Dua puluh lima

385 67 9
                                    

Jarum jam di dinding ruangan pria itu menunjukkan pukul 12.15 siang. Sudah terlambat lima belas menit baginya untuk mendapatkan waktu istirahat makan siang. Regulus, si pemilik ruangan akhirnya merapikan meja kerja dan berniat untuk makan siang. Namun gerakannya merapikan meja terhenti ketika mendengar ketukan di pintu ruangan.

"Masuk," kata Regulus mempersilakan siapa pun yang berniat masuk ke ruangannya tersebut.

Pintu ruangan terbuka, menampilkan sang kakak, Aldebaran dengan wajah datar serta dingin persis seperti biasa.

"Mas Al, ada apa?" tanya Regulus yang merasa asing dengan keadaan ini. Pasalnya semenjak dia menikah, Aldebaran sangat jarang sekali datang menemuinya seperti ini.

"Lunch?"

Regulus menggeleng, segera mengerti maksud dari perkataan sang kakak yang sangat jarang sekali bersuara itu. "Belum, ini baru mau keluar."

"Sama mas aja. Makan di luar."

"Oke, lima menit lagi ketemu di lobi," sahut Regulus kalem.

Sang kakak mengangguk sekali sebelum keluar dan kembali menutup pintu.

Sepeninggalan sang kakak, Regulus segera melanjutkan kegiatan merapikan meja. Tak lupa Regulus juga memasukkan ponselnya di meja ke dalam saku jas. Selesai dengan kegiatannya, si bungsu Dirgantara itu segera keluar dari ruangan dan menghampiri sang kakak yang pasti sudah menunggu kedatangan dirinya di lobi.

"Mas Al, ayo!" Ajak Regulus begitu mendapati si sulung Dirgantara tengah berdiri di lobi menunggunya.

Melihat sang adik sudah datang sesuai dengan waktu yang dijanjikan, Aldebaran segera melangkah mengikuti sang adik menuju basemen tempat super car sang adik diparkirkan. Pria itu juga langsung ikut masuk ke dalam super car kesayangan Regulus. Ketika mobil itu meluncur pun Aldebaran sama sekali tidak bertanya ke mana Regulus akan membawanya. Aldebaran sangat paham bahwa sang adik memiliki selera yang serupa dengannya sehingga dia merasa tak perlu meragukan restoran pilihan adiknya itu.

"Mas ngapain? Tumben. Udah lama enggak ngajak lunch bareng," tanya Regulus ketika mobil yang dia kendarai meluncur di jalan raya.

"Ada sesuatu yang mau saya bahas sama kamu."

Dahi Regulus berkerut. "Urusan pekerjaan?"

"Bukan," sahut Aldebaran, "urusan keluarga."

Regulus mengangguk saja, meskipun batinnya merasa tidak enak sekali. Dia yakin sang kakak ingin membahas sesuatu yang mungkin akan terlalu berat untuk sekedar obrolan di sela makan siang.

Setelah hening yang terasa tidak canggung sama sekali, pasalnya Regulus serta Aldebaran memang sudah sangat terbiasa saling diam jika tidak ada bahan obrolan yang penting, mereka pun tiba di restoran  Cina yang terdekat dari kantor mereka.

"Chinese food buat lunch?" tanya Aldebaran setelah mobil sang adik terparkir dengan benar di tempat parkir restoran.

Regulus mengangguk sembari melepaskan seat belt-nya. "Iya. Lagi pengin makan yang pedes."

Tanpa suara, Aldebaran turut melepas seat belt dan turun dari mobil bersama sang adik. Kedua kakak beradik itu lantas memasuki restoran dan memilih meja. Setelah berhasil memilih meja, keduanya duduk berhadapan lalu memesan menu. Sambil menunggu makanan tiba, Regulus menatap sang kakak karena penasaran dengan apa yang ingin sang kakak bahas.

"Ada apa, Mas?" tanya Regulus.

Aldebaran membuang napas sekilas sebelum mulai berbicara. "Mas tahu, Regi."

"Tahu apa?"

"Tahu bahwa kamu masih berhubungan sama pacarmu meskipun kamu sudah menikah. Mas juga tahu kalau kamu sering meninggalkan istrimu dan menginap di rumah aktris itu."

Seandainya PerihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang