2. Flashback

987 148 12
                                    

Kamu yang bikin janji,
kamu sendiri yang mengingkari

-arinaya shauka.

**************

Aku merapatkan jaketku karena udara di sekitar sini makin dingin. Aku datang untuk kedua kalinya di stasiun kereta api ini. Tetapi kali ini berbeda, aku datang sendiri tanpa adanya seseorang yang menemani.

Keadaan stasiun malam ini tidak terlalu ramai. Aku duduk di sebuah kursi panjang yang kebetulan tidak ada yang mendudukinya kecuali diriku.

Pukul sembilan malam, aku masih termenung di sini. Bayang - bayang tiga bulan yang lalu tiba - tiba berputar. Tempat ini, tempat aku ngedate untuk pertama kalinya bersama dia. Zean Madeva, cowok pertama yang membuatku jatuh cinta sejatuh - jatuhnya.

Stasiun ini adalah saksi, bahwa aku pernah sebahagia itu mengukir kenangan indah bersama Zean.

Waktu itu, cuaca sore ini sangat mendukung  sekali. Cahaya matahari sudah tidak terlalu menyengat dan di ganti dengan semilir angin. Zean mengajakku ke stasiun, memandangi kereta - kereta yang menurunkan penumpang dan yang mengangkut para penumpang.

Tangan kami berdua saling mengenggam erat. Berjalan dengan langkah yang sama sambil mengobrol ringan.

"Kereta itu sifatnya kayak manusia ya," ucap Zean tiba - tiba.

Aku mengerutkan kening, bingung.

"Hah? Maksudnya gimana?" tanyakku tak paham.

Zean tersenyum kearahku, dia memberhentikan langkahnya. Menatapku dari depan, tangannya menyelipkan anak rambutku ke telinga.

"Kalau di tunggu itu lama banget, tapi kalau enggak di tunggu datangnya cepat. Kereta juga ada yang pergi, ada yang datang, begitu seterusnya. Kereta pasti selalu menepati janjinya untuk datang lagi ketika dia pergi, begitu pun sebaliknya," jelas Zean panjang lebar.

Aku sedikit paham dengan apa yang Zean bicarakan.

"Tapi, enggak semua manusia sama sifatnya kayak kereta, ada yang memilih pergi tanpa pamit dan enggak dateng lagi 'kan?"

Zean terdiam, lalu dia menatap manik mataku dalam - dalam. Kedua tangannya mengenggam tanganku.

"Janji sama aku, kamu nggak bakalan kayak salah satu dari manusia itu?" tanya Zean serius.

Aku tertawa kecil mendengarnya, Zean ini ada - ada saja.

"Gak mungkin aku jadi salah satu dari mereka, selagi hubungan kita baik - baik aja ngapain di tinggalin, aneh banget." jawabku.

"Pokoknya kita harus sama - sama terus sampai sukses," sahut Zean.

Zean melanjutkan langkahnya dengan menggandengku menuju ke jembatan penyebrangan yang tempatnya tepat berada di atas kereta yang melintas.

Kami berdua menikmati sore itu dengan berjalan di jembatan penyebrangan hingga hari sudah mulai malam. Aku merasa takjub melihat indahnya kerlap - kerlip di kota pada saat malam hari. Zean pamit untuk membelikanku aneka angkringan di bawah.

Setelah menunggu lama, Zean akhirnya datang. Tiba - tiba, aku ingin menanyakan sesuatu pada Zean yang baru datang.

"Zean?" panggilku.

Zean yang berdiri di sampingku langsung menoleh."Kenapa, Nay?"

Ya, Zean selalu memanggilku Naya. Naya di ambil dari nama tengahku 'Arinaya Shauka'.  Apapun itu, aku suka sekali di panggil dengan nama itu.

"Kalau misalnya kamu yang ninggalin aku gimana?" tanyaku hati - hati.

"Enggak akan pernah dan nggak akan mungkin, Nay."

Aku pun mempercayai ucapannya kala itu. Tapi ternyata omongan Zean hanyalah omong kosong. Dia yang menyuruhku untuk menetap, tapi dia yang memilih pergi. Dia yang berjanji, tapi dia sendiri yang mengingkari.

Aku mengusap air mata yang membasahi pipi kananku. Seperti baru kemarin kamu membuatku bahagia, dan sekarang kamu membuatku terluka.

Melihat keadaan sekitar yang sudah semakin sepi, aku memutuskan pulang dengan melewati jembatan penyebrangan.

D i tengah - tengah perjalanan, aku berhenti sejenak. Tempatnya masih sama, hanya perasaan aku dan dia yang sudah berbeda.

Sambil berpegangan di pagar pembatas, aku memejamkan mata beberapa saat. Dan ya, rasa sesak di dadaku semakin bertambah ketika bayang - bayangmu menghantuiku.

Seharusnya aku tidak ke sini, tempat ini tidak membuatku lebih tenang tetapi membuatku selalu teringat akan dia yang pernah bersamaku.

************

Aku sampai di rumah sekitar pukul  sebelas malam dengan kondisi basah kuyup karena kehujanan. Keadaan rumah sudah sepi, bahkan sudah tidak ada lagi lampu yang menyala. Aku berjalan dengan hati - hati supaya orang di rumah tidak terbangun.

Tidak sengaja, tanganku menyenggol sebuah pot bunga di ruang tamu hingga pecah. Karena takut ketauhan, aku memilih berlari menuju ke kamar tanpa membereskannya.

Aku langsung membersihkan diri dan mengganti baju, setelah itu aku berusaha sekeras mungkin untuk tidur cepat supaya  bisa mengikuti Penilaian Akhir Semester dengan kondisi baik.

**********

bagaimana part ini? cb komen

jgn lupa vote & share ya!

see u
-ayy.

For You, Ex! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang