XIV. Sisi Lain

73 23 29
                                    

.

.

.

.

Happy Reading^^

Seorang perempuan menempelkan telingnya pada dinding kamar, berharap mendengar sesuatu dari rumah sebelahnya. Namun nihil, ia tak mendengar apapun disana.

"Ras? Kamu ngapain?"

Laras segera beranjak dari posisi nya, "Eh Ma, gak ngapa-ngapain kok."

"Kamu tuh jangan terlalu ngurusin hidup orang, kamu sendiri lho belum bisa kaya kakak-mu."

Lagi, kalimat yang membuatnya muak setengah mati. Ia benci dengan hidupnya yang selalu menjadi bayang-bayang kakaknya. Laras pikir, dia adalah dia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. 

Dia tak akan pernah bisa menjadi seperti kakaknya.

Sesak menjalar kembali di hatinya, perkara seperti ini memang bukan pertama kali. Namun hati nya tetaplah memiliki perasaan. Yang sering dianggap sepele oleh anggota keluarganya.

"Ma, cukup. Laras punya jalan sendiri untuk Laras."

"Jalan yang seperti apa? Ranking kamu selalu ada di tengah-tengah. Liat kakak mu, mba Faras selalu juara kelas."

"Ras, Mama cuma mau kamu itu sukses. masuk PNS kaya mba Faras, lalu hidupmu enak."

Laras merasa jengah dengan kata-kata seperti itu, selama hidupnya ia harus mengikuti jejak kakaknya. Dari mulai sekolah dasar, hingga jurusan saat ini ia bersekolah. Semua adalah pilihan kakaknya.

Laras tak pernah sekalipun diberi hak dan kesempatan untuk memilih.

"Ma, Laras ya Laras. mba Faras ya mba Faras. Kita punya hidup masing-masing. Otak kita beda Bu!"

Plak..

"Bagus, gini kalo kamu bergaul sama Arga terus. Kelakuanmu semakin gak ada aturan Laras."

Laras mengusap pipi-nya, rasanya begitu perih. Dan ini bukan juga pertama kalinya. "Gak usah salahin aku bergaul sama siapa Ma! Ini gak ada sangkut pautnya sama Arga."

Laras mendorong pelan Ibu nya, memaksa agar keluar dari kamarnya, ia mengunci rapat pintu. Terlalu lelah untuk sekedar sakit hati dengan perlakuan sang Ibu atau yang lainnya. Ini sudah sering terjadi.

***

Arga sudah berada didalam kamar Aby, ia duduk di ranjang. Sementara Aby duduk di kursi tempatnya biasa bekerja atau belajar.

"Maaf."

"Maafin Arga, mas."

Lidahnya yang kelu berhasil mengucapkan kalimat yang sebelumnya begitu sulit di keluarkan, Arga berhasil. Ia berhasil mengalahkan ego dan gengsi nya. Ia berhasil mengucapkan kata yang begitu sakral di ucapkan pada kakaknya dan keluarganya.

Aby menghampiri adiknya, duduk disamping kanan Arga. Menarik tubuh bongsor adiknya kedalam pelukan. 

Mungkin ini pertama kalinya setelah mereka beranjak dewasa, saling berpelukan satu sama lain. Arga yang berubah menjadi pendiam membuat mereka jarang sekali terlibat kontak fisik seperti ini.

Ada haru yang mereka rasakan, terlebih Aby memang pria yang mudah tersentuh. Ia terisak dengan hanya mendengar adiknya mau meminta maaf lebih dulu. Ia seperti telah memecahkan batu yang begitu keras saat ini.

Lose You || Lucas Wong✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang