35. Impulsif: Dua

3.2K 516 208
                                    

"updatenya lama banget"

Iya, lama banget kan ya? Jujur, aku juga mau update setiap hari seperti author author yang lain. But, keadaan tidak mengizinkan, huhu.

Aku nulis kalau ada ide, jadi kalo idenya ga muncul ya ga nulisಥ_ಥ
Kalian tau lah , ya. Berperang dengan rasa mager itu sangat sulit. Apalagi aku setelah update berasa udah kerja rodi. Jadi, untuk buka wattpad pun kadang males banget.

Kecuali...
Ada notif " Si A mengomentari My Psychopath Patient."
Beuh, aku langsung ngeengg buka wattpad, ngeliat siapa dan apa isi komennya.

Baca komen kalian adalah part favorit selama aku hidup di dunia Oren ini, wkwk.

Jadi, semoga peperangan dengan rasa mager ini cepat selesai dan aku bisa update setiap hari. Maybe。◕‿◕。

Big love buat yang nungguin cerita aneh ini dan untuk yang selalu ninggalin jejak. Luv u!

Happy Reading

****

"Sadarlah Lily, kau bukan berhalusinasi. Hanya saja kau sedang berpura-pura tidak melihatku."

Lily mematung saat suara itu terdengar tepat di dekat telinganya.

"Kekerasan yang diberikan demi kepuasan hati. Mengabaikan rasa sakit yang diterima oleh 'dia' dengan alasan bahwa 'dia' pantas menerima semua itu, Lily kau tau? Kau benar-benar jahat."

Seluruh badan Lily bergetar hebat. Wajah yang sangat dikenalnya kini tengah berada di depan matanya. Wajah yang selama ini memenuhi pikirannya. Dan juga, wajah yang sangat dirindukannya.

"Gerlan? Kau datang untuk menemuiku?" tanya Lily dengan wajah berbinar.

Gerlan tersenyum,"tidak. Aku datang untuk menghukum mu."

Raut wajah Lily yang semula berbinar penuh harap, sekarang terlihat murung saat kalimat itu keluar dari mulut Gerlan. Dia kecewa, setelah sekian lama tidak bertemu, Gerlan malah mengatakan omong kosong padanya.

Sekarang, Gerlan tersenyum manis. Namun, kenapa hal itu malah membuat Lily teringat akan sesuatu? Sesuatu yang sangat familiar sekaligus menyebalkan?

"Seharusnya kau merawatnya dengan baik agar aku bisa bersikap baik padamu. Tapi kenapa kau malah melakukan hal yang sebaliknya?"

Tangan Lily terkepal kuat,"siapa juga yang tahan melihat wajah anak itu? Karena dia aku seperti ini! Karena dia aku menderita, apa kau tau itu!!"

Lily menghirup nafas dalam-dalam. Kekesalannya memuncak saat Gerlan membicarakan Kenzie. Kenapa harus Kenzie? Terlebih lagi, dia bisa melihat Gerlan dengan wajah tenangnya. Seperti biasa, Gerlan selalu saja membuatnya terpikat untuk kesekian kalinya.

"Kenzie itu! Dia terkadang menemuiku dan juga mengancamku! Andai saja dulu aku tidak hanya memukulinya tetapi juga membunuhnya!" teriak Lily dengan amarah yang menyala-nyala.

"Bicara apa kau?" tanya Gerlan dengan mata yang menyalang.

"Kubunuh juga kau jika berani melakukan itu," ancam Gerlan tak main-main. Kedua matanya menyalang, sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman dengan rahang yang mengeras.

"Kenapa kau tidak bunuh diri saja? Bukankah itu lebih baik daripada hidup tersiksa seperti ini? Kau kehilangan suamimu karena anak tirimu dan sekarang kau hanya punya seorang anak laki-laki yang bernama Azka. Dia menyayangimu bukan? Tapi, sepertinya kau tidak sadar dengan apa yang terjadi padanya. Dia lebih menderita darimu, dia yang menanggung dosa dari semua perbuatan kejimu," ujar Gerlan memprovokasi Lily.

My Psychopath Patient (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang