Setelah melewati obrolan panjang dengan Luna; yang sayangnya tidak mendapatkan jalan keluar, Arjune memutuskan untuk tidak lagi meminta pendapat Luna ketika ingin melakukan sesuatu kedepannya.Hubungannya dengan keluarga Sarah semakin dekat. Orang tua Sarah merangkulnya dengan tangan terbuka. Bahkan setelah ia mengakui statusnya yang masih terikat pernikahan一dengan bantuan Sarah tentunya. Pada awalnya, orang tua Sarah sempat terkejut dan kecewa, namun memilih untuk mengalah demi kebahagiaan putri semata wayangnya.
Hanya berpesan pada Arjune untuk selalu menjaga dan membimbing Sarah menjadi lebih baik, dan juga orang tua Sarah meminta Arjune untuk bertanggung jawab sebaik mungkin supaya tidak ada pertikaian antara Sarah dan Luna dimasa mendatang.
Dengan ditemani Sarah, Arjune mengambil cuti satu hari bekerja guna mendatangi kantor desa untuk menyelesaikan perubahan data dirinya. Ia sudah memutuskan untuk merubah agama yang sekarang tercatat di KK dan KTP, yang dulunya sempat ia rubah ketika akan menikahi Luna dan ingin merubahnya kembali sesuai kepercayaan yang sejak dulu dipercaya.
Sebab sejak bersama Luna pun ia tidak pernah sekalipun beribadah di gereja, kecuali saat hari pemberkatan pernikahan mereka.Bukan maksudnya Arjune mempermainkan suatu agama, hanya saja saat itu ia terlalu dibutakan cintanya pada Luna. Sempat menentang larangan keras orang tuanya ketika meminta izin untuk keluar dari kepercayaannya demi Luna. Dan merasa semakin menyesal telah meninggalkan Tuhannya demi manusia yang nyatanya tidak memberikan kebahagiaan untuknya.
Kabar baiknya, keluarga Sarah memeluk kepercayaan yang sama dengan keluarganya. Sehingga tidak perlu membuatnya berpikir berulang kali untuk merubah data dirinya. Orang tuanya sendiripun tentu tidak akan menentang keinginannya.
Ada rasa terkejut ketika mengetahui bahwa proses yang dijalani tidak serumit yang sempat ia bayangkan. Arjune hanya diminta untuk membawa surat keterangan dari RT dan RW setempat, KTP dan KK asli serta surat keterangan (sertifikat) menjadi Mualaf, dan semuanya dapat diselesaikan hanya dalam waktu beberapa jam.
Entah karena antrian tidak panjang, atau karena uang saku yang ia berikan sudah lebih dari cukup untuk membuat para pegawai kelurahan disana bekerja sebaik mungkin.Didalam mobil yang masih terparkir didepan kantor kelurahan, Arjune dan Sarah saling bertukar pelukan haru setelah menyelesaikan satu tahap langkah awal mereka. Restu menikah dari keluarga Sarah sudah ia kantongi, hanya tinggal meminta izin restu pada keluarganya sendiri yang ia yakin akan lebih sulit ia dapatkan. Ia sadar perjalanan masih panjang, namun, ia tidak akan lantas menyerah begitu saja. Ia sudah pernah melewati debat panjang dengan orang tuanya, dan ia pikir, memberi perlawanan sekali lagi tidak akan menjadikannya anak durhaka.
•°•°•
"Lagian, Luna kenapa sih gak mau cerai?"
Keduanya memutuskan untuk mampir disalah satu rumah makan terkenal yang letaknya berada dipusat kota untuk menikmati makan siang yang sempat tertunda. Diselingi dengan obrolan ringan penuh canda tawa bahagia, tentu saja, mereka pasangan yang sedang kasmaran. Apapun yang dilakukan, tidak akan jauh dari kemesraan yang tentunya masih dalam batas wajar.
"Rumit Sar." Arjune menjawab setelah menelan makanannya. "Luna gak kerja. Semua kebutuhan, duitnya dari aku. Termasuk keluarganya. Orang tua Luna kan udah pisah, dan papanya gak tanggung jawab. Mayla, kakak perempuannya diceraiin suami, ninggalin tiga anak masih kecil, gak tanggung jawab juga. Seingetku, dia SPG produk kecantikan gitu sih, ya gak maksud menghina, tapi gaji perbulannya juga pasti gak cukup buat biayain keluarga mereka. Mamanya udah lumayan tua, jadi udah gak bisa kerja. Beliau dirumah jagain cucu-cucunya selagi si Mayla ini kerja. Jadi ya, aku yang nanggung seluruh biaya hidup mereka." Jeda, Arjune meraih gelas berisi ice lemon tea yang ia pesan, dan meminumnya beberapa tenggak. "Aku ngomong gini bukan gak ikhlas ya, demi Tuhan aku ikhlas lahir batin."Sarah terlihat mengernyitkan dahi tidak suka. Semakin banyak mendengar cerita tentang Luna, rasanya semakin membuatnya tidak menyukainya. "Ya aku juga tau kali, kamu pasti ikhlas. Lagian biaya hidup mereka sebulan berapa sih? Gak ada seperempatnya dari gaji kamu sebulan yang hampir tiga digit itu kan."
Arjune terkekeh mendengarnya. Ia tidak pernah menceritakan urusan pekerjaan dan penghasilan pada Sarah, namun gadis itu terlampau cerdas hingga mampu menebak penghasilannya nyaris benar. Padahal, jika ia mau jujur mengatakan yang sebenarnya, gaji perbulannya sudah memasuki tiga digit jika dijumlah dengan bonus-bonus yang ia terima ketika berhasil memenangkan proyek besar. Akan tetapi, Arjune tidak ingin menceritakan pada Sarah. Setidaknya untuk sekarang. Lagipula, Sarah sendiri yang berkata padanya, untuk tidak membicarakan perihal keuangan sebelum keduanya benar-benar terikat dalam hubungan pernikahan.
"Intinya, Luna gak mau cerai karena sayang sama duit kamu. Gitu kan?"
Arjune mengendikkan bahu sebagai jawaban. "Gak pernah mikir kesitu sih. Padahal, kalaupun udah cerai, aku juga gak bakalan serta merta ninggalin mereka gitu aja. Aku mana tega sih, Sar? Lagian, keluarga Luna gak jahat kok. Mereka bukan tipe orang aji mumpung, hambur-hamburin banyak duit buat seneng-seneng. Gak, gak gitu. Mereka tau diri, sopan banget juga. Makanya aku juga ngasihnya seneng."
"Tapi Lunanya gak gitu. Gak tau diri. Udah syukur dapet suami kaya kamu, tanggung jawab, baik, sayang sama keluarga dia. Tapi masih aja gak bisa hargain kamu. Coba kalau dapetnya laki-laki lain, bisa emang bantu keluarganya survive?"
"Udah, biarin aja." Arjune mengulurkan tangan untuk menggenggam telapak tangan sarah diatas meja. Menyadari perubahan raut wajah Sarah yang mulai tidak seramah beberapa saat sebelumnya. "Gak apa-apa."
Sarah menghembuskan napasnya kasar ketika membalas genggaman tangan Arjune.
"Aku tuh kesel, June. Kaya beneran gak habis pikir gitu lho, kok ada manusia seenggak tahu diri gitu? Dia dapet kamu itu kurang apa coba?" Jeda, ia mendengus kecil sebelum melanjutkan ucapannya. "Tapi ya udah sih ya, kalau Lunanya baik, sayang juga ke kamu, kita gak mungkin bisa jadi kaya gini. Kamu pasti gak bakalan dateng ke klinik psikiater itu, apalagi ketemu aku."Lantas, keduanya tertawa pelan secara bersamaan. Sejenak mengenang kembali kisah awal pertemuan mereka. "Ya makanya, gak usah marah sama keadaan. Yang udah berlalu biarin berlalu. Baik buruknya jadiin pelajaran aja. Gak usah dendam sama siapapun, ya. Ambil hikmahnya, anggap ini semua emang udah takdir Tuhan buat satuin kita."
Arjune melihat Sarah mengangguk kecil ditempatnya. Seulas senyum manis terpatri diwajahnya. Menjadikannya turut tersenyum, karena iapun merasakan kebahagiaan yang sama.
•
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kedua
General FictionBerapa banyak orang yang menganggap pernikahan itu sakral? Sepertinya hampir semua orang memiliki pandangan yang sama mengenai pernikahan. Sakral, bukan permainan. Namun, bagaimana jika ada dua orang yang memiliki persepsi lain tentang pernikahan? ...