Matteo langsung tidak menyia-nyiakan kesempatan, begitu mendengar suara Bella yang sedang berbicara dengannya membuatnya langsung menghampiri wanita hamil itu dengan wajah yang berseri. Matteo bahkan langsung duduk disamping Bella yang memang sedang asyik memakan buah mangga sambil menonton food vlogger dari youtube.
"Kau baru pulang? Oh maaf aku pikir Kendrick." Bella buru-buru membereskan semua peralatan makan dan iPad-nya begitu tau bahwa orang yang ia pikir Kendrick adalah Matteo, pria yang paling tidak ingin ia jumpai.
Wajah bahagia Matteo sirna seketika begitu mendengar jawaban Bella, huh ia sudah salah sangka, lagipula mana mungkin Bella dengan mudah mau kembali berbicara dengannya hanya karna semua bunga, buku, parfum, dan segala hal yang sudah ia belikan untuk Bella.
"Duduklah, biar aku yang pergi, kau bisa melanjutkan makanmu." Matteo menahan lengan Bella dengan pelan begitu wanita hamil itu akan bangkit berdiri, ia lantas langsung berdiri dan berjalan meninggalkan dapur, rasa laparnya hilang begitu saja, ia sudah tidak bernapsu, tapi tak apa setidaknya ia sudah bisa melihat wajah Bella dan memastikan bahwa wanita itu dan bayi mereka baik-baik saja.
Bella sendiri menjadi dilemma, dalam hati dan pikirannya begitu tak ingin bertatap muka dengan Matteo tapi sepertinya Baby E menyadari kehadiran ayahnya karna seketika Bella merasa ingin Matteo mengelus perutnya. Duduk dilemma selama hampir setengah jam, Bella bahkan sudah tidak menyentuh buah mangga yang selalu ia sukai juga iPad-nya yang masih memutarkan video makanan dan pastinya tidak ditonton lagi oleh Bella. Ia sedang berperang didalam otaknya, apakah ia harus menghampiri Matteo dan menurunkan egonya demi keinginan Baby E atau menghiraukan permintaan Baby E dan kembali ke kamar?
Bella berdiri dan menghela napas panjang bagaimana pun Bella akan menjadi seorang ibu, ia harus menurunkan egonya demi kebaikan dan kepentingan sang bayi, itulah yang membuatnya Bella sekarang melangkahkan kakinya menuju kamar tamu yang dihuni oleh Matteo. Dengan pelan ia mengetuk pintu kamar tamu, hanya ketukan kecil karna takut jika ia mungkin bisa membangunkan yang lainnya juga ia berharap dengan ketukan kecil Matteo mungkin tidak mendengar atau mungkin sudah tidur sehingga ia punya alasan untuk Baby E tidak bertemu dengan ayahnya.
Bella hanya mengetuk 3 kali dengan pelan dan menunggu selama 10 detik sebelum akhirnya ia kembali berbalik menuju kamarnya sendiri, ia sudah berpikiran bahwa Matteo mungkin sudah tidur dan dia bersyukur akan itu.
Baru saja 3 langkah menjauh dari kamar Matteo pintu kamar tamu terbuka yang membuat Bella langsung menghentikan langkahnya.
"Ada apa? Ada yang sakit?" Tanya Matteo yang terdengar sangat khawatir begitu mendapati Bella yang berada tak begitu jauh dari kamarnya, ia tadi sedang mengerjakan pekerjaannya saat mendengar suara ketukan kecil dan sangat pelan, ia sedikit ragu untuk membukakan pintu karna mungkin ia salah mendengar ketukan tapi akhirnya ia membuka pintu hanya untuk memastikan.
Bukannya menjawab, Bella malah hanya diam, ia bahkan tidak membalikkan tubuhnya untuk menghadap Matteo, tiba-tiba saja mendengarkan suara Matteo membuat hatinya menghangat, huh Bella benci seperti ini, dimana pikiran dan hatinya tidak sinkron, hatinya menghangat disaat otaknya mengingatkan betapa brengseknya pria yang berada dibelakangnya itu.
"Bella? Kenapa? Ada yang sakit? Kau ingin sesuatu?" Matteo semakin berjalan mendekat bahkan ia sudah berdiri didepan Bella, ia semakin khawatir, ia pikir terjadi sesuatu dengan Bella yang membuat wanita hamil ini menghampirinya.
"Baby E minta di elus." cicit Bella dengan sangat pelan sekali, beruntung keadaan rumah sangat hening dan sunyi sehingga Matteo yang berada didepannya bisa mendengar dengan jelas apa yang Bella katakan.
Matteo terdiam sebentar, ia tidak salah dengarkan, ia tidak bermimpikan.
"Yasudah kalau tidak mau." Bella lantas mendorong Matteo untuk minggir dari hadapannya lalu berjalan menuju kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bellathea (Vrene lokal) - END
FanfictionBella, model dan selebgram muda yang harus berjuang untuk dunianya. Third story