunggu." dia membalikkan badannya dan menaikkan salah satu alisnya.
"Semangat!" kataku sambil tersenyum.
Lingga mengacungkan jempolnya, lalu berlari menuju ke lapangan.
"Lho, Arin? Kamu di sini juga ya?" tanya Nata yang tiba - tiba duduk di sampingku.
"Iya, lo juga di sini? Ngapain?" tanyaku balik.
Nata menyibakkan rambutnya,"Cuma pengen liat mereka latian doang kok, kamu?"
"Emm...nungguin temen, iya temen."
"Oh gitu." Keadaan kemudian hening.
"Aku boleh nanya sesuatu nggak sama kamu?" tanya Nata.
"Apa?"
"Teman sekelas kita, yang namanya Lingga itu orangnya kayak gimana ya kalo boleh tau?"
Aku terdiam, bingung mau menjaeab dengan jujur atau tidak.
"Gue enggak deket sama dia, cuek banget soalnya," alibiku. Cuek apaan? Sejak Lingga dengannya sikapnya benar - benar berubah 180°. Mungkin, sikap cuek sudah tidak ada di kamusnya.
"Emang iya?"
"Iya, emang kenapa lo nanya - nanya begituan?" tanyaku.
"Cuma nanya doang kok, hehe. Kamu pernah denger nggak kalo dia pernah deket sama cewek?" tanya Nata, lagi.
"Enggak deh, kayaknya."
"Ouh gitu, aku ke toilet dulu ya." pamit Nata.
Setelah tiga puluh menitan lebih, Lingga serta teman - temannya beristirahat di pinggir lapangan. Aku sedikit risih karena teman - teman Lingga memandangiku. Jujur, ini pertama kalinya aku ikut Lingga latihan basket.
"Itu cewek lo, Ngga? Cantikan yang kemarin ya," celetuk salah satu temannya.
"Apa sih lo," kesal Lingga.
Apa tadi? Cantikkan yang kemaren?
Terbesit rasa tidak rela ketika mengetahui fakta jika Lingga kemarin mengajak cewek lain menemaninya latihan basket. Ada apa dengan hatiku? Benar - benar seperti gejolak menahan amarah, apa aku cemburu?
Lingga langsung mendengus, ia segera menghampiriku.
"Jangan salah paham dulu," ujar Lingga.
"Siapa yang salah paham?" balasku ketus.
"Mereka cuma bercanda kok, tetap cantikkan lo," rayunya.
Aku tak mau menatapnya."Jadi beneran lo ngajak cewek lain kemarin? Pasti cantik banget ya orangnya, enggak kaya gue."
"Maaf, nggak bilang."
"Buat apa bilang? Lagian kita enggak ada hubungan apa - apa," ujarku kemudian beranjak pergi.
Tepat di lorong, Lingga langsung menarik tubuhku ke dalam dekapannya. Aku terus memberontak tapi Lingga malah mempererat pelukan itu. Dia menyembunyikan kepalanya di ceruk leherku.
"Jangan marah," bisiknya lirih.
"Lepas, Ngga."
"Maaf,"
Aku tersadar jika pundakku sedikit basah. Lalu aku melepas pelukan itu.
"Kok nangis?" tanyaku tak habis pikir.
Benar - benar seperti bayi gede.
Lingga langsung mengusap air matanya."Gue nggak nangis," ia kembali bersikap dingin.
"Yaudah, gue balik."
Lagi - lagi, Lingga meraih tanganku untuk tidak pergi.
"Lo cemburu?" tanya Lingga spontan.
"Gak, lepas gue mau pulang!"
"Cewek yang kemarin itu kakak gue, lo jangan salah paham," ujarnya.
"Y--ya terus? Masalahnya sama gue apa?"
"Dasar gengsi," cibir Lingga kemudian menggandengku menuju ke mobil untuk pulang.
**********
gimana part ini ges???
maaf ya kependekan.
jangan lupa vote, coment, follow yaa!!!
kira -kira, kapan ya mereka jadian?
segitu dulu ya, see u.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You, Ex! [END]
Teen Fiction[SEBAGIAN PART DI PRIVATE, FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA] JUDUL AWAL : Dear, Mantan! -Dari ku, untukmu- Maaf. Maaf untuk belum bisa melupakan perasaan ini. Maaf hingga kini aku masih mengharapkanmu kembali walau itu sangat mustahil terjadi...