5. Tak Lagi Sama

601 109 3
                                    

hanya melihat tanpa menyapa, hanya memandang tanpa berdekatan.
-ayy.

************

Aku tidak menyangka, kali ini yang peringkat satu pararel itu Elva, sahabatku dulu. Tak peduli dengan itu semua, aku berjalan tergesa - gesa menuju ke dalam kelas.

Tanpa di sengaja, manik mataku bertubrukan dengan manik kelam milik Zean, kami berdua sama - sama terdiam dan membeku. Meski hanya spersekian detik, Zean langsung berbalik arah seolah - olah enggan sekali bertemu denganku.

Kami berdua benar - benar seperti orang asing sekarang. Hanya melihat tanpa menyapa, hanya memandang tanpa berdekatan.

Aku melanjutkan langkahku menuju ke kelas.

Saat berada di depan kelas, untuk kedua kalinya Lingga menatapku dengan tatapan berbeda, dan tak bisa di artikan.

Aku pun duduk, kemudian mengeluarkan buku diary berwarna tosca itu dari tas milikku. Kemudian aku mulai mencoret - coretnya dengan beberapa kalimat.

Aku benci di mana kita seasing ini...

Jujur, aku kangen...
Kangen bisa ketawa bareng lewat chat ataupun langsung. Kangen suara kamu, kangen semua pokoknya...

Aku gak nyangka kita bakal se-asing ini. Andai dulu kita gak ngungkapin perasaan masing-masing, mungkin kita masih berteman detik ini juga.

Aku berharap, perasaan kamu ke aku itu ada.
Harapanku cuma itu.

Mungkin, posisi aku udah ada yang gantiin di hati kamu. Tapi posisi kamu di hati aku ga ada yang bisa ngegantiin:(

- i miss youuuu:(

Mungkin hanya itu caraku untuk mengungkapkan rinduku untuknya, karena tidak mungkin aku mengungkapnnya secara langsung.

***********

Kini, Zean beserta teman - temannya sedang berada di kantin. Mereka bertiga tengah mengemil makanan sembari mengobrol kecil.

"Je, gue mau tanya sama lo boleh?" tanya Arvan tiba - tiba membuat Zean langsung menoleh ke arahnya.

"Apa?"

"Lo sebenarnya masih pacaran nggak sih sama Arin? Kok lo deket sama si Ale - Ale itu?"

Zean menghela napasnya, ia sudah menebak pertanyaan itu keluar dari temannya.

"Alecia,"

"Oh iya itu, gimana ceritanya?"

"Tunggu - tunggu, Alecia itu adik kelas yang cantik itu bukan? Dia inceran gue bodoh! Kenapa lo embat?" protes Amir tak terima.

"Zean belum jelasin njir, mending lo diem." kata Arvan.

"Sebenarnya, gue udah putus sama Arin seminggu-an. Terus---"

"Kok bisa?!" pekik keduanya.

"Kepo,"

"Najis amat,"

Amir menyenggol lengan Zean."Terus apa hubungan lo dengan Alecia?" tanyanya mengintimidasi.

"Dia yang deketin gue duluan, Mir."

"Jangan percaya, Mir. Dianya juga ngerespon," sahut Arvan memanas - manasi.

"Gue cuma kasian aja,"

"Bacot lo buaya,"

Arvan menopang dagunya, dia kini sedang memikirkan sesuatu.

"Eh, Van. Lo kenapa?" tanya Amir.

"Ada yang aneh,"

"Apa?!" tanya Zean dan Amir secara bersamaan.

"Lo sama Arin 'kan nggak berantem, nggak ada masalah apa - apa kok bisa putus sih?" heran Arvan pada Zean.

"Gak tau," jawabnya cuek.

"Yang putusin siapa?"

"Gue,"

"Kan lo yang mutusin dodol! Kenapa nggak tau?"

"Urusan pribadi,"

"Arin tuh baik banget anjir, pinter, manis, apa kurangnya coba? Mending Arin buat gue," celetuk Arvan.

"Gak," tolak Zean dengan sarkas. Cowok itu kemudian meninggalkan kantin.

"Lah? Kok nggak boleh?"

"Bego banget lo, Van. Lo nggak inget apa lo udah punya si Lita hah?!"

"Gue bercanda,"

**********

Sepulang meminjam dari perpustakaan, aku  berada di dalam kelasku yang sepu dan tidak ada seorang pun. Aku mengerutkan keningku bingung ketika melihat ada kotak bekal berwarna merah itu di laci meja.

Aku menatap ke kanan dan ke kiri mencari siapa pemilik bekal ini dan kenapa di taruh di laci mejaku.

Pada saat aku mengambilnya, ternyata ada secarik kertas yang bertuliskan 'Fighting:)' , entah siapa yang menulisnya.

Karena sudah terlanjur lapar, aku pun memakan roti sandwich yang berada di dalam bekal itu.

"Untuk siapapun orangnya, gue cuma mau bilang...Thank you so much," ujarku lalu kembali menggigit sandwichnya.

Tanpaku sadari, ada seorang cowok di balik pintu yang memandangi dengan senyum yang mengembang.

**********

Namanya Lingga Arshaka. Cowok cuek yang menjabat sebagai ketua kelas di kelas Arin. Tubuhnya yang tinggi, kekar, serta wajahnya yang tampan itu, membuat ia di gandrungi para cewek di sekolah.

Dengan ciri khas rambut sedikit ikal itu, membuat daya tarik sendiri. Dia ketua Paskibra di sekolah ini, dia juga ketua basket di sini. Dia jarang sekali berinteraksi dengan cewek manapun, dengan teman se - organisasinya pun jarang. Apalagi berinteraksi dengan cewek yang ia sukai.

Cewek pertama yang membuat Lingga segila itu, senyum - senyum tidak jelas di kamar. Dan lupa akan tujuannya bersekolah itu untuk belajar bukan untuk melihat senyumanya.

Setahun sudah Lingga menyimpan rasa itu, yang entah kapan ia ungkapkan ke teman sekelasnya.

************

gimana chpter ini?! semoga suka y

jgn lupa vote, komen, oke?

see u, bye
-ayy.

For You, Ex! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang