Stranded in Nowhere

19 8 0
                                    

Cahaya.

Aku dapat melihat pantulan matahari senja yang menembus permukaan air tepat saat aku mengeluarkan kepala. Napasku tersengal. Dadaku sesak. Jantungku berdebar-debar saat dengan susah payah berusaha berenang. Puing-puing pesawat masih mengapung sebagian.

Tapi, itu tak seberapa menegrikan dibanding sobekan-sobekan daging manusia yang tersebar. Aku merinding jijik sambil berenang menjauh entah ke mana. Hanya ada permukaan air biru tua yang luas, dalam dan penuh ancaman. Samudra. Itu seperti mimpi buruk paling mengerikan yang tak terbayang.

Puji syukur aku masih cukup kuat untuk mengapung. Aku memang seorang atlet renang yang sedang dalam perjalanan ke kota tuan rumah olimpiade. Tapi, coba lihat apa yang dikehendaki Tuhan?

Aku beberapa kali rehat menggunakan puing pesawat yang cukup besar, tapi terus melanjutkan perjalanan hingga menemukan sebuah--aku tak yakin--pulau. Ketakutan aneh menjalari diriku. Justru sebuah pulau rimbun di tengah samudra antah berantah adalah kemisteriusan.

Di tepian pantainya yang berpasir putih, aku duduk sedikit ke atas karena air telah pasang. Matahari itu tenggelam di cakrawala seolah ia masuk ke dalam air, lalu kegelapan merayap. Aku dengan kondisi menjelang hipotermia--atau bahkan sudah--berusaha bangkit mencari kayu dan ranting. Membuat api unggun sekadarnya. Termasuk pula tombak dadakan yang kubuat dari batang bambu runcing.

Sesuatu berkersak di dekatku sebelum kulempar batu. Tak ada gerakan. Angin berembus ganjil dan membuat kewaspadaanku semakin turun. Aku mengantuk! Tidak, tentu tidak. Pandanganku hanya sedikit berkunang-kunang seolah dunia berputar gila. Ya, air laut itu bagaikan ombak raksasa--tsunami--yang nyaris menerjangku jika bukan karena seekor paus yang lewat.

Kau tahu? Saat tubuh seseorang tiba di puncak kelelahan dan hipotermia, kelaparan, dia akan terguncang dari dalam. Dari jiwanya. Maka itu akan menggiringnya untuk melihat sesuatu yang tak pantas dilihat. Akar-akar pohon, menggantung, gantungan kunci--tidak! Kunci-kunci itu melayang di atas kepalaku. Tidak bergantung di pohon sama sekali.

Tapi ... yang ini seperti hanya tali melingkar. Aku menyentuhnya, menariknya perlahan, sebelum meletakkannya di leher. Aneh. Untuk apa aku melakukan ini?

Sedetik kemudian, aku merasa tak lagi menjejakkan kaki di tanah. Melayang. 

[]

8/2/22Airu

Buat cerita yang mengandung tiga kata ini: Gantungan Kunci, Mimpi Buruk, Pulau


Sweet Macabre [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang