Sudah lima hari terlewat, Luna tak juga memberi isyarat. Tak bersedia menatapnya, apalagi berbicara dengannya.
Arjune bukan enggan membuka pembicaraan, ia hanya menghargai Luna yang memintanya memberi jarak. Untuk tetap membisu sesuai batas waktu.Selama itu pula, hatinya tak pernah tenang. Tidurpun tak pernah nyenyak. Bayangan indah kebersamaan dengan Sarah tak henti-hentinya berlarian dipikiran. Memupuk rasa rindu yang semakin hari semakin menumpuk.
Arjune tak tahan lagi. Hanya diam menunggu keputusan Luna tidak memberi dampak baik bagi kelangsungan hubungan mereka. Ia tak bisa membiarkan Sarah merasakan sakit hati lebih lama lagi. Napsu makan seakan menghilang, maka ketika jam istirahat tiba, Arjune segera melesat dari ruangan, melangkah cepat menuju basement perusahaan tempat dimana mobilnya terparkir rapi dengan nomor khusus yang sudah ia hafal diluar kepala.
Mengendarai mobilnya dengan cepat seolah jalanan adalah milik kakek moyangnya.Tujuannya adalah rumah Sarah yang sudah ia datangi lebih dari tiga kali, dengan perjalanan yang hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar dua puluh menit dari kantornya.
Arjune memarkir mobil didepan pagar rumah Sarah yang terkunci. Dengan rasa percaya diri yang begitu tinggi; setidaknya itulah yang selalu ia rasakan acapkali Sarah membawanya ke rumah untuk sekedar berbincang dengan orang tuanya, ia menekan tombol intercom yang dipasang didinding pagar. Suara ibu Sarah terdengar, mengucap salam dan kunci pagar terbuka otomatis setelah mengetahui dirinya datang. Bahkan tanpa rasa sungkan, ia membuka pintu pagar dan membawa dirinya masuk, menutup kembali pintu pagar sembari menunggu sesaat hingga bunyi klik pelan terdengar, pertanda kunci otomatis sudah berfungsi.
Senyum bibirnya merekah indah mendapati pintu rumah dibuka dan ibu Sarah nampak berdiri menyambutnya. Pelukan hangat ia dapat, sebagaimana kehadirannya selalu disambut sangat hangat oleh kedua orang tua Sarah. Tante Dewi, begitulah Arjune memanggil namanya. Dengan rentetan pertanyaan basa basi, Tante Dewi membawa membawanya memasuki rumahnya yang tidak bisa disebut sederhana. Hanya dengan sekali pandang, Arjune dapat menelaah bahwa semua furniture-nya mewah dan memiliki nilai jual tinggi.
"Sarah gak mau keluar, sudah lima hari, makan dikamar, gak mau mandi. Tante khawatir, nak June." Tante Dewi berucap, tepat setelah meletakkan secangkir teh hangat diatas meja; dihadapan Arjune. "Kalian putus ya?"
Ditempatnya, Arjune menahan keterkejutan dirinya. Kedua mata melebar sempurna, secepat mungkin menutup kembali belah bibirnya yang sempat terbuka. Lantas kepalanya menunduk sesaat, menyusun kalimat yang bisa membuat posisinya tidak terancam. Sebab, sejak awal dirinya datang kerumah Sarah, ia sudah diperkenalkan sebagai kekasih, bukan sekadar teman dekat. Dan tersisa jarak sejengkal saja, ia nyaris melupakannya. "Ah, iya? Sarah bilang begitu ya tante?"
Tante Dewi mengangguk. Raut wajahnya pilu dan Arjune mengerti akan kekhawatiran yang dirasakan ibu Sarah pada anak semata wayangnya. "Iya." Jeda sejenak, "Sebenarnya Tante udah gak kaget dengar Sarah putus sama pacarnya, kaya sudah biasa gitu lho, tapi pas dengar dia bilang kalian putus itu, rasanya tante ikut sedih. Tante udah sayang sama nak June." Ada jeda sekali lagi, Tante Dewi tampak menarik napas panjang. Menyeka air mata yang sempat menetes disebelah pipinya. "Gara-gara Andre lagi ya? Nak June dikirimin video aneh-aneh sama Andre juga ya?"
Rasanya tidak tega melihat Tante Dewi menangisi nasib anaknya. Namun apabila nasib Sarah menerpa anak perempuannya, mungkin Arjune juga merasakan hal yang sama. Karenanya, ia menggeser posisi duduk mendekati Tante Dewi yang tengah menatapnya penuh harap. Kelopak matanya merah, menahan tangis yang ingin mendobrak.
"Tante udah seneng pas Sarah kenalin nak June ke om, sama tante. Om tante bisa lihat, semenjak sama nak June, hari-hari Sarah bahagia. Sarah jadi lebih ceria. Tapi mau bagaimana?" Tante Dewi menjeda ucapan ditengah isak tangisnya. Dengan hati nurani yang dimiliki, Arjune membawa sebelah tangan untuk mengusap seraya menepuk halus bahu tante Dewi. Memberinya ketenangan tanpa menyela penuturannya. "Om tante paham, anak kami ibaratnya udah kotor, ditambah lagi ada video yang disimpan Andre, wajar kalau laki-laki pilih mundur setelah tahu masa lalu Sarah. Kami tahu, kesalahan ada di anak kami, jadi gak apa, kami gak menyalahkan nak June."Sesak menyeruak menyakiti paru-paru hingga rasanya Arjune sulit untuk sekadar bernapas. Bagi orang tua Sarah, dirinya adalah malaikat penolong meski hanya sesaat singgah dihidup Sarah. Namun tanpa mereka tahu, ialah iblis jahanam yang juga berperan menyakiti Sarah, menabur garam pada luka lama yang setengah mati Sarah coba obati. Dengan mata terpejam, ia berkata. "Kita gak putus, tante. Kemarin emang ada sedikit salah paham, tapi hari ini saya mau luruskan. Dan soal video dari Andre, mantan pacar Sarah itu, saya gak peduli. Saya gak pernah peduli sama masa lalu Sarah, yang saya lihat dari Sarah adalah ketulusan dan kelembutan hatinya sama saya, sama om tante selagi orang tuanya, dan juga semua orang. Sarah anaknya sopan, dia juga sayang binatang." Arjune tersenyum saat kembali menggali ingatannya. "Saya pernah lihat dia ngobrol sama kucing liar, ngasih makan sambil elusin kepalanya. Sifat Sarah yang bikin saya jatuh cinta." Kedua tangannya bergerak turun untuk kemudian menggenggam kedua tangan Tante Dewi yang semakin menangis tersedu mendengar penuturannya. Ia mencoba meyakinkan. "Saya janji akan nikahin Sarah, tante. Saya janji." Alih-alih mengatakan kejujuran mengenai statusnya yang sebenarnya sudah menikah, Arjune justru membeberkan janji manis yang ia miliki. "Satu hal yang mau saya katakan, jadi, kita semua tahu, dunia ini penuh rahasia, tapi, apapun yang akan terjadi dimasa mendatang, saya pastikan gak akan ada yang bisa halangin kemauan saya. Jadi saya harap, om dan tante tetap dipihak saya, tetap dukung niat baik saya buat nikahin Sarah. Ya?"
Tante Dewi mengangguk berulang kali. Bagai menemukan berlian ditengah tumpukan kotoran, ia dengan hati yang lapang merestui lamaran tidak resmi Arjune. Menarik Arjune kedalam rengkuhannya, menangis tersedu, membagikan sedikit beban kepada bahu lebar calon menantunya.
"Sarah dikamar, kamu masuk aja ya nak, pintunya gak dikunci. Kamu ngomong semuanya ke Sarah, semua yang barusan kamu omongin ke tante, kasih tau semua ke Sarah. Biar dia senang."Dengan izin dari ibu Sarah, Arjune melangkahkan kedua kakinya menuju kamar Sarah yang terletak dilantai dua rumahnya. Menaiki tangga dengan tergesa, dan membuka pintu kamar tanpa mengetuknya. Dadanya bagai ditusuk belati begitu retina matanya menangkap sosok Sarah tertidur dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya, kecuali kepala. Rambutnya berantakan, wajahnya sembab, yang ia yakini, Sarah hanya berhenti menangis ketika tertidur.
•
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kedua
General FictionBerapa banyak orang yang menganggap pernikahan itu sakral? Sepertinya hampir semua orang memiliki pandangan yang sama mengenai pernikahan. Sakral, bukan permainan. Namun, bagaimana jika ada dua orang yang memiliki persepsi lain tentang pernikahan? ...