46. Sila

362 73 4
                                    

Vote dan komen janlupa!

***

Dari tadi matanya sibuk mengawasi pergerakan abangnya Kevan. Kevan yang  sadar menoleh sekilas dan langsung menanyakan kepada Alen.

"Kenapa?"

Alen mengedipkan matanya, agak terkejut.
"Eng...bang kevan kenal Vana?"

Kevan menghentikan kegiatannya sejenak. "Vana ya? Kenapa emang? Dia ada ganggu lo?" tanya kevan bertubi-tubi.

"Sedikit sih, dia mantan pacar abang kan?"

"Hmm,"

Alen berdecak sebal dengan jawaban Kevan yang kini sibuk kembali mengotak atik laptop di pangkuannya.

"Abang tau? Mantan abang itu gila! Dia ngelakuin sesuatu yang gak terduga. Dia minta imbalan sama Alen buat bantu dia balikan sama abang secara paksa." Sungut Alen menggebu-gebu.

"Dan, dia bilang waktu itu abang bikin dia sakit hati gara-gara abang ngakuin Bella pacar abang di hadapan dia padahal abang tau kalo Bella udah punya pacar."

Kevan menghela nafas.  "Kalo dia macam-macam langsung laporan sama gue, dan cukup sampai sini aja bahas Vana maupun Bella. Karena itu urusan pribadi." katanya sedikit dingin membuat Alen kicep.

***

Alen meneguk ludahnya dalam diam begitupun dengan saudara-saudarinya.

Mereka berlima berdiri di depan rumah minimalis seseorang.

Karena berada di kompleks perumahan, tentu kedatangan mereka menggunakan dua buah mobil menjadi perhatian warga setempat.

Bukan karena apa mereka menjadi perhatian warga, akan tetapi karena warga heran dengan mereka berlima yang dari tadi berdiam diri di tempat sejak tiga puluh menitan yang lalu.

Terlalu gugup atau takut itu yang mereka rasakan dari tadi.

"Dek," panggil seseorang pada mereka. "Nyari siapa?"

Gibran menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Anu nyari Sila sama keluarganya pak,"

"Ohh gitu, kalau pagi di hari libur gini mereka lagi jualan di pasar dek. Jadi rumahnya gak ada orang sekarang."

"Eh? Gak ada ya pak, kalau boleh tau mereka pulang kerumah jam berapa pak?"

"Gak menentu si dek biasanya mereka pulang paling sering jam-"

"Ada apa ya di depan rumah kok rame-rame gini?" tanya seorang laki-laki yang cukup berumur.

"Oh ini mereka katanya nyari bapak sekeluarga, dan ini bapak nya sila yang punya rumah dek."

Gibran langsung mendekat pada laki-laki paruh baya itu dan menyaliminya dengan tangan sedikit bergetar.

"Loh nak kamu kenapa?" yang di salimi terkejut mendapati Gibran menahan isakan tangis.

Gibran mendongak dan tersenyum. "Maaf pak," menoleh pada adik-adiknya di belakang memberi kode agar salim pada ayah Sila.

Dengan bergantian mereka berempat melakukan apa yang di lakukan Gibran.

Alen sendiri sudah tidak kuat untuk menahan tangisnya walau tidak bersuara tapi air mata mengalir dengan deras. Ia teringat kembali cerita Sila mengenai kejadian di masa silam dengan sorot mata sedih yang mendalam dan hasrat rindu dengan orang di tinggalkan.

Bapak itu bingung tidak tau apa yang terjadi di hadapanya. Kenapa anak-anak muda ini menangis dengan tatapan rasa bersalah?

Karena tidak enak berada di luar di liat banyak orang. Bapak itu menyuruh mereka masuk kedalam rumah.

Sebelum itu Gibran berterima kasih terlebih dahulu pada bapak yang sebelumnya memberi informasi.

Di dalam kediaman itu tepatnya di ruang tamu yang hanya beralaskan karpet berbulu hening karena di tinggal pemilik rumah untuk membuatkan minuman di dapur.

"Bang takut," gumam Alen yang di dengar Gibran.

Gibran mengelus punggung sempit Alen bermaksud menenangkan.

Luna sendiri hanya terdiam sibuk memikirkan kejadian apa nanti setelah mereka mengatakan maksud kedatangan mereka.

Kevan meremat tangannya, Leo hanya terdiam sambil menunduk.

Kriett

"Ayah itu di depan mob-- kalian!"

Ibu Sila yang ada di belakang bingung menatap wajah anaknya yang merah padam. "Sila kenapa nak?" tanyanya belum mengetahui jika banyak pasang mata melihat ke arah mereka berdua.

"Oh? Mereka siapa sila? Temen-temen sekolah kamu?"

Sila menoleh pada ibunya lalu tersenyum lembut. "Iya bu mereka temen sekolah Sila, jadi ibu istirahat ya di kamar, Sila mau ngerjain tugas kelompok sebentar sama mereka."

"Tapi sila bilang mau makan ini bareng sama ibu?" katanya sambil menenteng kantong pelastik ukuran sedang.

"Iya nanti sehabis urusan sila selesai ya bu," ucapnya.

Ibu sila mengangguk lalu masuk kedalam kamarnya sesuai permintaan anaknya.

"Kalian ngapain kesini?" ucapnya dingin

"Sila, sesuai perkataan gue tempo lalu. Gue sama saudara gue mau minta maaf atas orang tua kita." ucapnya menatap Sila dengan mata memohon.

"Gak perlu, sebaiknya kalian pergi aja."

Ayah Sila sedikit mendengar percakapan itu menegur anaknya. "Kamu kok gitu sama tamu Sila? Kata ibu tadi mereka temen sekolah kamu, kenapa di usir?"

Perlahan laki-laki paruh baya itu meletakkan minuman di satu tempat yang bernama lengser (aku gak tau di tempat kalian namanya apa, pokoknya benda nya yang itu).

Alen dengan sigap langsung berlutut di dekat kaki Ayah Sila sambil menangis keras. Membuat ayah Sila terkejut bukan main.

Jangankan ayah Sila, Sila sendiri pun juga terkejut termasuk saudara-saudara Alen sendiri.



TBC

Minggu, 06 februari 2022

ARLEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang