Voivode Vlad III dan Lady Vladimira dibangunkan oleh para pengawal ketika mereka tiba di tengah kota. Vlad memberikan perintah agar mereka membeli makanan untuk dibawa dalam perjalanan. Terlalu berbahaya jika mereka makan di kedai.
Setelah makanan berjumlah lumayan banyak dinaikkan ke bagasi kereta kuda, rombongan mereka pun bergegas melanjutkan perjalanan ke timur.
Vladimira melihat ke luar jendela, mendapati bahwa senja akan tiba sebentar lagi. Jika malam datang lebih cepat dari yang ia perkirakan, maka mereka akan kesusahan melanjutkan perjalanan, sementara berhenti pun tidak akan aman. Sebelum sampai di perbatasan Hypatini, mereka masih harus melewati hutan Bulgaria setelah melewati hutan Wallachia. Perjalanan pulang ini terasa lebih panjang daripada perjalanan perginya.
Senja benar-benar sudah tiba ketika mereka memasuki hutan Wallachia. Cahaya keemasan menembus jendela kereta kuda, menyinari kulit Vladimira yang sehalus porselen.
"Jumlahnya bertambah dibandingkan ketika kami pertama kali lewat," celetuk Vladimira setelah melihat ke luar jendela.
"Apanya?" Vlad turut menoleh ke luar jendela.
"Tiang sula beserta korbannya."
Di hutan itu, tiang-tiang sula yang terpancang memang terlihat jauh lebih banyak daripada saat terakhir kali Vladimira melalui jalan yang sama. Apa yang tertancap di ujung tiang itu pun sama; prajurit elit Ottoman berseragam merah dan berserban.
"Marcus dan aku mengira bahwa mereka adalah korban kebijakanmu yang belum sempat dibersihkan oleh adikmu, tapi sekarang jelas tidak begitu," ucap Vladimira. "Jika hanya karena belum sempat dibersihkan, jumlahnya tidak mungkin bertambah. Tapi selama ini kau berada di Visegrád, sehingga kau tidak mungkin melakukannya. Kau punya kaki tangan untuk melakukan semua ini?"
"Coba tebak siapa yang memiliki kemampuan menyula sebaik aku," tantang Vlad.
Vladimira mengalihkan pandangannya dari luar jendela menuju Vlad. Ia menatap pria berkumis tebal itu dengan tajam sebelum berkata, "Konstantin."
"Tebakan bagus, karena kau benar."
"Aku tidak akan tertipu oleh wajah teduhnya, atau tutur katanya yang lembut, atau senyumannya yang menawan." Vladimira mendengus. "Dia tetap seorang Ypsilantis."
"Sebaiknya kita berhenti untuk makan sebelum perutmu menabuh genderang perang lagi," cetus Vlad.
***
Erzsebet menjejalkan dirinya di antara Marusia, bungkusan berisi makanan, dan barang-barang lain yang ada di kereta barang itu. Sementara Marcus tertawa riang karena kebagian duduk di samping kusir.
Kereta berjalan sebelum Erzsebet benar-benar siap, sehingga ia terjerembab ke pangkuan Marusia. Gadis kecil berambut merah itu memekik, karena badannya yang kecil jelas tidak sanggup menerima beban tubuh Erzsebet yang tiba-tiba menimpanya.
"Seharusnya kau meminta agar ditempatkan di kereta kuda bangsawan," kata Marusia, "bersama kerabatmu itu, dan Brutus duduk di sini bersamaku."
"Aku tidak akan bisa melindungi mereka, tetapi Brutus bisa," Erzsebet berkilah.
"Tapi kau bisa membuat Lord Basarab merasa lebih baik," cetus Marusia. "Pasti sangat canggung bagi beliau, duduk di kereta yang sama dengan orang yang nyaris tidak dikenalinya sama sekali."
"Percayalah, mereka tidak merasa canggung terhadap satu sama lain," sahut Erzsebet.
"Tetap saja, Lady Vladimira bukanlah kau." Marusia tersenyum pada Erzsebet. "Aku tidak melihat adanya kecocokan antara Lord Basarab dengan Lady Vladimira. Mereka selalu saling menatap tajam dan sepertinya selalu menaruh curiga terhadap satu sama lain. Hanya padamulah Lord Basarab tampak akrab dan terbuka. Interaksi antara Lord Basarab dan Lady Vladimira terasa sedikit aneh, dan sangat pantas jika kau merasa cemburu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lady Vladimira
Historical FictionDemi ambisinya untuk menjadi kaisar Imperium Romanum Novum, Raja Niccolo dari kerajaan Agorantis memutuskan pertunangannya dengan Lady Vladimira-putri Marquess Ypsilantis. Sementara itu, Vlad Tepesh, sang pangeran Wallachia yang terkenal kejam dan t...