Enam

271 31 8
                                    

Setelah menghabiskan dua hari di Bali, saat ini Adelle dan Regulus sudah berdiri di teras megah kediaman Dirgantara. Ini adalah pertama kalinya Adelle menginjakkan kaki di rumah Dirgantara. Sebelum pernikahan, Adelle memang sempat menghabiskan waktu bersama dengan ibu Regulus, namun dia sama sekali belum pernah berkunjung ke rumah mertuanya itu.

"Kita harus kelihatan akur di depan Mama!" ujar Regulus.

"Kamu udah ngomong itu puluhan kali sejak masih di pesawat. Aku bosen dengernya," balas Adelle.

Regulus berdecak jengkel kepada Adelle sebelum menekan bel rumah. Pria itu lantas merangkul pinggang sang istri dengan erat dan mulai memasang senyuman palsu di wajahnya.

Pintu rumah terbuka, menampilkan wanita paruh baya dalam balutan gaun pelayan.
"Den Regi. Sudah pulang?" sapa si pelayan dengan sopan.

Regulus mengangguk. "Udah, Bi. Kenalkan, ini istri saya Adelle. Dan ini Bi Inun, kepala asisten rumah tangga di sini," ujar Regulus saling mengenalkan dua orang di dekatnya itu.

Adelle mengangguk sopan menyapa Bi Inun, begitu pula sebaliknya.

"Mama di mana, Bi?" tanya Regulus.

"Nyonya ada di halaman belakang, sedang bersama Den Al dan Mbak Anila," sahut Bi Inun sambil menyebut nama istri dari Aldebaran.

"Aku nyusul Mama ya, Bi!"

"Iya, Den. Silakan. Nanti kopernya biar Bibi suruh pelayan lain yang bawa ke kamar."

Regulus mengajak Adelle masuk ke dalam rumah, meninggalkan Bi Inun yang memanggil beberapa pekerja untuk membawa barang bawaan mereka masuk.

"Ini kamu mau terus merangkul aku sampai ke halaman belakang?" tanya Adelle yang sedikit kesulitan berjalan karena Regulus terus merangkulnya.

"Di rumah ini banyak pekerja, gue mau mereka berpikir kalau kita benar-benar bahagia dan saling jatuh cinta."

"Kenapa harus begitu?" tanya Adelle.

"Apa lagi? Tentu untuk meyakinkan Mas Al kalau gue ini udah jadi lelaki dewasa yang bertanggung jawab. Kalau Mas Al udah yakin, baru gue bisa diangkat jadi CEO."

"Terus kalau kamu udah jadi CEO, keuntungan apa yang bisa kudapatkan?" tanya Adelle.

Regulus berdecak. "Lo mau apa dari gue? Tinggal sebut aja!"

"Kalau kuminta kamu untuk enggak menceraikanku, bisa?"

Regulus seketika menghentikan langkah kakinya kemudian menatap Adelle.
"Lo ngomong apa?"

Adelle mengedikkan bahunya. "Aku tahu kamu menikahiku karena memiliki satu tujuan. Aku adalah jembatan bagimu untuk menuju ke sana. Jika tujuanmu sudah tercapai pasti kamu akan meninggalkanku. Tapi untuk sekarang aku sama sekali enggak berniat menjadi janda. Jadi kuminta kamu untuk enggak menceraikanku, boleh?"

"Hiduplah dalam harapan lo sendiri, Adelle! Gue bakalan tetep menceraikan lo setelah semua tujuan gue tercapai."

"Oke kalau begitu aku akan menghalangimu mencapai tujuanmu dalam waktu dekat."

"Mau lo apaan, sih? Berani lo ngancem-ngancem gue? Lo enggak kenal siapa gue, jadi enggak usah coba-coba buat bikin gue emosi!" kata Regulus yang seketika melepaskan rangkulannya di pinggang Adelle.

"Kenapa?" tantang Adelle, "kenapa memangnya kalau kamu emosi? Mau membanting barang? Atau mau melukaiku? Aku udah enggak kaget, Regulus! Aku punya pengalaman memiliki pasangan yang kasar setiap marah, Ben Martin, mantan tunangan pertamaku. Aku juga punya pengalaman memiliki pasangan yang mencintai wanita lain, Keenan Dinata, mantan tunangan keduaku. Apa pun yang akan kamu lakukan ke aku, sama sekali enggak bisa membuatku kaget!"

Seandainya PerihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang