29

34 2 26
                                    

"Anda tidak tidur," ujar Arnelle seraya berjalan menuju lemari pakaian Vladimira. Tentu saja, itu bukanlah pertanyaan, melainkan pernyataan.

Vladimira sendiri sedang duduk di salah satu sudut kamarnya, membersihkan belati peraknya menggunakan sehelai kain hitam. Bukan hanya mata belatinya, melainkan batu-batu rubi yang menghiasi gagangnya pun sudah turut berkilau karenanya.

"Apakah kau pikir aku akan bisa tidur dengan nyenyak setelah semua yang terjadi semalam?" Vladimira terus membersihkan belatinya, tak peduli pada kenyataan bahwa belati itu sudah tidak kotor sama sekali.

"Sebaiknya Anda segera berpakaian dan sarapan bersama para tamu." Arnelle menarik sebuah gaun berwarna abu-abu terang dari lemari Vladimira, lantas membawanya mendekat pada sang lady.

"Niccolo menawarkan satu kesempatan lagi agar aku bisa menjadi kekasihnya."

"Kesempatan?" Arnelle mendengus, "Seakan-akan Andalah yang membuat kesalahan dalam hubungan kalian. Padahal dialah si bajingan."

"Kau tidak ingin tahu apa yang ditawarkannya padaku?" Vladimira berjalan melintasi ruangan untuk menyimpan belati tadi di dalam salah satu kotak perhiasannya.

"Saya tidak yakin saya ingin tahu," ucap Arnelle sembari mengamati gerak-gerik Vladimira.

"Kau tidak akan menyukainya, aku berani bertaruh."

"Cara apa yang dia tawarkan? Jangan bilang jika dia ingin Anda menjadi selirnya," tebak Arnelle. "Jika itu yang dia inginkan, saya tidak akan bisa menerimanya!"

"Mungkin mirip seperti itu," kata Vladimira lirih, "karena dia ingin kami mencoba memiliki anak tanpa harus menikah."

"Hari masih sangat pagi, tetapi seluruh dunia sudah sepakat untuk menguras kesabaran saya," keluh Arnelle, "bagus sekali. Saya menjadi warga negara sebuah kerajaan yang dipimpin oleh orang gila. Sungguh menyenangkan."

"Aku menolaknya mentah-mentah," ujar Vladimira.

"Tentu saja harus begitu!" seru Arnelle. "Jika Anda menerimanya, saya akan pergi dari negeri ini tanpa berpikir dua kali!"

"Ke mana? Mariante?" goda Vladimira sembari mengambil gaun di tangan Arnelle, lantas ia mulai mengganti pakaiannya.

"Saya akan keluar dari Kekaisaran Romawi Baru dan tinggal di Kekaisaran Romawi Suci. Atau mungkin ke Prancis. Apa saja, yang penting pergi dari kekaisaran ini. Saya tidak akan tahan melihat Anda menderita."

"Jika aku menyetujui tawaran itu, sama saja aku menyiksa diriku sendiri, Arnelle. Kau tahu itu."

"Ya." Hanya itu respons yang diberikan oleh Arnelle, karena ia segera sibuk mengancingkan lebih dari selusin kancing di punggung Vladimira, kemudian mendudukkan sang lady di depan meja rias, lantas menyisir rambut cokelat kepirangan nonanya.

***

Ilona menyongsong Vlad begitu melihat pria tersebut muncul di pintu aula depan. Ilona mencengkeram lengan kiri Vlad dengan erat, dan menatap pria itu dalam-dalam.

"Ada apa?" tanya Vlad, seolah ia tidak pernah mendengar pemberitahuan dari Marusia sebelumnya.

"Orang suruhan Matthias berhasil menemukan istrimu," ungkap Ilona lirih, "dan dia..."

"Tentu saja dia tidak akan bertahan hidup setelah melompat dari ketinggian seperti itu," ujar Vlad dengan getir. "Di mana dia?"

"Di sini," jawab Matthias dari tengah-tengah aula.

Di samping Matthias Corvinus, sebuah meja panjang bertaplak hitam telah menampung sesosok mayat yang sudah agak rusak. Ketika Vlad mendekat, apa yang bisa dikenali olehnya hanyalah rambut ikal pirang yang mirip rambut Erzsebet, karena tampilan wajah Crina sudah jauh dari wajahnya ketika masih hidup.

Lady VladimiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang