Usai pulang dari rumah Nata, Lingga merebahkan tubuhnya di atas sofa apartemen miliknya.
Ia masih tidak habis pikir dengan pola pikir Nata yang selalu ingin bunuh diri. Gadis itu semakin kacau semenjak dirinya tidak berada di sampingnya.
Terlepas dari persoalan Nata, Lingga tiba-tiba teringat Arin. Tunggu--Arin?
Sial, dia meninggalkan gadis itu sendirian tanpa alasan. Bisa-bisanya dia lupa untuk memberitahukannya dulu.
Lingga melirik jam yang menempel di dinding, jarum pendek sudah menunjukkan pukul satu malam.
Bagaimana kalau terjadi apa-apa kepada Arin? Lingga tidak bisa tenang sekarang, dia menjadi merasa bersalah pada kekasihnya.
Cowok itu berusaha menghubungi nomor Arin namun tak kunjung tersambung.
"Maafin gue, Rin..."
Lingga berusaha berpositif thinking, menghilangkan segala hal yang tidak di inginkan dalam pikirannya, semoga saja Arin sekarang sudah berada di rumah. Dia membuka aplikasi chat dan terkejut ketika melihat belasan panggilan tak terhawab dari Arin. Tak lupa juga, Lingga membuka chat yang Arin kirim dan membalasnya.
Arin :
lo di mana?
ngga?
Lingga :
Lo udah pulang?
Sorry, Rin..
Maaf udah ninggalin lo.
Lingga mengacak rambutnya frustasi.
"Lo bener-bener bego, Ngga." remehnya pada diri sendiri.
*********
Pukul enam pagi, dengan langit yang sedikit berkabut, Lingga sedari tadi mondar-mandir tidak jelas. Pasalnya, pesan semalam yang ia kirim belum di baca ataupun di balas oleh Arin.
Tanpa menunggu lama, ia segera menuju ke rumah Arin sekaligus mengajak berangkat sekolah bersama menggunakan motor.
Setibanya di sana, Lingga sedikit kaget melihat pemandangan di mana kekasihnya yang terlihat begitu akrab dengan mantannya. Siapa lagi mantan Arin kalau bukan Zean.
Tunggu, kenapa se-pagi ini Zean sudah berada di sini. Apa jangan-jangan...
Di balik helm full face-nya, Lingga tak henti-hentinya merutuk sebal.
Beberapa saat kemudian setelah Zean menghilang dari pandangannya, Lingga menghampiri rumah Arin.
Pintu itu sudah tertutup, Lingga mengetuknya pelan.
Ceklek.
"Ada yang ketinggalan, Ze--Lingga?" Arin mengira jika Zean-lah yang datang lagi. Teryata, Lingga.
Lingga menatapnya datar.
"Ayo berangkat,"
"Eh--oke, g-gue ambil tas dulu."
Di sepanjang jalan mereka berdua sama sekali tidak saling bicara. Bahkan, Arin saja memberi Lingga jarak saat duduk di jok motor.
**********
Awal hingga berakhirnya pelajaran, Lingga merasa aneh dengan sikap Arin kepada dirinya. Tapi dia juga merasa penasaran kenapa Zean berada di rumah Arin pagi tadi.
Flara menyenggol lengan temannya."Diem mulu lo, berantem ya?"
"Sstt, jangan kenceng-kenceng."
"Makanya cerita."
"Hm."
"Cepetaaan,"
Suasana kelas yang terbilang sepi membuat Arin sedikit leluasa untuk menceritakan kejadian kemarin malam kepada Flara. Mulai dari dirinya di tinggal Lingga, hingga yang sekamar sama mantan, tapi tidak dengan ciuman itu.
"Bener-bener tuh si Lingga. Terus kalian berantem?" tanya Flara.
"Gak tau."
"Lo coba jelasin aja ke Lingga, supaya dia gak salah paham. Lo juga minta penjelasan kenapa dia ninggalin lo semalem. Bereskan." ujar Flara begitu enteng.
"Oke, tapi gue perlu waktu." Arin memilih menelungkupkan kedua tangannya di atas meja sebagai bantalan.
"Rin,"
"Apa? Gue ngantuk." lirih Arin.
"Dengerin gue baik-baik ya. Berhubung lo udah baikan sama mantan lo, gue minta lo hati-hati deh pas temenan sama dia lagi. Bukan apa-apa, Rin. Tapi gue takut, gue takut kalo misalkan lo jatuh hati lagi sama mantan lo itu. Lo orangnya gampang baper soalnya, jadi kalo temenan sedikit batasi oke? Inget, besty. Lo udah punya Lingga, penawar luka lo. Gue gak bermaksud ngatur sih, tapi demi kebaikan hubungan lo berdua. Ngerti?" Flara melirik Arin yang matanya sudah tertutup rapat.
"Sialan, sia-sia dong gue ngomong panjang lebar gini." kesal Flara.
*********
"Gue pulang dulu, ada urusan." pamit Flara kepada Lingga.
"Gue bangunin Arin ya?" tanya Lingga.
"Asal jangan lo apa-apa'in. Oh iya, cepat baikan ya kalian berdua."
"Hemm, thanks."
Kini, tinggal mereka berdua yang berada di dalam kelas. Suasana hening, hanya ada dengkuran kecil dari mulut Arin. Lingga mengelus rambut Arin sembari merapikan anak rambut yang berantakan.
"Entah mengapa, hari ini lo sedikit beda, Rin. Ada apa?" gumam Lingga yang nyaris tak terdengar.
"Lo kaya nyembunyiin sesuatu dari gue. Gue harap hubungan kita ke depannya baik-baik aja." lanjutnya.
Cowok itu mengukir senyum menatap wajah damai Arin yang tertidur begitu lelap.
Arin melenguh kecil, gadis itu mengucek matanya.
"Kok udah sepi?" heran Arin melihat keadaan kelas.
Lingga tersenyum kecil."Udah pada pulang."
"Hah? Ini jam berapa?" tanya Arin memastikan.
"Jam 3."
"Kenapa lo nggak bangunin gue dari tadi?"
"Gak usah marah-marah, gue anter lo ke suatu tempat gimana?"
Arin terdiam sejenak, mengumpulkan nyawanya. Lalu dia menggeleng pelan.
"Anter ke rumah aja," Arin menggendong tasnya kemudian melenggang pergi menuju ke parkiran meninggalkan Lingga yang masih termenung sendirian.
Cowok itu tersenyum masam. Ini untuk pertama kalinya Arin menolak ajakannya untuk jalan. Biasanya tidak pernah, gadis itu selalu bersemangat kemana pun ia ajak. Tapi sekarang berbanding terbalik.
"Yang salah di sini, lo atau gue sih, Rin?" lirih Lingga lalu berlari menyusul Arin.
*********
tbc.
tinggalin jejak dengan cara vote & komen yaaa!
see u♡
KAMU SEDANG MEMBACA
For You, Ex! [END]
Fiksi Remaja[SEBAGIAN PART DI PRIVATE, FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA] JUDUL AWAL : Dear, Mantan! -Dari ku, untukmu- Maaf. Maaf untuk belum bisa melupakan perasaan ini. Maaf hingga kini aku masih mengharapkanmu kembali walau itu sangat mustahil terjadi...