Mendatangi klinik psikiater untuk menghadiri janji pertemuan yang telah ia buat, Arjune sedikit melirik sosok perempuan yang duduk tepat disebelahnya. Hari ini, dirinya datang satu jam lebih awal dari waktu yang mereka jadwalkan. Hanya ingin segera melarikan diri dari kondisi rumah yang bahkan lebih mencekam dari kutub selatan. Luna, istrinya kembali menghadiahinya silent treatment hanya karena dirinya menerima panggilan masuk dari rekan bisnisnya disaat makan malam.
Detik ketika panggilan dimatikan, Luna seolah tidak sudi memperdengarkan suara untuknya. Sama sekali tidak menggubris seluruh pernyataan dan penjelasan yang ia berikan. Bahkan tidak menganggap keberadaannya.
Kembali pada keadaannya masa kini, Arjune kembali melirik perempuan yang tampaknya sibuk membaca sesuatu dari layar ponselnya. Ada sesuatu pada perempuan itu yang membuatnya ingin menyapa. Wajah cantik yang tentu tidak asing dimatanya. Maka, dengan intonasi kata tersopan yang ia punya ㅡ sejatinya Arjune memang selalu sopan, ia mengucapkan 'halo' untuk membuka percakapan.
Perempuan disampingnya menolehkan kepala, memusatkan seluruh atensi kepadanya. "Me?"
Tanya perempuan itu sembari mengarahkan jari telunjuk pada dirinya sendiri."Ya," Arjune mengangguk dengan senyum hangat yang dimilikinya. "Maaf kalau gak sopan, tapi your face seems familiar to me, apa mungkin kita pernah ketemu sebelumnya?"
Perempuan disampingnya terlihat mengerutkan kening berfikir. "I'm a flight attendant, mungkin ketemu didalam pesawat?"
Arjune berfikir sejenak, mungkinkah demikian? Tetapi ia yakin bahwa jawabannya adalah tidak. Wajah perempuan itu sangat amat tidak asing, bahkan ia merasa benar-benar pernah mengenalnya, bukan sekadar pernah bertatap muka. Maka, guna menepis rasa penasarannya, iapun memberanikan diri menanyakan nama siperempuan yang selalu memiliki janji temu dengan psikiater dihari yang sama dengan miliknya.
"Sarah."
Perempuan itu menjawab."Sarah? Sarah Maulinda?"
Bukan hanya dirinya yang terkejut, namun juga perempuan yang baru saja memperkenalkan namanya tersebut. "SMP Nusa Bangsa, Jakarta Pusat?""How did you know?"
Menepis keterkejutan perempuan yang bernama Sarah tersebut, Arjune lantas mengulurkan tangan, yang mana dijabat oleh sarah dengan raut wajah heran yang amat nyata. "Arjune Dewangga, masih inget?"
Tidak butuh waktu lama untuk keduanya menjadi begitu akrab. Bernostalgia hingga saling bertukar canda. "Sumpah, aku pangling banget, gak nyangka lah, dulu kamu anaknya diem, tinggi kurus, eh ini bukan bodyshamming ya, maaf-maaf, aku cuma kaget."
Arjune hanya menanggapinya dengan tawa sembari berkata tidak apa-apa, sebab ucapan Sarah memang benar adanya. Ketika masih duduk dibangku sekolah menengah, ia memang pendiam dan bisa dikatakan parasnya tidak setampan sekarang. Berbeda dengan Sarah yang memang sudah menjadi primadona sejak sekolah menengah.
Sembari menunggu waktu konsultasi tiba, keduanya saling bertukar kabar hingga tanpa sadar saling menceritakan permasalahan hidup masing-masing yang mengharuskan mereka bersinggungan dengan psikiater. Tidak menceritakan seluruh kekacauan rumah tangganya, Arjune hanya bicara sedikit mengenai ujian hidup yang dialami. Ia tidak ingin mengumbar keburukan istrinya, tentu saja. Sedangkan Sarah, tampaknya begitu nyaman mencurahkan isi hati padanya. Terbukti ketika perempuan itu berbicara banyak mengenai mantan tunangannya yang brengsek meninggalkannya untuk menikah dengan sahabat baiknya karena sudah terlanjur hamil.
Bahkan menurut cerita Sarah, mantan tunangannya masih mengganggunya, mengancam beberapa laki-laki yang dekat dengannya. Meneror dengan pesan-pesan berisi tentang keburukan Sarah, juga ancaman kepada Sarah akan menyebarkan video asusila yang mereka rekam berdua apabila tidak segera memutuskan hubungan mereka.Tingkah laku yang pada akhirnya membuat Sarah nyaris gila. Dengan linangan air mata, Sarah bercerita kepadanya. "Kalau bukan karena orangtua yang selalu nangisin aku, yang sabar ngerawat aku pas jatuh-jatuhnya, aku mungkin udah udah bunuh diri, June. Rasanya kaya hidupku gak ada gunanya lagi, cowo mana yang bakalan mau sama cewe yang udah bekasan kaya aku gitu lho."
"Hei, kok gitu ngomongnya." Arjune secepatnya memotong perkataan Sarah yang menurutnya tidak pantas. "Kamu bukan barang, kok dibilang bekas, emang ada manusia yang bekasan? Gak baik ah."
"No, no, kamu gak ngerti." Sarahpun kembali menyahut, memotong perkataan Arjune. "Ibaratnya, aku udah sisa orang kan? Ya, oke, mungkin ada cowo yang bakalan bisa nerima masa laluku, tapi kalau tiba-tiba disodorin video seks yang aku bikin sama mantanku secara sadar itu, pasti jijik juga lah. Kamu gak ngerti karena kamu gak ngalamin, istrimu kan cewe baik-baik."
Pada akhirnya mereka memutuskan untuk menghabiskan setengah hari untuk bertukar cerita. Janji temu dengan psikiater dibatalkan bersamaan. Tampaknya bercerita dengan kawan lama lebih menyenangkan.
•
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kedua
General FictionBerapa banyak orang yang menganggap pernikahan itu sakral? Sepertinya hampir semua orang memiliki pandangan yang sama mengenai pernikahan. Sakral, bukan permainan. Namun, bagaimana jika ada dua orang yang memiliki persepsi lain tentang pernikahan? ...