Halaman belakang rumah megah Ainesh Albara malam ini dihias dengan sangat cantik. Lampu-lampu neon sengaja dipasang di sekitar pohon-pohon yang tumbuh di sana. Deretan meja penuh makanan serta minuman sudah tersusun rapi, begitu pula meja serta kursi yang disediakan untuk para tamu yang hadir dalam acara pertunangan Adelle Albara dengan Regulus Dirgantara. Bukan pesta pertunangan yang besar, hanya pesta sederhana yang dihadiri oleh rekan-rekan terdekat. Namun, sederhana dalam skala Albara sangatlah berbeda dari sederhana dalam skala masyarakat pada umumnya. Lebih dari lima puluh keluarga konglomerat turut hadir dalam acara itu.
Sementara si pemeran utama malam ini, Adelle Albara masih berada dalam kamarnya bersama beberapa penata rias dan hair stylish yang hampir menyelesaikan pekerjaannya.
"So pretty," puji seorang pria bertato yang menjadi hair stylish Adelle malam ini.
Adelle tersenyum. "Thanks, semua ini berkatmu, George."
"Bukan Adelle, semua ini karena kamu terlahir dengan wajah yang cantik. Jangan lupa berterima kasih kepada ibumu yang sudah melahirkanmu dalam rupa menawan ini."
Adelle mengangguk menanggapi perkataan George, "Aku pasti akan berterima kasih kepadanya."
Beberapa saat kemudian, seluruh penata rias dan hair stylish berpamitan karena sudah menyelesaikan pekerjaannya. Meninggalkan si pemilik kamar sendirian.
Adelle duduk di depan meja rias, menatap pantulan dirinya di cermin besar meja riasnya. Cantik, Adelle tahu malam ini dia terlihat sangat cantik dalam balutan dress berwarna biru pastel dan make up flawless yang menghiasi wajahnya. Rambut panjangnya ditata menjadi sebuah sanggul, membuat leher jenjang itu terlihat semakin menawan. Bahkan tanpa aksesoris apa pun di rambutnya, Adelle tetap terlihat mewah seperti seorang putri kerajaan.
Bukan, ini bukan pertama kalinya Adelle dirias sedemikian rupa. Ini sudah ketiga kalinya. Benar, dia sudah hampir tiga kali bertunangan. Dia bahkan sudah tidak bisa merasakan sensasi apa pun lagi saat ini, padahal acara pertunangannya akan dimulai beberapa menit lagi. Tidak ada rasa gembira, takut, cemas, senang dan perasaan meletup-letup yang dahulu dia rasakan di acara pertunangan pertamanya dengan Ben Martin, sang mantan tunangan pertama. Tak ada juga rasa sedih, terluka, bersalah dan terpaksa yang dia rasakan ketika pertunangan keduanya dengan Keenan Dinata berlangsung. Saat ini, Adelle benar-benar tidak merasakan apapun. Dia hanya ingin acara ini segera selesai sehingga dia bisa segera pulang ke apartemennya yang nyaman. Berada di rumah besar Albara sangat membuat Adelle merasa asing. Gadis itu merasa bahwa rumah tempat dia dibesarkan itu sama sekali bukan lagi rumahnya. Dia di sana hanya karena dia merupakan bagian dari Albara.
Suara ketukan di pintu kamar mengalihkan perhatian Adelle, disusul dengan terbukanya pintu ganda kamar gadis itu, menampilkan empat orang wanita yang memakai dress beraneka warna. Mereka adalah Jasmine si kakak sulungnya, Chriss dan Cathy si kakak kembarnya dan terakhir Amasha si sahabat baik Adelle yang saat ini berstatus sebagai kekasih dari Keenan Dinata, mantan tunangan kedua Adelle.
"Boleh masuk?" tanya Jasmine yang malam ini memakai long dress berwarna khaki.
"Boleh," sahut Adelle.
Keempat wanita itu masuk ke dalam kamar Adelle, menghampiri si pemilik kamar sembari tersenyum.
"Kamu cantik banget, Del!" puji Amasha.
Adelle tersenyum, "Makasih."
"Masih ada waktu buat lari kalau kamu berubah pikiran, Del!" kata Jasmine.
"Enggak, Kak," sahut Adelle, "aku enggak akan berubah pikiran. Aku akan tetap menikahi putra bungsu Dirgantara kemudian menjadi menantu dari keluarga konglomerat, aku akan hidup bahagia serta makmur seperti Kak Cathy."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seandainya Perih
RomanceHanya karena kamu itu bintang paling terang di langit, bukan berarti kamu adalah pemilik alam semesta, Regulus. Adelle- ***** Sebelumnya aku adalah lelaki baik yang hanya mencintai Nicta, tapi Adelle datang dan membuatku berubah menjadi monster yang...