61. Kebebasan

1.5K 178 3
                                    

Happy Reading

*****

"Maju bangs*t!" teriak salah satu preman dengan tubuh tinggi dan kekar dengan tatto tengkorak di bagian leher. Dia menggeram, pasalnya para preman yang datang bersamanya seakan tidak berkutik setelah melihat rombongan para polisi di depan mereka.

"Persetan dengan trauma kalian dengan polisi! Balas yang mereka lakukan pada kita dulu!" teriaknya lagi.

Mereka saling bertatapan, keraguan untuk menyerang mengerubungi tubuh mereka. Dulu saat ditahan, para polisi itu menyerang mereka tanpa perasaan. Bahkan untuk membunuh mereka tidak akan segan.

"Yang kita lakukan ini sudah benar! Kita berada di jalan yang benar, parasit negara seperti mereka memang pantas untuk dihajar! Korupsi! Penganiayaan! Dan sekarang mereka juga ikut serta dalam eksperimen ilegal! Mati pun hari ini kita akan dikenang!" walau terdengar sedikit serak, gema suara itu berhasil membangkitkan semangat mereka.

Polisi memiliki senjata api, sedangkan mereka dengan senjata tajam. Kira-kira, pertumpahan darah akan terjadi di pihak siapa?

"Jangan takut, anak buah Andre kudengar kalian adalah mantan polisi. Aku dan teman-temanku akan menjadi tameng, jika ada celah habisi mereka secepatnya."

Dengan tekad kuat mereka mencoba menyingkirkan para polisi dari pintu depan rumah sakit. Berharap mereka bisa masuk dan menyelamatkan para objek penelitian dan psikiater yang terkurung.

****

"Sean?" kaget Zara melihat laki-laki itu keluar dari sebuah ruangan.

"Kau? Zara?" sahut Sean lalu berjalan menuju gadis itu.

"Apa yang kau lakukan di ruangan itu?" tanya Tristan.

Beberapa detik terdiam, Sean berdehem,"ada sesuatu yang harus kulakukan. Baguslah aku bertemu dengan kalian disini, kita harus keluar dari rumah sakit secepatnya."

"Memangnya apa yang kau lakukan?" tanya Hana, dia maju mendekati Sean.

Hana tidak mengenal Sean tetapi laki-laki itu tentu saja mengenal gadis yang ada di depannya itu.

"Tidak ada waktu untuk menjelaskannya."

Tepat saat Sean menghentikan kalimatnya, terdengar suara tembakan dari salah satu ruangan.

"Kau mendengarnya?" tanya Tristan, dia yakin ada di salah satu ruangan di lantai tempat mereka berada.

"Sial," umpat Sean, dia segera berlari menuju sumber suara itu diikuti dengan Hana, Zara dan juga Tristan.

****

"Bodoh, sudah kubilang jangan sentuh anak dan istriku."

Peluru yang diarahkan Ayah Tristan menembus perut Gerlan. Darah mengalir cukup deras. Kenzie menunduk, ada genangan darah di dekat kakinya.

"Kau yang bodoh Gerlan! Kenapa kau menolong mereka!"

Gerlan terkekeh kecil,"mereka keluargaku. Kau mengarahkan pelurumu pada keturunanku, tentu saja aku marah."

Gerlan sedikit meringis dan terkadang mengumpat karena rasa sakit di area perutnya. Dengan sisa tenaganya, Gerlan bangkit, dia meraih pisau Diana yang terjatuh lalu melemparkannya ke arah Ayah Tristan.

Tepat sasaran, pisau itu berhasil menancap di pahanya. Ayah Tristan menggeram, rasa sakitnya bukan main. Melihat pria itu lumpuh, Gerlan dengan cepat meraih pistol lalu menembakkan satu peluru di kepala Ayah Tristan.

Dor!

Cairan merah itu muncrat mengenai wajah Gerlan.

"GERLAN!"

My Psychopath Patient (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang