Berpikir Ulang

12 1 0
                                    


"Kamu tadi ketemu Luna?"        Adalah kalimat pertama yang Arjune tanyakan pada Sarah begitu keduanya sudah sepenuhnya masuk kedalam kamar; sekembalinya mereka dari rumah sakit.

Andin sudah kembali dari kegiatan kampusnya, sehingga Sarah tidak perlu lagi menahan kantuk tengah malam untuk menemani ibu mertuanya.

Mendengar pertanyaan Arjune, Sarah menolehkan kepala. Menatap suaminya curiga, namun tidak terlalu lama, sebab tanpa sempat bertanyapun, Arjune telah menjawab seluruh rasa penasarannya.        "Papa tadi cerita."
Tentu saja Sarah paham bahwa ayah mertua yang menceritakan semuanya. Maka Sarah menganggukkan kepala tanpa bersuara.           "Berantem juga katanya ya?"

"Gak berantem juga sih, cuma kaya adu mulut dikit."

Arjunepun menganggukkan kepala, menerima jawaban Sarah tanpa menodong pertanyaan lebih banyak. Mengambil satu langkah mendekat, memeluk istrinya sayang.          "Lain kali jangan gitu, ya."          Lengan yang berada dipunggung Sarah tak tinggal diam, bergerak halus memberi elusan ringan guna menyalurkan rasa nyaman yang mendalam.           "Kamu lagi hamil, jangan nekat. Aku gak mau kalian kenapa-kenapa. Kamu dan anak kita."           Lanjutnya sebelum Sarah menangkap perhatiannya yang ambigu justru menimbulkan kesalah pahaman.

Dalam pelukannya, Sarah mengangguk pelan.
"Maaf."        Suara yang keluar dari bibirnya terdengar lemah menyiratkan penyesalan.             "Aku biasanya gak kaya gitu, June. Gak tau, kenapa tadi bisa seemosional itu ngadepin Lunanya. Maaf ya, bikin malu kamu."


"No, no. Gak gitu, Sar. Kamu gak bikin malu, aku ngomong gini cuma pengen kamu lebih hati-hati lagi. Bukan tentang aku, tapi tentang kamu."

Hingga beberapa menit berlalu, keduanya tampak masih larut dalam pelukan hangat satu sama lain. Menikmati kebahagiaan yang sebelumnya tidak mereka dapatkan dari masing-masing pasangan yang terdahulu. Dan Sarah menjadi orang pertama yang melepas pelukannya. Disusul Arjune yang kemudian langkah mundur dengan menyempatkan satu tangan mengusap pipi halus istrinya.

"Aku siapain air hangat ya, kamu tunggu disini."

Sarah sudah hampir melenggang pergi jika saja Arjune tidak lebih dulu menangkap pergelangan tangannya. Tidak ada kekerasan, hanya gerak reflek guna menahan pergerakan istrinya supaya tetap berdiri ditempatnya semula.
"Gak perlu, aku siapin sendiri aja."          Arjune menjeda ucapannya.            "Kamu juga belum mandi kan?"         Begitu melihat Sarah menggeleng kepalanya, seulas senyuman pun terbit dikedua sudut bibir Arjune. Menciptakan lesung pipi kembar menawan, yang tak pernah gagal membuat Sarah mabuk kepayang.             "Mandi bareng? Berendam air hangat di bathtub?" 

Maka Sarah mengeluarkan tawa menanggapinya.           "Sounds good."
















~•°•~






Didam bathtub berisi air hangat dan dipenuhi busa-busa berbagai ukuran, Arjune terpejam seraya menumpu dagunya diatas bahu telanjang Sarah yang duduk tepat didepannya. Kedua lengannya menempati posisi ternyaman melingkari pinggang Sarah yang ramping meski sedang hamil muda. Entah bagaimana cara menjelaskannya, akan tetapi Arjune tidak pernah sekalipun tidak terpukau acap kali memusatkan pandangannya pada tubuh Sarah yang telanjang tanpa busana. Setiap lekukannya terlihat indah, ramping namun cukup berisi dibeberapa bagian yang tepat.

"Sar, menurutmu lebih baik aku ceraiin Luna sekarang atau nanti aja?"



Sarah yang semula juga terpejam larut dalam suasana hening, mendalami rutinitas malam mereka, lantas membuka kedua matanya. Menolehkan kepala kearah belakang, guna melirik wajah suaminya yang ternyata masih memejamkan matanya tenang.           "Tiba-tiba banget?"

"Gak tiba-tiba."             Menjawab pelan, Arjune tampak masih menikmati kehangatan dari punggung Sarah yang bersandar nyaman pada dada bidangnya tanpa jarak sehelai benangpun.             "Papa yang saranin."


Sarah mengerutkan keningnya tidak percaya.            "Kenapa papa kenapa ngasih saran kayak gitu? Kok perasaanku gak enak."

Setelahnya Arjune membuka mata. Menceritakan kembali isi percakapannya dengan sang ayah ketika keduanya masih berada dirumah sakit beberapa waktu lalu.            "Gak enak kenapa? Gak ada hubungannya sama kamu kok."           Jeda, Arjune mengeratkan pelukan pada pinggang Sarah dihadapannya.              "Dua kali malah nyuruhnya. Papa juga bilang mau cariin advokat terbaik biar perceraian lancar. Gimana menurutmu? Kamu pengennya aku sama Luna secepatnya cerai, atau bebasin aku, mau cerai kapanpun?"

Hembusan napas kasar terdengar dari belah bibir Sarah. Bingung.         "Urusan kayak gini gak perlu minta pendapatku gak sih June, harusnya? Maksudku, aku kan pihak luar diantara kamu sama Luna. Gak etis kalau aku ikut-ikutan ngasih saran juga."

"Gak etisnya dimana?"


"Ya, gimana ya, posisiku diantara kalian itu gak bagus. Kalau ditanya maunya kalian cepet cerai atau enggak, ya aku pasti jawab iya, pengen cepet-cepet selesai urusan kalian, biar kamu jadi punyaku seutuhnya. Tapi aku juga mikir, June. Jahat banget gak sih kalau saranin kamu buat cepet ceraiin Luna? Kesannya kaya gak tau diri banget, udah dibahagiain segini banyaknya sama kamu, tapi masih ngelunjak minta lebih."        Jeda, Sarah membawa kedua tangannya mengusap lembut lengan Arjune yang melingkar apik dipinggannya.             "Aku bebasin kamu, June. Pilihan ditanganmu, mau cerai secepatnya atau nantipun, aku cuma pengennya kalian bisa pisah baik-baik, adil dan gak ada yang merasa dirugikan."


"Sar, gak salah aku milih kamu jadi istriku. Beruntung banget rasanya. Maaf ya kalau selama jadi suamimu, aku belum bisa bahagiain kamu seperti yang kamu mau."
Yang tak Sarah sangka adalah Arjune yang tiba-tiba merubah topik pembicaraan mereka. Hal yang tentunya tidak biasa Arjune lakukan ketika sedang berbincang serius dengan orang-orang yang berhubungan dengannya. Arjune biasanya adalah seorang pendengar yang baik bagi orang-orang terdekatnya. Keluarga, bahkan beberapa karyawan yang menyempatkan diri mencurahkan isi hati padanya.               "Aku bakalan selesaiin urusanku sama Luna secepatnya. Punya kamu aja udah cukup, Sar. You know, i just wanna spend the rest of my life with you, and our baby."        Lanjutnya disertai usapan halus dari telapak tangannya yang bergerak memutar pada perut Sarah yang masih rata. Tempat dimana calon buah hatinya singgah menunggu waktu yang tepat untuk hadir melengkapi kebahagian mereka berdua.
Perilaku sederhana yang nyatanya mampu membuat Sarah meneteskan air mata bahagia.



























TBC

Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang