XXIX. Pamit

59 12 8
                                    

.

.

.
Happy Reading^^

Kini sampai pada saatnya dia akan mengatakan hal yang memang sudah dipendamnya sejak kembalinya kerumah. Begitu banyak pertimbangan hingga akhirnya dia berani untuk mengungkapkan hal itu.

Arga berjalan menuju meja makan yang memang dilihatnya seluruh anggota keluarganya sedang berada disana. Dia mengambil tempat disisi Ibu, dan diam. Sementara yang lainnya baru saja selesai menghabiskan makanannya.

Arga melihat situasi yang mungkin sudah tepat ini, "Bu, mas.. Arga mau ngomong sesuatu."

Semua bingung, kecuali Aby yang terlihat sudah mengerti apa yang akan dibicarakan adiknya.

"Arga, emm.. Ini!" Arga menyerahkan kartu nama Bima pada Aby untuk membacanya.

"Apa tuh mas?" Ujar Enda yang penasaran dengan kertas kecil ditangan Aby.

Arga diam, menunggu Aby selesai membaca. Kemudian Aby memberitahukan pada sang Ibu, "Club motor Bu."

Reaksi Ibu-pun sudah dapat ditebak, Ibu terkejut. Ego-nya menyuruh untuk tak mengizinkan apapun itu yang membuat Arga berhubungan dengan balap motor.

Ada alasan lain yang lama Ibu sembunyikan mengapa Ibu tak pernah mengizinkan anaknya berkecimpung di dunia seperti itu.

Ibu terlihat emosi, namun bukan marah Ibu mulai menangis.

"Bu? Maafin Arga. Kalo Ibu nggak izinin, Arga nggak akan pergi."

Ibu meraih tangan anaknya itu, menggenggamnya sangat erat.

Kedua anak lainnya terlihat bingung, tak biasanya Ibu menangis dengan hal seperti ini.

"Ga! Ibu bukan nggak mau izinin. Tapi ada hal yang bikin Ibu trauma sampai saat ini."

Ibu seperti menerawang jauh ingatannya, sakit harus mengulang kembali ingatan yang harusnya sudah terkubur dalam.

"Dulu, pak'de kalian, yang belum sempat kalian lihat atau kenal itu hobi nya balap. Bahkan dia menguasai banyak trik, dan sering memenangi banyak lomba. Awalnya sama, cuma coba-coba juga untuk nambah uang jajan aja. Tapi mas Pras keterusan!"

Ketiga anak Ibu mendengarkan dengan serius, sementara Arga yang berada di samping Ibu mengusap airmata yang sudah jatuh di pipi wanita yang sudah menua termakan usia tersebut.

"Sama dengan Ibu, dulu simbah kalian juga nggak pernah setuju dengan hobi itu. Sampai suatu saat hal yang sangat kami takutkan terjadi." Ibu menghentikan ceritanya, dadanya terasa sangat sesak. Kejadiannya memang sudah berpuluh tahun silam. Namun rasa kehilangan itu terkadang masih membuatnya sedih.

"Ibu nggak usah lanjutin ceritanya." Ucap Enda yang tidak menginginkan melihat sang Ibu merasa semakin sakit.

Tapi Ibu menggeleng, ia ingin melanjutkan. Meskipun mungkin mereka sudah mengerti akhirnya.

"Hal yang buat Ibu trauma dengan motor begitu lama, bahkan Ibu sempat membenci semua teman-teman juga jalanan yang bikin dia pergi. Dia pergi sangat cepat, malam itu mas Pras bilang ke Ibu untuk merahasiakan dirinya yang keluar rumah. Dengan bodohnya Ibu mengiyakan karena Ibu dijanjikan akan dibelikan sepatu jika dia memenangkan track malam itu."

"Ibu masih ingat, pukul satu malam. Simbah kalian terutama simbah putri menangis dan berteriak sejadinya. Ibu yang sudah tidur terkejut dengan teriakan simbah dan keluar untuk lihat apa yang terjadi."

"Saat Ibu tau, apa yang membuatnya menjerit tengah malam itu seketika kaki Ibu lemas. Bagaimana bisa Ibu mengizinkan mas Pras menjemput ajalnya."

Semua terdiam mendengar cerita sang Ibu, karena selama ini yang mereka tahu hanya salah satu saudara Ibu meninggal karena kecelakaan.

Lose You || Lucas Wong✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang