48. Tidak Bisa Bohong

195 47 16
                                    

Nyatanya, hingga detik ini, Zean tak bisa bohong soal perasaannya.

******

Zean mengantarkan Arin ke rumahnya. Sebenarnya Arin menolak, sebab dirinya membawa motor sendiri. Alhasil motornya di bawa oleh Arvan--teman Zean.

Setibanya di rumah Arin, Arvan tersenyum memandangi punggung kedua sejoli itu yang mulai menghilang di balik pintu.

"Gue yakin dia masih gamon," gumamnya lalu duduk di teras rumah Arin.

Beruntung, Ayah Arin hari ini tidak ke kantor. Arin sejujurnya ragu untuk membicarakan hal penting kepada mereka.

"Ze, gue gak kuat.." bisiknya.

Zean menggenggam tangan Arin kuat-kuat."Gue di samping lo, lo harus tenang..."

"Lho, Arin. Kamu kenapa?" tanya sang Ibu khawatir melihat kondisi anaknya.

Gadis itu menggigit bibir bawahnya seraya menunduk.

"Bu, ada yang mau Arin omongin."


Mereka bertiga duduk, tak berselang lama Ayah Arin menuruni tangga sambil melemparkan senyum ke arah mereka.

"Tumben kamu ajak Zean ke sini,"

Zean tersenyum kaku.

"Sini duduk, katanya Arin mau ngomong sesuatu," perintah wanita paruh baya itu kepada suaminya.

"Kenapa kalian menyembunyikan hal besar ini dari Arin?" tanya Arin membuat keduanya saling pandang.

"Menyembunyikan apa sayang? Ibu nggak ngerti apa yang kamu maksud," balas Ibu.

"Hal besar apa Arin--"

"Tentang aku yang bukan anak kandung kalian, itu benar 'kan?" suara Arin terdengar bergetar.

Tubuh mereka berdua sama-sama menegang. Tak menyangka jika Arin telah mengetahui fakta ini sebelum waktunya.

"Jawab pertanyaan aku," desak Arin sambil mengusap air matanya.

Mereka masih terdiam beberapa saat.

"Kamu tau darimana sayang?" tanya Ibu Arin.

Arin tersenyum miris."Satu sekolah Arin juga udah tau, Bu..."

Ayah Arin terkejut mendengarnya."Siapa yang menyebarkannya?"

"Arin nggak tau, yang Arin ingin ketahui, kenapa kalian menyembunyikan ini semua?"

Mata Ibu Arin berkaca-kaca."Maafkan kami sayang, kamu memang bukan anak kandung kami. Tapi, kami menyembunyikan hal ini demi kebaikan kamu."

"Percaya sama kami berdua, ya? Sekali lagi, kami minta maaf," sahut Ayah Arin.

Mau bagaimana lagi, Arin tak bisa marah kepada mereka. Karena mereka-lah Arin hidup, karena mereka hidupnya tercukupi, karena mereka...tempat ternyaman untuk pulang. Arin memilih tak memperpanjang masalah ini, karena dia berasa berhutang jasa kepada mereka, orangtua angkatnya yang merawatnya hingga detik ini.

For You, Ex! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang