"Kaisar Dominikus sudah mangkat."
Satu kalimat itu sukses membuat tiga kepala lain yang berada di ruang makan itu mendongak, menatap Marquess Ypsilantis yang masih memegang surat berstempel kekaisaran di tangannya.
"Tak lama lagi," sahut putrinya yang berambut cokelat kepirangan, "pemilihan umum akan dilaksanakan. Empat raja dan satu putri dari lima kerajaan akan mengalami ketegangan karena ini. Aku tidak ragu lagi."
"Agorantis punya jumlah penduduk yang sama banyaknya dengan Mariante dan Agapena," putra Marquess Ypsilantis turut bicara, "tapi aku yakin tunanganmu akan memenangkan pemilihan umum ini, Vladimira."
"Kuharap juga begitu, Vladdark." Gadis bernama Vladimira itu mengangguk, kemudian mengiris daging di piringnya, dan menikmatinya lagi.
Keluarga Marquess Ypsilantis benar-benar menjaga tata krama mereka, sehingga suara denting alat makan hanya terdengar sesekali, dan satu-satunya orang yang menimbulkan suara itu adalah Lady Vladimira Ypsilantis.
"Sudah kubilang, jangan sampai pisau dan garpumu menabuh piringmu!" Marchioness Ypsilantis menegur putrinya dengan sengit.
"Aku sudah selesai," kata Vladimira sembari bangkit dari kursinya, lantas berjalan keluar dari ruang makan, meninggalkan bongkahan daging yang baru dimakan sebanyak seperlima bagian.
"Ubahlah sifat burukmu yang tidak mau menerima masukan itu, atau Raja Niccolo akan membuangmu seperti kain serbet usang!" teriak Marchioness Ypsilantis dari tempatnya duduk.
"Aku sudah selesai." Vladdark meniru tindakan kakak perempuannya dengan sempurna.
"Jangan meniru kakak perempuanmu yang tidak tahu tata krama itu!" gertak Marchioness Ypsilantis pada putranya.
"Apakah Ibu lebih mengerti tata krama?" Vladdark menatap Marchioness Ypsilantis dari ambang pintu. "Ibu berteriak di meja makan. Bukan hanya sekali, tetapi dua kali; meneriaki Vladimira, kemudian menggertakku."
"Apakah kau sedang mencoba mengajari orang tua tentang kaidah sopan santun?" Mata Marchioness Ypsilantis menyipit.
"Maafkan aku karena aku harus mengatakan hal itu, Bu," ucap Vladdark tanpa merasa bersalah.
Setelahnya, Vladdark melanjutkan langkahnya meninggalkan ruang makan. Suara langkahnya bergema di seluruh koridor kastil Ypsilantis yang megah. Dan di sepanjang perjalanan menuju taman, setiap penjaga maupun pelayan yang lewat akan membungkuk kepadanya.
Vladdark menyeberangi taman berumput untuk menemui kakak perempuannya di salah satu gazebo yang ada di sana. Vladdark bisa melihat Vladimira membawa sebuah lentera bersamanya, dan meletakkannya di meja yang berada di tengah-tengah gazebo itu.
"Bagaimana kau tahu jika aku berada di sini?" tanya Vladimira tanpa mengalihkan perhatiannya dari perkamen-perkamen yang berserakan di meja yang sama dengan di mana lenteranya berada.
"Apakah kau pikir mataku ini buta?" Vladdark hanya menatap Vladimira dengan tatapan bosan.
Vladimira menatap adik laki-lakinya sejenak, tertawa, kemudian kembali mengurus perkamen-perkamen di hadapannya lagi.
"Apa yang kau kerjakan?" Vladdark duduk di seberang Vladimira, "Keseriusan atau omong kosong?"
"Omong kosong," jawab Vladimira tanpa menunggu satu detik pun berselang setelah Vladdark menutup mulutnya.
"Kau sangat menyukai buku-buku dan perpustakaan, benar?" Vladdark menggiring pembicaraan ke arah yang ia inginkan.
"Ya. Kenapa?" Vladimira tidak menatap Vladdark, karena ia sejatinya sedang sibuk mempersiapkan dirinya untuk menyambut topik apa pun yang diinginkan oleh Vladdark. Sering kali Vladdark membawa topik yang aneh-aneh.
"Apakah kau tahu mengapa kekaisaran Romanum Novum kita yang tercinta ini selalu mengadakan pemilihan umum setiap kali kaisarnya mangkat? Mengapa tidak memutuskan untuk mengangkat putra tertua kaisar sebagai kaisar selanjutnya? Bukankah itu lebih mudah?"
Vladimira meninggalkan perkamennya untuk menatap Vladdark dengan tajam. Kali ini, pertanyaan Vladdark tidak aneh, dan justru terkesan serius. Vladimira bisa melihat kilatan di mata hijau Vladdark, dan itu membuat Valdimira tak dapat menahan seringaiannya.
"Karena kekaisaran ini dibangun atas dasar perjanjian yang disetujui oleh lima kerajaan," jawab Vladimira. "Kau tahu, bahwa Agorantis, Mariante, Agapena, Hipatini, dan Sfocini adalah kerajaan-kerajaan yang terlalu kecil untuk bertahan sendiri-sendiri. Mereka butuh dukungan satu sama lain, dan harus ada orang yang bertanggung jawab untuk mengawasi kerja sama ini dengan baik. Kaisar yang berkuasa atas lima kerajaan ini akan dipilih melalui pemilihan umum, sehingga tidak akan ada kecurangan, dan pemimpin dari kelima kerajaan akan mendapatkan kesempatan yang sama besarnya. Kecuali jika salah satu kerajaan mengalami peningkatan jumlah kelahiran." Vladimira mengakhiri penjelasannya dengan tawa.
Vladdark mengatupkan bibirnya dengan rapat.
"Jangan bilang kau akan menjadi tim sukses untuk Raja Niccolo," tuduh Vladimira pada Vladdark dengan senyuman yang tersisa dari tawanya. "Jangan bilang jika kau ingin dia menjadi kaisar dan mengganti peraturan kekaisaran agar keturunan kami menjadi pewaris takhta kekaisaran secara mutlak."
"Ya, aku berencana menggerecoki otaknya ketika dia sudah menjadi kaisar nanti," Vladdark mengakui.
"Bukankah menjadi ratu saja sudah cukup bagus untukku?" Vladimira membereskan perkamen-perkamennya. "Apakah kau menginginkan posisi yang lebih dari sekadar marquess?"
"Tidak," tukas Vladdark. "Kenapa kau berpikir demikian?"
"Karena aku tidak sebegitu hausnya akan kekuasaan. Jika kau memikirkan tentang menguasai kekaisaran hanya demi menyenangkan aku, buang saja pemikiran itu dari dalam kepalamu. Tapi, jika bukan demi aku, mungkin kau sudan bosan dengan gelar keluarga kita yang secara turun-temurun memang menetap di situ saja. Apakah kau ingin memerintah daerahmu sendiri? Jika iya, kau memang harus menjadi duke. Sampai neraka membeku pun marquess tak akan pernah memerintah daerahnya sendiri."
"Aku tahu." Vladdark mengangguk dengan kuat. "Marquess hanyalah pion bunuh diri. Aku sudah dididik untuk siap mati muda bahkan sejak aku belum mengerti apa itu kematian."
"Raja Niccolo tidak perlu menjadi kaisar mutlak untuk menjadikanmu sebagai duke. Ketika aku sudah menikah dengan Raja Niccolo, aku akan mencari tahu kinerja para duke, dan menemukan satu yang terburuk untuk kemudian digantikan olehmu. Duke tersebut bisa menelan jabatan marquess yang kau benci itu."
"Aku khawatir duke yang kau singkirkan itu melakukan kudeta pada anak-anakmu. Tapi, jika Raja Niccolo sebagai kaisar yang baru menetapkan bahwa darah keturunannya adalah pewaris takhta kekaisaran yang mutlak, anak-anakmu tidak akan mendapatkan serangan dari bangsawan-bangsawan yang bersekutu dengan si duke."
"Dan bagaimana dengan serangan dari empat kerajaan lain jika Raja Niccolo mengubah peraturan itu? Kau melupakan fakta itu, Vladdark? Itu lebih berbahaya. Kita tidak bisa membahayakan kekaisaran ini hanya karena kau tidak mau menjadi marquess."
"Aku akan menjadi marquess saja kalau begitu," kata Vladdark dengan pasrah.
"Tidak ada perang yang harus kau takuti, Vladdark," ujar Vladimira untuk menenangkan adik tersayangnya itu. "Jika ada serangan, Ypsilantis bukanlah satu-satunya marquess yang akan membawa pasukan untuk melawan musuh itu. Agorantis punya beberapa marquess yang lain, dan empat kerajaan di bawah naungan kekaisaran Romanum juga akan mengerahkan seluruh marquess dan pasukan mereka untuk membantu."
"Kau benar. Aku terdengar seperti pengecut."
"Kau bukan pengecut." Vladimira menepuk pundak Vladdark dengan penuh rasa sayang. "Kau hanya tidak ingin meninggalkan kakak perempuanmu sendirian di dunia ini."
"Itu benar." Vladdark tersenyum.
-Emer Emerson-
KAMU SEDANG MEMBACA
Lady Vladimira
Historical FictionDemi ambisinya untuk menjadi kaisar Imperium Romanum Novum, Raja Niccolo dari kerajaan Agorantis memutuskan pertunangannya dengan Lady Vladimira-putri Marquess Ypsilantis. Sementara itu, Vlad Tepesh, sang pangeran Wallachia yang terkenal kejam dan t...