XVIII. Rasa Yang Salah

62 19 24
                                    

.

.

.

.

Happy Reading^^

Di bawah langit malam, ditemani rintik yang jatuh ke bumi. Juga hawa dingin yang mulai menusuk ketulang, laki-laki itu masih terdiam. Menerawang jauh keatas sana. Menghirup udara begitu dalam, seakan takkan ada lagi oksigen yang tersisa setelah ini.

"Mana sih, katanya mau ajak main? Gak dateng-dateng!"

"Tau gini, aku iya-in ajakan Nanda."

"Hahh," Enda menghembuskan nafas panjang.

Lagi, ia menatap hamparan langit yang begitu luas. Entah ada apa disana, hingga membuatnya betah berlama-lama dengan posisi yang sama.

Sepi, ia merasa kesepian. Ia merasa kehilangan, ketidakhadiran Arga didekatnya membuat Enda merasa kosong.

Ini adalah pertama kali mereka berpisah, tak berada di rumah yang sama.

Meskipun seringkali bertengkar, namun tak dipungkiri sosok saudaranya begitu mengisi keseharian Enda.

"Ibu wes turu, mas Aby urung muleh. Mas Arga? Hahh," ada jeda di kalimatnya.

(Ibu sudah tidur, mas Aby belum pulang. Mas Arga? Hahh,)

"Pulangnya seminggu sekali, itupun kalo gak males."

Tanpa sadar setetes air terjatuh dari sudut matanya. Enda merasa ditinggalkan oleh kakak-kakaknya. Enda merasa sedang tak dipedulikan, keluarganya sibuk dengan urusan masing-masing.

"Pak, Enda kangen. Bapak suka ajak Enda gelut dalem sarung dulu. Masih inget kan Pak?" ada seulas senyum yang terukir, ia menertawakan dirinya. Dengan siapa ia berbicara? Ia paham betul, tidak akan mendapat jawaban dari pertanyaannya.

"Pak, semuanya berubah. Semenjak Bapak pergi, rumah kita berubah. Gak ada yang teriak untuk sekedar kumpul, atau ganggu tidurku cuma karena suruh bantu Bapak metikin sayur di belakang."

"Ibu sekarang sering sendiri dikamar, Enda yakin Ibu juga punya banyak pikiran di kepalanya. Cuma Ibu gak mau bilang aja ke kita."

"Enda kangen Pak, kangen banget. Kangen ketawa bareng, bercanda dengan lelucon Bapak yang garing kriuk-kriuk hehe."

Tawa kecilnya yang ia tunjukkan sekaligus membawa lebih banyak lagi airmata yang keluar dari pelupuk.

Enda baru sadar, beranjak dewasa itu sulit. Apalagi tanpa sosok pemimpin keluarga. Tanpa sosok seseorang yang betul-betul bisa ia percaya.

Terkadang dirinya menyalahkan kedua kakaknya yang tak selalu bisa berada di sisinya, untuk sekedar tempat bercerita atau bercanda.

Namun kadang ia juga menyalahkan dirinya sendiri yang seperti tak memikirkan kepentingan orang lain. Di hidup mereka bukan hanya dirinya. Ia tak bisa selalu bergantung dengan keluarganya.

***

Seorang gadis terdiam di sudut kamarnya, dengan bayangan kejadian bodoh yang disebabkan oleh dirinya. Bagaimana ia tak tahu? Bagaimana ia tak mengetahui hal penting seperti itu? Sejak kemarin Laras memilih menghindar dari Arga, ia begitu merasa bersalah dengan lelaki yang hampir dibuat tewas. Alergi mungkin terlihat sepele, namun Laras tahu betul jika sebuah alergi dapat menewaskan sang penderita.

Ia menyalahkan dirinya terus menerus, banyak hal yang ia pikirkan. Bagaimana jika kemarin ia tak bertemu Hanan? Bagaimana jika ia tak terpikir untuk menghubungi Melki? Bagaimana jika Arga mengalami kecelakaan akibat efek yang timbul dari alergi tersebut?

Lose You || Lucas Wong✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang