Adelle mengerjab beberapa kali, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke kornea matanya. Setelah pandangannya benar-benar jelas, Adelle mengamati sekitar. Ruangan mewah dengan nuansa putih ini jelas terasa sangat asing bagi gadis itu. Adelle menggerakkan tubuhnya perlahan, ketika berusaha menggerakkan tangan dia menyadari bahwa sebelah tangannya diinfus. Adelle mengangkat tangannya yang bebas dari selang infus kemudian menyentuh wajah, gadis itu lantas melepaskan selang oksigen dari hidungnya. Menggeliat perlahan, Adelle berusaha mendudukkan diri di atas brankarnya. Setelah berhasil duduk, Adelle mengedarkan pandangan ke sekitar sebelum berasumsi bahwa dia sedang berada di bangsal VIP rumah sakit. Asumsi itu semakin diperkuat dengan pakaian pasien yang saat ini melekat di tubuhnya, menggantikan long dress warna khaki yang dia pakai terakhir kali.
Adelle sedikit terkejut saat matanya menangkap sosok Regulus tengah tertidur dalam posisi duduk di sofa. Bagaimana bisa pria itu ada di sini bersamanya?
Si bungsu Albara mulai mengingat kejadian yang sebelumnya. Lalu ingatan gadis itu sedikit memutar memori di mana terakhir kali dirinya berada di restoran bersama keluarga Dirgantara. Lalu tiba-tiba Adelle merasa mual hingga akhirnya kesulitan bernapas. Adelle masih mengingat bagaimana Regulus menggendong dan membawanya melaju dengan super car kesayangan pria itu. Selebihnya Adelle tidak mengingat apa pun lagi, sepertinya kesadaran gadis itu hilang ketika dia masih berada di mobil. Adelle benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya.
"Regulus," desis Adelle. Sebenarnya gadis itu ingin memanggil Regulus namun yang keluar dari tenggorokan keringnya hanyalah desisan pelan.
Regulus segera membuka mata ketika mendengar namanya dipanggil. Pandangan pria itu langsung tertuju kepada Adelle yang terkejut karena melihat Regulus terbangun dengan mudah hanya setelah mendengar suara desisannya.
Melihat Adelle yang sudah terduduk membuat Regulus segera bangkit dan menghampiri gadis itu.
"Lo udah bangun dari tadi? Kenapa enggak langsung bangunin gue? Mana yang sakit? Ada yang perlu gue ambilin? Butuh sesuatu?" tanya Regulus bertubi-tubi sembari menekan tombol panggilan di dinding samping brankar Adelle. Tujuannya agar dokter datang untuk memeriksa kondisi Adelle pasca siuman.Adelle hanya menatap lurus wajah Regulus membuat sang empunya merasa keheranan. "Kenapa?" tanya Regulus.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Adelle pelan.
Regulus menatap Adelle. "Apa itu hal pertama yang terlintas di kepala lo saat ini? Lo lebih penasaran sama alasan keberadaan gue di sini daripada kondisi diri lo sendiri?"
Adelle hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Regulus.
Regulus menghela napas. "Lo enggak penasaran sama alasan lo bisa ada di sini?"
Adelle menggeleng. "Aku enggak terlalu penasaran. Tapi kalau kamu mau jelasin ya kudengerin. Karena aku cuma ingat terakhir kali merasakan sesak napas yang anehnya terasa enggak asing. Kayaknya aku pernah mengalami hal ini sebelumnya."
"Lo baru aja melewati masa kritis karena syok anafilaktik. Lo hampir ketemu sama maut!"
Mendengar perkataan Regulus, Adelle hanya mengangguk pelan. "Pantas rasanya enggak asing. Aku pernah mengalami ini tiga kali sebelumnya. Saat masih SD, saat menjenguk Ryu waktu dia SMA di London, dan terakhir saat aku masih kuliah di London juga."
"Lo enggak merasa itu hal yang menakutkan? Kenapa lo setenang itu menceritakan pengalaman sekarat lo sendiri?"
Adelle menggeleng. "Aku..... Enggak tahu."
Pintu ruangan terbuka, Amasha masuk bersama dengan dua orang perawat.
"Adelle Albara, berani-beraninya kamu datang ke IGD dua kali sehari! Kamu pikir IGD itu semacam kafe atau taman bermain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seandainya Perih
RomanceHanya karena kamu itu bintang paling terang di langit, bukan berarti kamu adalah pemilik alam semesta, Regulus. Adelle- ***** Sebelumnya aku adalah lelaki baik yang hanya mencintai Nicta, tapi Adelle datang dan membuatku berubah menjadi monster yang...