Kamu adalah Orang Lain

9 4 0
                                    

"Rasanya cepat banget dia mati. Baru saja kita bertiga reuni—meski aneh. Aku baru tahu kalau kita bisa punya ayah." Aku hinggap di atas bunga bersama Hachi.

Hachi termangu. "Kata Ayah, dia melanggar kodrat."

"Menurutmu apa maksudnya itu? Kodrat. Melanggar."

"Aku ... enggak tahu. Tapi kalau dia memang ayah kita, bukankah Mrs. Ratu bukan ibu kita? Itu berarti selama ini aku benar kan, Haplo?" Hachi menatapku dengan berbinar-binar. "Aku mencari ibuku yang asli."

"Entahlah. Aku mulai enggak bisa tahu apa yang benar dari hal-hal ini. Apa patokan sesuatu itu benar atau salah? Apakah sebenarnya kita ini memang lebah? Apakah Mrs. Ratu memang kepala sekolah? Apakah lebah madu memang terlahir cowok semua kecuali dari telur pasangan? Apakah kita ini lebih dari sekadar lebah? Seperti manusia-manusia yang kau bilang itu. Seperti mereka."

Aku menunjuk ke arah bangku di bawah pohon tempat dua orang sedang duduk dan memakan sesuatu. Mereka tertawa. Mengobrol. Rasanya hangat sekali.

"Aku ... biasanya melihat ibu yang memeluk anak-anak mereka," kata Hachi. Dia terbang sedikit di atas bunga. "Aku belum pernah lihat yang seperti ini, Haplo. Ini dua cowok yang mungkin seumuran. Hampir dewasa walaupun masih muda."

"Tapi, yang berambut kemerahan itu mirip cewek." Aku ikut terbang di sisi Hachi. "Coba kita lihat lebih dekat."

Kami terbang dengan tetap memberikan jarak di sekitar dahan pohon, mengamati mereka dari atas. Sepertinya bahasa lebah madu dan manusia tidak berbeda karena aku bisa mengerti apa yang sedang mereka perbincangkan.

"Aku masih enggak percaya itu sungguh kau," kata si Merah Kaku. "Di mimpi lucidku."

Si Cokelat Ramah tertawa, lalu merangkulnya dengan akrab. "Jadi, kau bakal tetap Edison Red? Aku sebenarnya menerima semua versi dirimu, Allison. Aku hanya takut kalau kau justru enggak nyaman gara-gara banyak orang menjustifikasi kita sebagai kau-tahu-apa."

Hachi duduk di ranting pohon itu sepertiku. Menonton mereka.

"Aku tahu, tapi aku enggak bisa berubah semendadak dan sedrastis itu. Sean, kau juga paham kondisiku. Risikonya besar kalau aku operasi lagi. Sedikit wig mungkin enggak masalah, atau sampai rambutku memanjang lagi."

"Hei, aku enggak menyuruhmu berubah cepat-cepat. Aku bahkan enggak menyuruhmu berubah." Cowok yang dipanggil Sean menatap temannya yang dia sebut Allison. "Aku cuma bilang, aku takut kamu enggak nyaman. Menurutmu gimana?"

"Aku enggak peduli. Aku enggak pernah dengar omongan orang." Allison menundukkan kepalanya di dada Sean. Sean membelai dan mendekapnya.

Aku melirik Hachi. "Apakah ini versi ibu dan anak yang lain?"

Hachi menggeleng, mengusap matanya yang berair. "Ini berbeda. Mereka bukan ibu dan anak, Haplo. Dan mereka sama-sama cowok ... meski salah satunya mungkin cewek."

"Gimana bisa dia menjadi cowok dan cewek sekaligus?"

"Aku belum mengerti ...." Hachi terbang perlahan. "Tapi aku ingin mengerti. Manusia sungguh makhluk yang luar biasa. Mereka bisa menjadi apa pun yang mereka mau. Bahkan jika mereka tampak seperti diri mereka, tapi mereka bisa menjadi orang lain."

Aku menengadah ke arahnya. "Kau tampak seperti kau, tapi kau orang lain. Itu maksudmu?"

"Ya, Haplo. Dan barangkali bukan cuma mereka, tapi seluruh manusia. Bahkan mungkin bukan hanya seluruh manusia, melainkan juga kita. Para lebah madu. Para cowok yang bekerja keras di bawah perintah seorang cewek. Kita, semuanya, bisa jadi bukanlah diri kita."

"Jadi sebenarnya apa maksudmu?"

"Kau enggak penasaran kenapa kita lebih sering berpikir dibandingkan lebah-lebah lain?" Hachi terbang ke hadapanku, matanya membesar. "Kau enggak merasa jika otakmu lebih dari sekadar otak binatang?"

Aku membeku. Gemetaran. "Hachi ...? Ini sungguh masih kau?"

Wajahnya masih selugu Hachi yang kukenal dengan rona menggemaskan dan antena ikal, tapi sekarang dia menyeringai. "Aku tahu aku enggak gila, Haplo, dan itu pula sebabnya aku ingin mencari ibu. Aku punya ibu sungguhan. Ibu manusia. Karena aku adalah anak manusia di masa sebelum ini."

"Hachi—"

"Aku akan mencoba berkomunikasi dengan manusia dimulai dari dua kekasih aneh itu."

"Tunggu—"

Namun, belum sempat aku mencegahnya, Hachi sudah terbang dengan cepat ke arah Allison dan Sean. Aku terlambat memperingatinya. Terlepas dari keajaiban penciptaan kami yang istimewa daripada lebah-lebah lain, kami tetaplah berwujud lebah. Kami binatang penyengat berbahaya. Dan Hachi yang terbawa oleh nafsunya kini malah menampakkan diri terang-terangan di depan manusia.

Aku terperanjat saat Hachi ditampar dengan sebuah kotak makan sampai ia terpelanting jauh, jatuh di salah satu trotoar dan tergilis roda sepeda yang dikendarai kakek-kakek sampai mati. Allison dan Sean yang kaget dengan kedatangan Hachi tadi pun segera bangkit. Sean mengajak Allison pergi ke tempat yang lebih aman.

Aku terduduk lemas di batang pohon itu. Hachi memang benar. Aku lebah yang tampak seperti lebah, tapi aku makhluk lain. Karena lebah tak pernah merasa terpukul seberat ini akibat kehilangan saudara, atau menangis, atau merasa bahwa dirinya kini sendirian di dunia antah berantah.

Lebah tak seperti itu. Manusia iya.

***

DWC Juni 24 23
Airu

"buat cerita di mana tokoh utama hari ke-9 bertemu dengan tokoh utama hari ke-21"

[biar enggak bingung, coba cek bab "Si Merah Kaku" dan "Sinetron Para Lebah"]

Sweet Macabre [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang