The Grown Ups

20 6 0
                                    

Aku tak bisa melupakannya. Kupikir setelah aku disibukkan oleh kehidupan kampus, wisuda, bekerja, bahkan memiliki kekasih, aku bisa lupa. Aku bisa paling tidak memikirkan hal lain. Orang lain. Bukan dia. Tapi, kenapa dia terus menerus muncul dalam fantasiku dan nyaris menggiringku gila? Setiap kekasihku menggenggam tanganku, atau memelukku, atau apa pun, aku selalu membayangkan itu adalah dia. Setelah kekasihku melamar dan kami menikah, aku masih membayangkan dia. Aku menangis setiap malam. Hatiku sesak. Dunia seolah-olah menertawakanku di bawah ironi yang menghantui dan tuhan pergi entah ke mana. Dia tak pernah mau bertanggung jawab atas pertemuanku dengannya. Tak pernah memberi kejelasan tentang apa sebenarnya tujuan kami harus bertemu dalam hidup ini? Apakah hanya untuk saling kenal? Untuk saling berbagi kisah singkat dan mendukung? Saling memandang?

Kami tak pernah melakukan apa pun yang lebih dari itu dan memang tidak bisa. Kita semua hidup di dalam masyarakat yang penuh norma. Maka sebersit pikiran-pikiran gelap yang menggelenyar di benakku mustahil diwujudkan. Kecuali ketika kami sudah pergi dari sana. Lepas dari segala aturan dan melangkahi fase yang lebih jauh. Terus ... terus ke sana. Ada apa di sana? Apa yang akan terjadi? Dan kondisi ini tidaklah kutemukan selain pada hari itu saat aku pergi untuk minum di sebuah bar. Pasanganku tidak tahu karena dia sedang dinas ke luar kota, dan dia tidak boleh tahu karena dia melarangku minum. Kata dia, Kamu tidak bisa, Mar. Kecuali bersamaku. Tapi aku penasaran hanya untuk kali ini saja. Apakah aku tidak boleh minum tanpanya?

Dan aku sungguh minum tanpanya ketika rasa asam manis itu mulai menyeruak di lidahku. Anggur. Kepalaku madam, pandanganku mulai berkunang-kunang. Aku meletakkan selembar uang dan terhuyung-huyung keluar dari sana. Menjauhi orang-orang yang mulai gila ataukah aku pun gila seperti mereka? Aku hanya tahu bahwa ketika aku nyaris tersungkur di trotoar, seseorang menangkapku, dan kutatap wajahnya yang teduh dengan cahaya bulan terbias dari belakang. Sekarang aku yakin sudah mulai mabuk dan berhalusinasi sebab aku mengenal wajah itu. Sudah lama sekali. Lama ... sekali. Tetapi aku ingat. Aku selalu ingat dia. Seseorang yang rupanya kini sudah tumbuh dewasa dan gagah.

Anda oke? Butuh saya antar ke suatu tempat?

Suaranya teredam, namun begitu lembut di telingaku. Dan suara itu tak pernah berubah ... hanya sedikit berat. Sedikit. Masih amat halus. Aku menggeleng dan mendekapnya lebih erat ketika sudah berdiri. Tak yakin apakah itu dekapan atau aku hanya bersandar padanya karena tubuhku yang limbung. Dia merangkulku ke sebuah bangku panjang dengan cahaya neon panjang ... halte. Kami duduk di halte. Dia bilang masih ada urusan dan harus pergi, tapi aku menahannya dan jatuh di pangkuannya. Aku menangis.

Jangan pergi. Jangan pergi lagi. Ini aku. Kamu ... ingat aku? Ini aku ... aku ingat kamu.

Dia terpegun.

Maaf, saya sedikit punya gangguan ingatan. Apa Anda memang kenalan saya? Di mana ya?

Aku mengangguk lemah.

Sana ... di sana ....

Maaf--di mana?

Aku meraih tengkuknya hingga wajahnya merunduk begitu dekat.

Di sana ....

Sejak dahulu, aku tak pernah percaya soal manusia dewasa. Manusia tidak pernah benar-benar dewasa. Mereka akan selalu mengeluh, merengek, memberontak, hanya saja dengan taktik yang berbeda-beda setiap usianya. Memang sangat licik tetapi itulah kenyataan. Aku pun selama ini berhipokrisi sama seperti jutaan manusia dewasa lainnya. Aku pergi bekerja, aku mengurus rumah tangga, aku menghitung banyak hal. Hanya saja ketika pasanganku sedang tidak di tempat, aku agak jadi gila. Sebenarnya agak terlalu bersemangat saja seperti siput yang keluar dari cangkang dan meledak.

Aku meledak.

Karena aku tidak tahan dengan keadaan yang menimpaku di sebuah zaman materialisme ini. Kenapa aku tak bisa menghargai harta-harta? Tak bisa mencintai pasangan yang mapan? Tak menikmati acara bersama teman-teman? Aku hanya terus merasa hampa dan terbayang-bayang oleh seseorang. Seakan-akan jika satu dunia ini pun aku genggam, selama dia tidak bersamaku, aku lebih baik mati saja. Aku ingin mati saja ... jika tidak bisa bersamanya. Karena hatiku sudah begitu terikat. Hatiku sudah diisi oleh kehidupan karena melihatnya. Samar-samar pada malam itu namun aku ingat. Aku selalu ingat.

Maka setiap pasanganku sedang pergi jauh dan lama, aku akan keluar. Dan aku terus bertemu dengannya dalam keadaan mabuk. Dia bahkan tidak keberatan untuk mengantarku lagi ke halte dan begitu terulang-ulang. Dia selalu sesabar itu. Selalu lembut. Sama seperti dahulu. Ketika aku pernah jatuh cinta dan kembali dibuat jatuh. Apakah dia tidak mengerti? Atau dia hanya akan terus menahan diri seperti ini? Sehingga ketika aku keluar malam itu, aku tidak melipir ke bar lagi. Aku langsung bertemu dengannya dalam kondisi paling sadar yang pernah kualami. Aku bersikap sopan saat membungkuk untuk meminta maaf dan berterima kasih atas pertolongannya selama ini.

Lalu aku mengajaknya bertamu. Kamu boleh singgah sebentar untuk minum teh atau kopi atau apa saja. Aku juga punya banyak kue. Dan dia yang sedang tidak diburu waktu merasa bahwa itu bukan ide buruk. Jadi kami berdua pulang ke rumahku ketika pasanganku sedang tidak di sana. Dan kami duduk berhadapan, menikmat kudapan, mengobrol panjang, dan baru kali ini kurasakan hatiku teramat senang. Baru kali ini hatiku tertambal setelah berlubang. Puluhan tahun, puluhan tahun aku menunggu momen ini datang. Menunggu hujan badai yang menerjang kota sampai dia tidak bisa pergi saat itu juga dan harus menginap.

Maka siapa yang bisa kusalahkan? Manusia tidak pernah benar-benar dewasa. Mereka akan tetap mengeluh, merengek, memberontak, hanya saja dengan taktik yang berbeda untuk setiap usianya. Termasuk pula bermain. Di usia segini, tidak pernah ada kata terlambat untuk bermain. Kami bermain sepanjang malam tanpa ada lagi norma yang mengadang. Bukankah sebenarnya ada bagian diri kita yang tidak terikat dengan masyarakat? Tuhan tidak boleh murka. Tuhan sudah meninggalkan kami semua sejak lama ....

***

April 2023
Airu

Sweet Macabre [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang