Tidak Berubah

31 1 0
                                    

"Gak ada manusia didunia ini yang sempurna!"

Arjune mencoba menelan makan malamnya dengan susah payah ditemani tudingan dan caci maki dari istrinya. Berusaha tidak memuntahkan kembali isi lambungnya bahkan ketika rasa mual sudah menggelegak naik hingga kerongkongan. Luna tidak juga berhenti melontarkan tuduhan-tuduhan perselingkuhan yang tak pernah sekalipun ia lakukan, bahkan setelah puluhan kali ia mengelak dan menjelaskan.


Sudah enam bulan sejak insiden salah dengar, 一 ya, kejadian dimana Luna menuduhnya berjalan-jalan bersama Mila, rekan kerja Luna dan ia akhirnya membawa paksa Luna menuju rumah Mila untuk meminta penjelasan. Faktanya, Luna hanya salah dengar. Mila memang bercerita dengan teman dekatnya tentang berjalan-jalan dan berpelukan dengan seorang pria, namun bukan Arjune, melainkan Harun, nama kekasih barunya.
Arjune sudah menasehati Luna untuk tidak gegabah, pun Luna sudah meminta maaf atas itu. Sayangnya, kata maaf yang keluar hanyalah ucapan semata. Luna seolah tidak benar-benar belajar dari kesalahan. Ia terus menerus menaruh curiga dan memberondong Arjune dengan tuduhan-tuduhan yang mengganggu pikirannya.

Arjune sendiri hanya memaksa dirinya untuk sabar. Menelan seluruh amarah yang selalu memaksa ingin dilampiaskan. Sebisa mungkin tetap bersikap waras menghadapi sikap istrinya yang selalu diluar nalar. Melihat Luna yang harus bergantung dengan resep psikiater, cukup membuat Arjune merasa buruk karena sering merasa, dirinyalah yang merusak Luna hingga seperti ini.

Seluruh keluarga besar sudah mengetahui permasalahan rumah tangga mereka. Pun semuanya menggantungkan harapan untuk kesembuhan Luna pada dirinya. Baik orang tua Luna ataupun keluarganya sendiri menekan dirinya untuk bersabar, mengerti dan terus mengerti. Tanpa mereka sadari, tekanan-tekanan yang diberikan justru merusaknya secara perlahan.


"Kamu pinter, Arjune. Kamu ganteng, tinggi, fisikmu sempurna, kariermu oke, kamu sayang ke aku, tanggung jawabin aku, menurutmu gak aneh?"         Luna berdiri didepan Arjune dengan raut masam menghakimi.          "Aneh, aneh banget. Tau gak, manusia gak ada yang sempurna, dan yang aku lihat dari kamu cuma kesempurnaan."          Tersenyum sinis seraya menggeleng kepala sarkastis, Luna menatap June dengan sorot meremehkan.           "Kamu selingkuh kan? Feeling perempuan kuat June, feeling istri, aku gak mungkin sampai kaya gini kalau bukan ngandelin feeling?!"


"Aku jawab enggak pun kamu gak akan percaya kan? Yaudah mending aku diem."

"Ya karena kamu gak punya pembelaan!"

Arjune hanya mendongak menatap Luna sesaat, sebelum kemudian kembali menunduk sembari menghela napas lelah.           "Mau kamu apa sih, Lun?"


"Oh? Kamu nanya mau aku apa? Biar apa? Biar aku jawab mau cerai, gitu kan? Mau kamu gitu kan?!"



Cukup bagi Arjune. Ia fikir, tidak ada gunanya mendebat Luna yang sedang dikuasai amarah. Maka, ia memilih bangkit, meninggalkan makan malamnya yang baru berkurang tiga suapan. Sisanya ia biarkan dingin dibaui oleh angin. Namun ketika nyaris melewati sang istri, langkah kakinya terhenti ketika Luna mencengkeram pergelangan tangan kanannya. Menahannya untuk tidak bergerak kemana-mana.

"Mau menghindar?! Atau kamu beneran mau kita cerai? Kenapa? Bosen sama aku? Atau malu kalau orang-orang tahu istrimu sakit jiwa?!"


"Just stop right here."

"No! Kenapa harus stop? Kamu yang harusnya stop nyakitin aku, Arjune! Kamu yang bikin aku kaya gini! Aku sakit jiwa juga gara-gara kamu, gara-gara kamu selingkuhin aku, aku stres karena mikirin kamu, sadar gak sih?!"

Luna benar-benar histeris dihadapannya. Berteriak tanpa kendali, mencacinya dengan kata-kata kasar yang sulit diterima oleh telinganya.

"Hidupku berantakan setelah nikah sama kamu, benar-benar berantakan. Jauh dari semua plan yang udah aku susun. Kamu ngerti gak?!"


"Aku bilang udah, ya udah. Satu setengah tahun pernikahan kita isinya cuma kamu tuduh aku selingkuh, kamu maki aku, makanya mau kamu apa? Kamu bener-bener,"            Arjune tidak melanjutkan ucapannya. Sorot matanya yang tajam tampak seperti busur panah yang seolah mampu mengoyak obyek apapun yang bertatapan dengannya.
"Kamu mau tahu satu hal? Kalau sikapmu kaya gini terus, resep-resep dari psikiatermu juga gak akan bantu kamu. Sampai kapanpun kamu gak akan sembuh, yang ada aku ikutan sakit!"          Memberi penekanan pada akhir kalimatnya, Arjune melepas cengkeraman dari tangan istrinya. Langkahnya yang besar tertuju pada kamar disusul suara gebrakan nyaring suara dari pintu yang dibanting.


Didalam kamarnya yang sepi, ia kembali menangisi dirinya sendiri.






















TBC

Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang