Hari itu, Arjune hanya terbawa suasana ketika tanpa sengaja membentak ibunya yang tak pernah berhenti memintanya untuk membawa Luna pulang kerumah. Ibunya berdalih, dirinya tak adil sebagai suami yang memiliki dua istri karena tidak lagi memperlakukan Luna dengan baik semenjak hadirnya Sarah dalam rumah tangga mereka. Emosinya tersulut sehingga ia mengatakan bahwa Luna sudah bukan lagi bagian dari keluarga; dengan nada suara yang tak pernah sekalipun ia perdengarkan pada keluarganya. Ucapan terakhir Luna ketika mengusirnya kala itu, melekat kuat dalam pikirannya. Menyakiti hatinya. Sehingga ketika sang ibu terus menerus memojokkan dirinya, juga bersikap tidak begitu baik pada Sarah, iapun terpancing amarah dan menjawab dengan kata-kata yang tak sepatutnya diucapkan.Namun, dirinya yang masih larut dalam ketersinggungan, tak menyana apabila ucapannya akan berakibat fatal pada perasaan ibunya. Mengakibatkan sang ibu turut larut dalam pikirannya sendiri selama berhari-hari hingga sulit tidur, bahkan tak mampu menelan makanan yang disiapkan oleh Andin, adiknya. Buruknya, sang ibu harus terbaring diranjang rumah sakit dikarenakan hipertensi yang memang sudah diderita dalam kurun waktu yang lama.
Selama lima hari perawatan, Sarah dan Andin bergantian mengerahkan waktu dan tenaga untuk menjaga ibunya. Menyuapi makan dan obat-obatan, juga membantu memapah ketika ibunya ingin pergi kekamar mandi. Seluruh keluarganya amat sangat menghargai Sarah begitu tulus merawat ibunya. Tak pernah sekalipun mengeluh meski harus terjaga semalaman, menenangkan ibunya yang terus menangis tanpa alasan.
Sayang seribu sayang, yang ada dalam pikiran ibunya hanya kesakitan Luna一yang bahkan Luna sendiri tak merasakannya, sehingga buta tak mampu melihat kasih sayang yang Sarah curahkan untuknya. Lalu, pada hari minggu, hari dimana semua orang berhak mendapat waktu untuk beristirahat sejenak dari penatnya dunia belajar maupun pekerjaan, semua keluarga Arjune berkumpul diruang inap ibunya. Ada ayahnya, Andin, beberapa saudara dari ibunya dan juga Sarah. Mereka bercengkrama dan sesekali tertawa menghibur ibunya. Tak disangka, pintu ruangan terbuka, menampakkan sosok Luna yang entah datang dari mana. Memasuki ruangan dengan tatapan mata yang tegas penuh kepercaya dirian seperti biasa. Menjadikan seisi ruangan hening seketika. Tak ada yang berani bersuara, kecuali ibunya yang tiba-tiba saja tersenyum sumringah dan mengulurkan tangan menjemput Luna dalam pelukannya.
Ibunya mencium pipi Luna beberapa kali sembari menanyakan keadaannya. Merapalkan begitu banyak kata-kata kerinduan, juga ucapan rasa sayang yang berlebihan. Kehadiran Luna mengalihkan dunia ibunya. Tak lagi menanggapi ucapan orang-orang yang saat ini sedang menjaganya. Bahkan, ibunya mengeluh lapar pada Luna, merengek meminta suapi oleh istri pertamanya, mengarahkan jari telunjuk pada sisa makanan yang ada diatas meja.
Arjune tahu benar Luna bersandiwara. Terus menerus mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja meski cintanya diduakan.
"Mama sayangnya sama kamu. Dihati mama, istrinya June cuma kamu."
Atas ucapan ibunya, Arjune melihat Sarah yang seketika bangkit dan menyahut tasnya. Tanpa berpamitan, istrinya membuka pintu dan melangkah cepat meninggalkan ruang inap ibunya. Sarah tersinggung. Sehingga, tanpa menunggu lama, iapun turut bangkit dan menyusul istrinya. Tak sempat berpamitan 一memang dirinya tak ingin berpamitan, sebab iapun sadar sikap dan ucapan ibunya memang keterlaluan.
