"Maunya sih di pantai." Beritahu Alarik pada salah satu wedding organizer.
"Temanya outdoor gitu ya Pak?" Alarik hanya mengangguk saja.
"Oke, kalau begitu. Sudah semua kan, Pak? Atau ada yang kurang ingin ditambahkan." Tutur wedding organizer sopan, iyalah ini kan klien besar:v
"Udah." Singkat Alarik.
Pertemuan di salah satu restoran dipusat kota Jakarta itu berakhir, meninggalkan Ara yang kebingungan. Sendari dari, Ara hanya melongo dan menjadi pendengar yang baik budiman.
"Yang mau nikah siapa, Kak?" Penasaran Ara tidak bisa terelakkan lagi. Ingin rasanya sendari tadi menyela ucapan Alarik, tapi Ara masih punya sopan mengingat Alarik sedang mengobrol dengan wedding organizer barusan.
Alarik tersenyum hangat, rasanya impiannya selama ini terealisasikan, tinggal menunggu waktu saja. Semuanya dilakukan serba cepat, namun tetap teratur dan berjalan mewah. Baik keluarga Damares maupun Fredric tidak tanggung tanggung, mengingat siapa yang menikah ini. Yang satu putri satu satunya keluarga Fredric dan satunya lagi pewaris tunggal Damares si pemegang tahta tertinggi kiblat fashion dunia. Dan lagi yang paling penting, anak dari atlet Kungfu dunia--Mama Alarik.
"Kita Sayang, kamu mau kan?" Tangan Ara yang diatas meja berhasil Alarik genggam, wanita yang tujuh tahun silam ia jadikan tunangan dan sekarang tinggal hitungan hari akan ia jadikan seorang istri.
"Woahh? Beneran? Kok Ara ga dikasih tau." Bibirnya sudah manyun merajuk, Alarik lagi lagi menanggapi dengan senyum.
"Ini kan udah dikasih tau, Ara."
"Hish.. Tapi baru aja."
Lagi, Alarik tersenyum. Alarik mencium punggung tangan Ara sekilas, Alarik tidak sabar hidup bersama Ara. Melengkapi satu sama lain, disaat susah maupun senang, disaat Ara sakit maupun sehat.
Karena Aranya, segalanya.
"Suka sama tema pernikahannya?" Tanya Alarik, sang tunangan menggangguk antusias.
Memang, Alarik selama dua hari ini banyak menanyai pernikahan yang bagaimana yang Ara mau, yang Ara impikan, yang Ara suka. Kerena jika Ara suka, Alarik jauh lebih suka.
"Suka! Tapi.. Ara mau Rio datang." Jawab Ara ragu, bagaimana pun Ara harus menghargai perasaan Alarik.
Tentu Alarik mengangguk, ia memberi izin. Lagi pula, mana mungkin Rio merebut Ara disaat hari pernikahan mereka berdua, "Boleh, kenapa ga ditelpon aja?" Tawar Alarik lagi, Ara memekik senang.
"Makasih, Kak Arik!"
"Sama-sama Sayangnya Kakak."
Tangan Ara lincah mencari kontak Rio di WhatsApp, "Videocall boleh?" Tanya Ara, lagi mendapat izin dari Alarik. Woaah Ara senang sekali, juga ia rindu sekali dengan Rio.
Padahal baru kemarin videocall(
Panggilan terambil.
Tutt.. Tutt.. Bunyinya
"Io! Apakabar?" Sapa Ara antusias, ia ingin pamer bahwasanya akan segera menikah.
"Apa Sayang?" Jawab Rio, ada kekehan diakhirnya. Rio tahu pasti ada Alarik didekat Ara.
"Rionya biasa aja, Ra. Ga usah pake Io Io." Komen Alarik disamping Ara, sambil menyeruput jus buah naganya.
"Hehe.. Maaf, lupa."
"Rio!" Pekik Ara sekali lagi.
"Kenapa Sayang Kuu." Sahut cowok itu, menyugarkan rambutnya yang sekarang diwarnai, terlihat semakin fresh.
KAMU SEDANG MEMBACA
A PROMISE
Teen Fiction"Dimanapun Kakak berada, Kakak tetep jadiin kamu prioritas pertama, Ra. Tetap disamping Kakak terus ya?" Alarik mendaratkan ciuman dikening tunangan. "Promise?" -Ara. "Sure," °°°°°° "Ngga dapet emaknya, anakny...