Kita bakal merasakan kehilangan, jika orang itu sudah tiada dan tidak berada di samping kita, lagi.
***
Dengan langkah tergesa-gesa, kedua gadis itu berjalan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit. Langkah mereka berhenti tepat di kamar VIP no 2.
"Ayo masuk, Rin.."
"Lo aja...Gue gak bisa," tolaknya lirih, gadis itu duduk di kursi tunggu.
Tak jauh dari sana, Bunda Lingga berjalan menghampiri mereka dengan kondisi mata sembab.
"Lingganya mana, Tante? Dia baik-baik aja 'kan?" tanya Nata khawatir.
Wanita paruh baya itu segera memeluk tubuh Nata, menyalurkan rasa ketakutannya.
"Sekarang, Lingga di bawa ke ruang ICU. Kondisinya makin parah, Ta...Dia udah kehilangan banyak darah akibat benturan keras di kepalanya..." suaranya terdengar parau.
Nata mengusap pelan punggung wanita itu."Tante harus tenang, Oke? Kita berdoa aja, semoga Lingga baik-baik aja..."
Hera menatap gadis yang tengah menunduk dengan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Lingga kecelakaan gara-gara kamu," tuduhnya kepada Arin.
"Tante..."
"Gak usah berlagak sedih kamu. Kamu penyebab semua ini." ucapnya nyalang.
Nata menenangkan wanita itu."Tante, Arin gak salah apa-apa."
Gadis itu terisak pelan, meremas ujung kemejanya.
Pria berjas putih yang tak lain adalah Dokter yang menangani Lingga itu perlahan mendekati mereka.
"Gimana kondisi anak saya, Dok?" tanya Hera menggebu."Pasti anak saya baik-baik aja 'kan?"
"....."
"Jawab pertanyaan saya, Dok." lirihnya menangis tersedu. Semoga kemungkinan-kemungkinan yang kini memenuhi pikirannya itu tidak terjadi.
Dokter itu menghela pelan."Maaf, Bu. Pasien bernama Lingga sudah menghembuskan nafas terakhirnya sepuluh menit yang lalu."
"Gak mungkin," gumam Arin tidak menyangka.
Hera tak terima, dia menarik kerah jas Dokter muda itu."Kamu jangan bercanda! Pasti anak saya masih hidup 'kan?"
Dokter itu menggeleng."Maaf, Bu. Kami sudsh berusaha semaksimal mungkin.."
"Gak! Gak mungkin!" wanita paruh baya itu meraung di pelukan Nata. Gadis itu ikut menangis.
"Tante, tenang ya..."
Arin menatap kosong pintu ruang ICU. Dirinya terlambat, benar-benar terlambat. Gadis itu belum sempat meminta maaf, gadis itu belum siap di tinggalkan begitu saja tanpa kata pamit, gadis itu tidak suka kehilangan, apalagi tentang kematian.
Pertahanannya luruh. Arin memeluk lututnya seraya menangis tersedu. Kehilangan orang yang pernah hadir dalam hidupnya adalah hal begitu menyakitkan. Di tambah rasa bersalah yang masih ada dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You, Ex! [END]
Подростковая литература[SEBAGIAN PART DI PRIVATE, FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA] JUDUL AWAL : Dear, Mantan! -Dari ku, untukmu- Maaf. Maaf untuk belum bisa melupakan perasaan ini. Maaf hingga kini aku masih mengharapkanmu kembali walau itu sangat mustahil terjadi...