Dilorong rumah sakit yang tidak terlalu ramai, Arjune mengiringi langkah istrinya. Meraih sebelah tangan dan menggenggamnya erat. Tidak mengatakan apapun, hanya diam dan terus mengikuti langkah Sarah yang tertuju pada lokasi dimana mobilnya terparkir. Tepat ketika keduanya memasuki mobil dan pintu mobil tertutup, Arjune meraih Sarah kedalam pelukan. Ia tahu, istrinya susah payah menahan tangis sejak masih berada dalam ruangan.
"It's okay, sayang. Gak apa-apa, nangis aja. Keluarin semuanya, sakitnya, sedihnya, jangan dipaksa ngomong dulu, ya. Aku tungguin kamu kok."
Arjune berupaya menenangkan istrinya. Membiarkan istrinya mengeluarkan emosi-emosi melalui air mata.Setelah beberapa menit berlalu, dan emosi Sarah sudah sedikit mereda, Arjune mengusap jejak basah sisa air mata pada kedua pipi istrinya. Hatinya turut merasa sakit melihat wanita yang begitu baik seperti Sarah harus mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari ibunya sendiri.
"Mau cerita dulu, atau pulang terus cerita dirumah?" Sarah menggeleng menanggapi pertanyaannya. "Apanya yang enggak?""Aku gak apa-apa."
Arjune menggeleng tegas menanggapinya. "No. Kamu gak boleh bilang gak apa-apa, kalau emang lagi kenapa-kenapa. Aku tau, omongan mama tadi jahat, nyakitin kamu, jadi, kamu boleh ceritain sakit hatimu ke aku. Jangan dibiasain mendem masalah sendiri, ya."
Setelahnya, air mata Sarah kembali meluncur. "Aku emang gak pantes buat kamu ya, June? Aku jahat banget udah ngerebut kamu dari Luna."
"Kata siapa?"
"Mereka."
"Mereka siapa?"
"Keluarga kamu. Mama kamu."
"Cuma mama." Arjune menjawab tegas. "Semua keluargaku sayang sama kamu. Cuma mama yang belum, bukan enggak, tapi belum. Mama cuma butuh waktu buat nerima kamu."
"Aku takut." Arjune tak mengalihkan pandangan dari Sarah ketika istrinya berbicara, memberinya tatapan hangat yang menyiratkan rasa sayang teramat banyak. Berusaha menyalurkan kenyamanan supaya istrinya mampu mengeluarkan keluh kesah tanpa harus merasa bersalah. "Aku takut kalau mama gak bisa nerima aku, sampai kapanpun."
"Gak masalah. Kamu nikahnya sama aku kan, yang penting aku sayang sama kamu. Aku bakal terus berdiri disamping kamu, lindungin kamu kalau ada yang nyakitin kamu." Jeda, Arjune kembali menyeka air mata Sarah. "Kamu takut, wajar. Tapi jangan sampai ketakutanmu bikin kamu jadi gak yakin sama aku, ya?"
Maka ia tersenyum melihat Sarah menganggukkan kepala. "Sikap mama ke kamu emang kurang baik, aku juga tau. Kalau setelah ini kamu gak nyaman tinggal berdua sama mama, gak mau jagain mama dirumah sakit lagi, it's okay, aku gak masalah. Nanti biar aku obrolin sama papa gimana enaknya, ya."Arjune tahu, pernikahan memang tidak selalu mudah. Namun ia tak akan menyerah. Meski rasa cinta belum sepenuhnya tumbuh, aman tetapi Arjune tak ingin mengurungkan tekatnya untuk menjaga dan melindungi Sarah. Menciptakan rumah tangga bahagia yang sebelumnya tidak berhasil ia bangun bersama Luna.
•
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kedua
General FictionBerapa banyak orang yang menganggap pernikahan itu sakral? Sepertinya hampir semua orang memiliki pandangan yang sama mengenai pernikahan. Sakral, bukan permainan. Namun, bagaimana jika ada dua orang yang memiliki persepsi lain tentang pernikahan? ...