Padatnya jalanan pagi hari sudah tidak diragukan lagi di daerah ibukota negara, Alarik mengemudi mobil menuju kampus Ara, masih pukul delapan ia mempunyai waktu pas pas-an untuk langsung ke kampusnya.
"Pulangnya aku jemput nanti." Alarik memutar stir berbelok ke kanan.
"Ngga usah Kak, nanti Ara minta dijemput Daddy aja." tolak Ara, mau seberapa capek lagi Alarik nanti, menjemput Ara setelah itu balik ke kampus, lalu ke kantor lagi.
"Udah bilang ke Daddy?" tanya Alarik, meski sekrang tidak lagi ke kantor, Steven dan Violetta membeli kebun teh, biasanya mereka akan berkunjung kesana untuk sekedar mencari udara sejuk.
"Udah, Kakak nanti pulangnya jam berapa?" tanya Ara.
"Ngga tau, malem mungkin. Kenapa?"
"Ohhh, ya udah nggapapa."
"Mau apa? Nanti kalau sempat Kakak usahain." Alarik menawarkan, dari perkataan Ara berarti gadisnya ingin sesuatu.
"Mmm.. Ngapapa?"
"It's okay. while I can, I do." Alarik mengambil tangan, mencium punggung tangan gadis itu, lalu membiarkan tangan mereka bertaut diatas paha Alarik yang sedang menyetir dengan satu tangan.
"Perlengkapan gambar aku habis, Ara nitip beliin di toko depan kantor Kakak boleh? Soalnya minggu ini Ara harus kumpul tugas desain gaun, tapi kalau Kakak ngga sempat, nggapapa. Nanti Ara minta beliin abang Niel aja." Ara memainkan jari tangan Alarik.
"Boleh, nanti Kakak antar ke rumah ya?"
Ara mengangguk, sepanjang perjalanan mereka hanya diam, Ara yang sibuk memainkan jari jari Alarik, tunangannya fokus menyetir.
Sampai di kampus Ara, dengan segera Ara memasukan ponselnya ke dalam tas, "Nanti Kakak kalau ada waktu telpon Ara ya?" ujar Ara.
"Iya, jangan cape cape, ngga usah dipikirin tugas tugasnya." Alarik membuka seatbelt Ara, menatap gadis itu lekat sambil tersenyum.
Alarik membingkai pipi Ara dengan kedua pipi Ara, merapikan anak anak rambut Ara, menyelipkan rambut Ara dibelakang telinga.
"Paham cantik?"
Ara bersemu dibuatnya, namun tidak urung mengangguk pelan, sering diperlakukan seperti itu masih tetap saja suka blushing, Ara berdehem menghilangkan groginya.
Bukan rileks, Ara semakin senam jantung dibuat tunangannya sendiri, nyatanya cowok itu semakin mendekatkan wajahnya didepan wajah Ara, mengikis jarak diantara mereka.
Gugup melanda Ara, tangannya meremas tali tasnya, matanya bergerak liar, Alarik menarik tengkuknya membuat tatapan mereka beradu, bibi mereka hampir silaturahmi.
"Kakak, lipstik Ara ngga waterproof ." Ara menutup bibirnya, ia tahu apa tujuan Alarik, cowok itu mendesah kecewa.
"Kanapa?" heran Alarik.
"Mommy ngga izinin."
"Kalau waterproof boleh?" tanya Alarik.
"Kata Mommy boleh, asal lipstiknya ngga belepotan, tapi kata Daddy ngga boleh, karena nanti Kak Al ngga fokus kerja." jawab Ara.
Alarik mengangguk, dalam hati membenarkan ucapan Steven dan berterimakasih atas lampu hijau Violetta, calon mertua mana yang seperti Violetta, mengizinkan anaknya ciuman dengan syarat lipstik tidak belepotan.
"Selamat belajar beautiful girl." Alarik mencium kening Ara lama.
Alarik memastikan Ara benar benar masuk kedalam kampusnya, di gerbang sudah Ara cewek berambut pirang sebahu teman Ara, katanya namanya Clarine.
KAMU SEDANG MEMBACA
A PROMISE
Teen Fiction"Dimanapun Kakak berada, Kakak tetep jadiin kamu prioritas pertama, Ra. Tetap disamping Kakak terus ya?" Alarik mendaratkan ciuman dikening tunangan. "Promise?" -Ara. "Sure," °°°°°° "Ngga dapet emaknya, anakny...