Diabaikan

35 1 0
                                    

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Arjune dari layar laptop yang sejak beberapa jam lalu ia pandangi tanpa berpaling. Menemukan istrinya memasuki rumah tepat setelah menutup dan mengunci pintu kembali. Senyumnya mengembang ceria ketika membawa tubuhnya bangkit untuk segera menghampiri Luna yang juga melangkah semakin dekat kearahnya.

Namun, alih-alih membalas senyuman, Luna justru terus melangkah melewati tubuhnya tanpa menoleh atau sekadar menatapnya. Tanpa menunggu lama, iapun berbalik dan mengekori sang istri menuju kamarnya.        "Hai, sayang. Udah pulang?"

Luna dengan wajah kusutnya melempar asal tas selempang keatas ranjang disusul dirinya yang juga duduk tepinya. Dua tangan meremas rambut-rambutnya sebelum kemudian turun kebawah mengusal wajahnya dengan kasar. Tampak frustasi.

"Hei, ada apa?"        Arjune yang semula hanya berdiri, kini turut mendudukkan dirinya. Membawa sebelah tangan mendarat kepunggung Luna dan mengusap-usapnya halus penuh rasa sayang. Menenangkan.           "Ada masalah?"

"Capek."
Jawaban singkat dengan nada suara yang sinis. Tidak bersahabat.

"Gimana? Mau cerita? Ada yang bikin kesel pas seminar ya?"

Luna melirik sadis kearah suaminya. Gigi-giginya bergerutuk menahan luapan emosional.        "Kamu."

Dari posisinya, Arjune hanya membuka mulut tanpa suara. Dahinya mengernyit heran, tidak mampu menangkap sinyal yang kirim oleh istrinya.          "Aku?"       Tanyanya sembari mengarahkan jari telunjuk pada dirinya sendiri.           "Aku kenapa? Oh, karena gak jemput kamu?"         Arjune pikir, ia sudah menemukan jawaban hingga tidak perlu lagi meminta penjelasan dari istrinya. Sesegera mungkin meminta maaf karena kelalaiannya hingga menyebabkan istrinya kelelahan.          "Kayanya kemarin aku salah denger, soalnya yang aku denger kamu gak mau dijemput, mau ada acara lanjutan sama temen-temen kamu, gitu."

"Ya emang!"         Nada suaranya meninggi melampau batas kesabaran Luna. Perlu dijelaskan, Luna memiliki ego yang tinggi diatas perempuan pada umumnya. Disinilah, batas kesabaran Arjune selalu diuji.           "Aku capek sama kamu! Kenapa gak ngerti-ngerti sih."

"Ya aku kenapa?"
Belum, ternyata Arjune masih belum menangkap kemana arah pembicaraan mereka akan berlanjut.          "Aku gak ngapa-ngapain lho."

"Kemana aja kamu seharian?!"

"Dirumah lah? Kemana emang?"

"Yakin dirumah aja?!"          Ada sedikit bentakan diakhir kalimat yang dilontarkan oleh Luna. Bola mata yang  selalu memancarkan keteduhan kini menatap suaminya nyalang.

Dihadapannya, Arjune tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Keluar beli makan siang."

"Yakin cuma itu?"

"Ya yakin. Makan malemnya dirumah, aku order grabfood, itu bekasnya masih ditempat sampah."

Terdengar hembus napas kasar penuh ketidak percayaan dari bibir Luna. Ia berdiri dihadapan Arjune, membuat suaminya yang dalam posisi duduk harus sedikit mendongak untuk menatapnya.           "Pinter ya kamu bohong?! Kamu pikir aku gak tau, seharian kemana aja? Aku tau! Aku tau semuanya!"

Disini, Arjune masih sekuat tenaga menjaga emosinya. Tidak ingin terpancing dengan amukan Luna yang seringkali tidak masuk akal, yang hanya akan membuat hubungan mereka memburuk jika ia meladeninya.
"Apa sih? Maksud kamu apa, aku gak ngerti?"

Kedua tangan Luna dilipat didepan dada angkuh. Seringai tipis terbit disebelah sudut bibirnya ketika membuang pandangan dari suaminya.            "Emang bener ya, laki-laki gak bakalan mau ngaku salah walaupun udah ketahuan sekalipun."           Kembali memusatkan pandangan kearah Arjune, Luna menggeritkan geraham tempramen.           "Kamu pikir aku gak tau, ha? Kamu pikir aku gak tau kalau kamu seharian jalan-jalan sama Mila? Makan bareng dia? Peluk-peluk, cium-cium? KAMU PIKIR AKU GAK TAU, ARJUNE?!"

"Mila siapa? Kamu dapet informasi ngawur kaya gitu darimana?"          Mengelak, tentu saja. Arjune kekeh membela diri atas tuduhan yang ia rasa tidak pernah melakukannya.          "Gak usah aneh-aneh, Mila siapa? Aku gak kenal."



"Gak kenal? Kamu bilang gak kenal?"        Menjeda ucapannya, Luna merubah posisi tangannya. Meletakkan kedua telapak tangannya dimasing-masing kedua bahu Arjune, meremas sedikit kencang bersamaan dengan keluarnya kalimat yang penuh penekanan disetiap kata-katanya.          "Mila kamu gak kenal? Bisa banget ya ngarangnya? Rekanku, cewe yang pernah kamu sebut manis didepanku. Inget?"

"Sayang, kan aku cuma bercanda. Kalau aku niat macem-macem, pasti gak didepan kamu juga mujinya."         Arjune mengalah, meski sadar ia tidak sepenuhnya bersalah.       "Oke, aku salah muji-muji cewe lain didepan kamu. Aku minta maaf, gak akan ulangin lagi, janji."

"No."        Gelengen kepala Luna menyusul sebagai pelengkap jawabannya.          "Bukan itu permasalahannya. Mila sendiri yang cerita. Gak literally cerita ke aku, tapi dia cerita sama temennya dideketku. Kamu tau yang kaya gitu tujuannya apa?"

"Aku gak kenal dia in person, okay. Kamu udah kaya gini, aku jelasinpun percuma. Sekarang, tunjukin aku dimana rumahnya, kita samperin, sekalian aku mau denger penjelasannya!"        Marah. Pada akhirnya Arjune terpancing emosi. Berdiri dan menggeser tubuh istrinya untuk meraih jaket yang tergantung dipintu lemari pakaian. Mengenakannya serampangan dan meraih pergelangan Luna yang berusaha melepaskan diri ketika ditarik keluar kamar.

"Kamu ngapain sih, udah gila ya? Aku gak mau?"

Arjune terus mengabaikan teriakan Luna hingga berhasil mendorong tubuhnya memasuki mobil. Tidak perduli ketika istrinya enggan menunjukkan alamat wanita yang istrinya bilang mengarang cerita tentang dirinya. Ia yang cerdik, tentu memiliki seribu satu cara untuk menemukan alamat yang dituju dengan caranya sendiri.














TBC

Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang