Tepat satu bulan yang akan datang, seharusnya menjadi hari yang istimewa bagi Arjune dan Luna. Ulang tahun pernikahan mereka yang kedua. Arjune sudah merencanakan untuk membawa Luna pergi ke Turki, berbulan madu meski bukan lagi pengantin baru, sekaligus merayakan hari bahagia mereka disana. Akan tetapi, dunia memang tak selalu berjalan sesuai rencana.
Man plans, God laughs.Luna menolak ajakannya dengan alasan dirinya terlalu sibuk. "Banyak urusan lebih penting yang bisa kulakuin ketimbang cuma jalan-jalan gak jelas. Buang-buang waktu, buang-buang tenaga, buang-buang uang."
Perkataan Luna tentu melukai hatinya. Namun lagi-lagi ia hanya mampu menelan getir yang terasa menekan ulu hati. Dadanya sesak, kelopak matanya terasa panas, berkaca-kaca menahan tangis yang enggan ia tumpahkan. Membuatnya kian mempertanyakan apa arti pernikahan mereka dimata Luna.
Setidak pentingkah keberadaannya hingga meluangkan waktu paling lama satu minggu untuk berdua saja Luna menolaknya?Bersisihan dengan punggung Luna, dimana sang istri tidur pulas membelakangi dirinya, ia menghela napas berat. Tanpa ucapan selamat malam, tanpa ciuman hangat pelepas letih sebelum mata sama-sama terlelap, istrinya lebih dulu menjemput nirwana. Entah sudah berapa lama, Arjune merasa dirinya tinggal bersama orang asing dirumahnya. Bertatap muka hanya ketika malam tiba, namun tak pernah saling bertukar sapa. Luna hanya menjawab pertanyaan seperlunya, seolah memang sengaja ingin mengabaikannya.
Saran dari Psikiater tempo hari sudah ia lakukan. Berusaha membawa Luna dalam percakapan, bertukar pikiran dan saling mengoreksi sikap masing-masing pasangan. Namun semuanya berantakan ketika Arjune menjelaskan ketidaknyamanan yang dirasakan. Luna tidak menerima koreksinya, bersikukuh bahwa semua yang Arjune lihat memanglah sifat alami dirinya yang tidak perlu dirubah.
"Ngapain aku harus berubah buat kamu? Dari dulu aku kan emang kaya gini, suka atau gak suka, aku tuh selalu berusaha jadi diri sendiri, versi aku sendiri. Kaya gini juga masih salah kah? Padahal kalau kamu memang cinta, sayang sama aku harusnya kamu bisa nerima kekuranganku, dong! Bukan malah nuntut aku buat jadi kaya yang kamu mau."Malam itu, mata Arjune enggan terpejam. Terlalu banyak pertimbangan yang berlalu lalang dipikiran. Untuk pertama kalinya, satu pemikiran mendesak untuk disuarakan, mau dibawa kemana pernikahan ini?
Sebab dilanjutpun apa gunanya. Ia tidak lagi merasa menjadi sosok suami, tidak ada yang meminta diayomi, tidak ada yang meminta dinafkahi bahkan ia tidak lagi mendapat haknya sebagai laki-laki beristri.Bukan bermaksud mengeluhkan pernikahan yang ia jalankan, akan tetapi rasanya terlalu berat jika hanya dirinya yang berjuang.
Namun ia sadar, menyerahpun bukan jalan keluar. Ia sudah berjanji untuk menerima baik dan buruk Luna dihadapan kerabat serta keluarga. Menerima persyaratan rahasia dari Luna sebelum sumpah janji setia diikrarkan.
"Jangan berekspektasi tinggi sama aku, jangan nuntut aku buat jadi istri penurut kaya permaisuri didrama-drama kolosal, dan satu hal paling penting yang harus kamu inget, jangan biarin keluarga kamu nuntut aku buat hamil, aku gak mau punya anak."Sempat pula Arjune yang merasa heran, kemudian mempertanyakan alasan mengapa Luna enggan memiliki keturunan, namun jawaban yang cukup masuk akal membuatnya bungkam dan pada akhirnya paham. Perkara traumatis yang dialami karena perilaku keluarganya menjadi alasan utama Luna memilih child free pada akhirnya.
"People can change, June, banyak kemungkinan gak terduga yang bakal terjadi dimasa depan. Seperti yang biasa kita bahas, kita nikah bukan buat gak cerai kan, cuma ya gimana cara kita mempertahankan pernikahan kita biar gak cerai aja. Tergantung seberapa kompleks masalah kita nantinya. Saat ini mungkin kita emang saling cinta, tapi ga nutup kemungkinan kalau perasaan kita bakalan berubah. Mungkin perasaanku, atau bisa jadi perasaanmu duluan. Dan kalau saat itu datang, saat kita harus pisah, aku gak mau ngelibatin satu nyawa gak berdosa, yang harusnya hidup bahagia dalam kehangatan keluarga, justru harus jadi korban keegoisan kita. Udah, cukup aku aja yang ngerasain sakitnya jadi anak yang lahir dari keluarga berantakan."
Kala itu, Arjune dengan kesadaran yang seutuhnya, mengiyakan. Menerima persyaratan dari Luna bahwa dalam pernikahan mereka hanya akan ada mereka berdua. Dengan begitu besarnya cinta yang ia miliki untuk Luna, ia pikir hidup berdua saja dengan istrinya tidak akan menjadi kendala. Namun apa daya, bukanlah kehidupan jika tidak ada cobaan.
Dibanding menyerah, mungkin ia hanya perlu lebih bersabar lagi, untuk menggapai kebahagiaan yang selama ini diidam-idamkan.
•
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kedua
General FictionBerapa banyak orang yang menganggap pernikahan itu sakral? Sepertinya hampir semua orang memiliki pandangan yang sama mengenai pernikahan. Sakral, bukan permainan. Namun, bagaimana jika ada dua orang yang memiliki persepsi lain tentang pernikahan? ...