Rumah adalah tempat pulang bagi semua orang. Tempat paling nyaman dan tempat di mana seseorang benar-benar bisa menjadi dirinya sendiri. Tidak ada tempat yang seperti rumah. Selamanya, rumah adalah tempat yang menjadi tujuan untuk pulang.
Begitulah bagaimana kebanyakan orang mendeskripsikan rumah. Sayangnya tidak begitu bagi Adelle yang saat ini berdiri di dalam sebuah rumah dua lantai yang merupakan hadiah pernikahan untuknya dan Regulus. Mulai saat ini dan seterusnya, tempat ini akan menjadi rumahnya bersama Regulus, sayangnya tempat itu sama sekali tidak bisa Adelle sebut sebagai tempat yang akan menjadi tujuan pulangnya. Bagaimana bisa Adelle menjadikan tempat yang dia huni bersama orang asing itu sebagai tujuan pulang? Orang asing? Ya, Regulus adalah orang asing yang secara kebetulan menjadi suaminya.
"Karena rumah ini kecil, jadi enggak perlu ada pembantu, 'kan? Lo biasa ngurus rumah sendiri waktu tinggal di apartemen, 'kan?"
Adelle mengangguk. "Walaupun bungsu, aku bukan bungsu yang manja kayak kamu!"
Regulus mendengus. "Lo enggak bisa ya sehari aja enggak ngeselin?"
Adelle hanya mengedikkan bahunya.
"Rumah ini letaknya di dalam komplek, jadi enggak perlu nyewa satpam juga."
"Kamu kenapa, sih? Kok kelihatannya sengaja banget enggak mau mempekerjakan orang," kata Adelle.
"Emang," sahut Regulus, "biar Nicta bebas datang ke sini. Kalau ada pekerja 'kan ribet. Nanti mereka ngadu ke Mama, bisa habis gue."
"Jangan main api kalau enggak mau terbakar!" kata Adelle sebelum menyeret kopernya menuju kamar utama di lantai dua.
"Berisik lo!" balas Regulus.
Begitu Adelle sampai di kamar utama dan mulai membongkar isi koper, Regulus menyusul masuk ke kamar.
"Kamu ngapain?" tanya Adelle.
"Ngapai lagi? Ya mau nyuruh lo beresin barang gue lah!" ujar pria itu sembari menyodorkan kopernya ke dekat Adelle.
"Kamu mau berbagi kamar sama aku?" tanya Adelle lagi, "ada banyak kamar lain di rumah ini."
"Berisik!" ketus Regulus, "kalau Mama tiba-tiba mampir dan tahu kita enggak sekamar, apa kata Mama nanti?"
"Ya enggak tahu, kenapa kamu nanya ke aku?"
"Lo emang ngeselin, sumpah. Udah enggak usah banyak ngomong, mendingan lo beresin barang gue terus masak makan malem deh! Gue laper."
Setelah mengatakannya, Regulus keluar dari kamar, meninggalkan Adelle yang menghela napas sambil mulai merapikan barang-barang miliknya dan milik sang suami.Setelah selesai membereskan barang-barang, Adelle mengganti dress-nya dengan pakaian santai kemudian keluar dari kamar dan menuju dapur. Saat melewati ruang tengah, gadis itu mendapati sang suami tengah berbaring di sofa sambil melakukan panggilan video bersama pacarnya. Adelle hanya melirik singkat ke arah Regulus kemudian melanjutkan langkahnya ke dapur.
Adelle membongkar plastik belanjaan yang tadi dibelinya bersama Regulus saat dalam perjalanan. Gadis itu pun mulai memasak beberapa menu makan malam. Mungkin sekitar setengah jam memasak, Adelle menghampiri Regulus dan menyuruhnya makan malam.
"Lo enggak makan?" tanya Regulus ketika melihat Adelle membersihkan kitchen bar.
"Aku enggak terbiasa makan malam."
"Terus kenapa lo masak sebanyak ini kalau lo enggak makan?"
"Karena aku enggak tahu sebanyak apa porsi makanmu."
Regulus mendecih begitu mendengar jawaban Adelle.
"Aku besok udah mulai kerja, kamu masih libur atau udah masuk? Kalau masih libur enggak aku bangunin," ujar Adelle.
"Enggak usah sok perhatian, gue bisa ngurus diri gue sendiri!"
"Ujar seseorang yang sedang memakan masakan orang lain," balas Adelle.
"Bodo amat gue enggak denger," ketus Regulus sambil terus melahap makanannya.
Setelah sang suami selesai makan, Adelle membersihkan meja makan, mencuci piring lalu pergi ke kamar untuk tidur. Tidak Adelle hiraukan bagaimana Regulus yang kembali berbaring di sofa ruang tamu sambil melanjutkan video call-nya.
Begitu masuk ke kamar, Adelle segera merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata. Walaupun dia tidak tahu apa yang akan terjadi di hari esok, Adelle tetap ingin memejamkan mata untuk saat ini. Berharap semuanya hanya mimpi buruk dan dia akan bangun lagi esok pagi di apartemennya yang nyaman.
Sayangnya semua itu bukan mimpi. Adelle tetap terbangun di kamar yang sama keesokan paginya. Gadis itu melihat ke samping tempat tidurnya yang kosong dan masih rapi, pertanda bahwa sang suami tidak tidur di sana semalam.
Perlahan Adelle bangkit dan pergi mandi. Selesai mandi gadis itu bersiap mengenakan pakaian kerjanya dan menuju dapur untuk membuat sarapan. Adelle melihat sang suami tertidur di sofa ruang tengah dengan ponsel yang menempel di wajahnya. Tak ingin menghiraukan, Adelle melanjutkan langkahnya menuju dapur.
Setelah menyiapkan sarapan untuk dirinya dan sang suami, Adelle memasukkan porsi sarapannya sendiri ke dalam kotak makan dan membawa kotak itu ke tempat kerjanya, Albara hotel.
Adelle mengendarai mobilnya sendiri menuju Albara hotel. Begitu sampai di lobi hotel, gadis itu disambut oleh para bawahannya dengan ucapan selamat atas pernikahannya. Ucapan selamat yang tidak henti-hentinya dia dengar sepanjang hari. Adelle terus mengucapkan terima kasih sambil tersenyum, meskipun dia sendiri tak yakin apakah pernikahannya itu pantas diberi ucapan selamat.
Setelah melewati satu hari kerja yang sangat melelahkan, Adelle masih harus kembali ke rumah dan menemukan keadaan yang jauh lebih menguras seluruh tenaga serta emosinya.
Di dalam rumah itu, Adelle melihat Regulus dan Nicta sedang duduk saling berpelukan di sofa ruang tengah.
"Bukannya enggak pantas bermesraan dengan simpananmu di dalam rumah yang kamu huni bersama istrimu, Regulus?" tegur Adelle.
Regulus dan Nicta menoleh ke arah Adelle.
"Udah balik lo? Bagus deh. Buruan beresin barang-barang lo di kamar, Nicta mau nginep di sini beberapa hari. Dia nginep di kamar utama sama gue."
"Enggak!" kata Adelle tegas.
"Enggak apa?" tantang Regulus.
"Aku enggak akan pindah kamar. Itu kamar kita dan dia cuma tamu, dia enggak berhak tidur di kamar itu!"
"Enggak usah ngomong seolah gue iklas berbagi kamar sama lo, ya! Lagian enggak mungkin gue biarin Nicta tidur di kamar tamu sendirian."
"Aku tetap enggak akan pindah kamar. Itu kamarku!"
"Tapi itu juga kamar gue! Gue berhak menentukan siapa yang boleh tidur di kamar itu!"
"Terserah. Aku akan tetap tidur di sana. Kalau kamu enggak tega lihat pacarmu itu tidur sendirian, kamu temenin dia tidur di kamar tamu. Obrolan selesai!"
Regulus bangkit dan mengacungkan telunjuknya kepada Adelle.
"Lo berani ya sama gue! Kalau bukan karena disuruh Mama, gue enggak bakalan sudi nikah sama cewek kasar dan enggak punya atitude kayak lo! Istri macam apa yang berani bentak-bentak suaminya kayak gitu, hah?""Aku hanya menghormati orang-orang yang pantas dihormati, dan kamu bukan salah satunya," kata Adelle sebelum melangkah ke kamar utama dan mengunci pintu kamar dari dalam.
Seketika tubuh Adelle luruh ketika gadis itu menyandarkan punggungnya ke pintu kamar yang tertutup. Padahal belum genap seminggu usia pernikahan yang dia jalani, namun sepertinya hari-hari berat sebagai istri Regulus akan segera menyapanya. Padahal Adelle bukan tipe orang yang suka meninggikan suaranya, namun menghadapi Regulus membuatnya harus mulai terbiasa akan hal itu.
Adelle tidak tahu perkelahian seperti ini akan terjadi seberapa sering lagi di masa depan, namun Adelle berharap dirinya akan lebih kuat lagi untuk sekarang, besok dan seterusnya. Dia adalah Albara, dia tidak boleh lemah. Dia harus tetap kuat. Demi dirinya dan juga demi menjaga sisa nama baik keluarganya.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Seandainya Perih
Roman d'amourHanya karena kamu itu bintang paling terang di langit, bukan berarti kamu adalah pemilik alam semesta, Regulus. Adelle- ***** Sebelumnya aku adalah lelaki baik yang hanya mencintai Nicta, tapi Adelle datang dan membuatku berubah menjadi monster yang...