79

21 3 0
                                    

Itu manusia. Bahkan dalam remang cahaya bulan yang tertutup dahan-dahan pun terlihat jelas jika sosok yang keluar dari balik semak itu adalah manusia.

"Perempuan mesum!" todong manusia itu, yang ternyata berjenis kelamin laki-laki jika dinilai dari suaranya, "Untuk apa kau mengintip pria yang sedang buang air kecil?!"

"Maaf, aku hanya sedang tersesat!" elak Erzsebet. "Aku malah mengira kau adalah seekor ular."

Pemuda itu mendekati Erzsebet, dan mereka saling menyipitkan mata ketika menatap satu sama lain.

"Untuk apa seorang wanita berada di sini?" Pemuda itu mengeluarkan pedang dari selongsong di pinggangnya, kemudian menodongkannya di sebelah leher Erzsebet. "Apakah kau adalah mata-mata Ottoman?"

"Apakah aku mengenalmu?" Erzsebet justru balik bertanya.

"Ditanya malah balik bertanya!" Pemuda itu menggeser pedangnya semakin dekat ke leher Erzsebet.

"Jangan menyabet leherku dulu!" bentak Erzsebet. "Katakan sesuatu!"

"Aku sudah banyak bicara sejak tadi!" Pemuda itu balas membentak.

"Katakan sesuatu dalam bahasa selain Latin!" Erzsebet terdengar memerintah alih-alih meminta.

"Eloi, Eloi! Aku bahkan tidak mengenalmu!"

"Konstantin?" Erzsebet menatap pemuda di hadapannya itu lekat-lekat, dan ia segera mundur untuk mengamankan lehernya.

"Memecah konsentrasiku dengan cara seperti itu, huh?" Pemuda tadi melangkah maju, "Kemari kau, biar aku bisa mencincangmu sampai halus. Jarang-jarang aku menyerang wanita."

"Aku ini Erzsebet, dasar tolol!" Erzsebet membentak dengan sangat keras. "Aku ini adikmu yang tidak pernah kau lihat selama enam tahun!" Erzsebet menunjukkan liontinnya yang tersembunyi.

Pemuda itu menurunkan pedangnya, lantas meraih kalungnya sendiri, dan menyadari bahwa liontin mereka memang sama persis. Lalu, pemuda itu meneliti Erzsebet, mulai dari rambutnya, kulitnya, hingga mata birunya yang telihat samar-samar dalam keremangan.

"Eloi, Eloi!" Konstantin mengerang pilu, "Aku hampir saja membunuh adik perempuanku satu-satunya!"

"Beruntunglah kita karena kau tidak melakukannya." Erzsebet segera memeluk Konstantin, dan mendapatkan balasan yang sangat hangat.

"Ke mana saja kau selama ini, Erzsebet?" Suara Konstantin berubah serak karena menahan air mata haru.

"Ceritanya panjang, tapi kau akan menyukai akhirnya. Sekarang, ikutlah denganku agar kau lebih mengerti."

***

"Saya menguping pembicaraan Anda dengan Lord Basarab di ruang santai waktu itu," Marusia membuat pengakuan ketika ia terbangun dari tidurnya. Ia masih menjadikan paha Vladimira sebagai bantalnya. "Saya bersedih karena Anda hanya membawa Lord Basarab dan Lady Erzsebet. Saya kecewa karena Lady Erzsebet hanya mengajukan Lord Brutus dan Lady Viorica untuk dibawa serta. Tidak ada yang mengingat saya sama sekali. Kemudian saya berpikir, jika tidak ada yang mengajak saya, maka saya akan menyusup dalam rombongan secara diam-diam. Saya berhasil."

"Kau berhasil." Vladimira tersenyum dan mengusap rambut Marusia dengan lembut. "Kau akan baik-baik saja di Kastil Ypsilantis. Ibuku biasanya suka memperlakukan anak orang lain seperti anaknya sendiri. Dia mungkin akan menganggapmu sebagai anaknya yang baru."

Vladimira menuang anggur ke dalam gelasnya lagi, kemudian menyesapnya. Sungguh mengherankan karena semua anggur itu tidak membuatnya meracau.

"Teman-Teman!" Erzsebet muncul dari dalam hutan, berlari sambil berteriak. "Lihat siapa yang kutemukan!"

Lady VladimiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang