71

17 2 0
                                    

"Eszter!" teriak Ilona, jelas sekali ingin membuat Erzsebet merasa jengkel, "Di mana lobsternya?"

Erzsebet dan Viorica baru saja membentangkan sebuah taplak besar untuk menutupi meja makan istana utama, dan mereka merasa tidak memiliki waktu untuk menanggapi ocehan Ilona.

"Lobster!" ulang Ilona, "Seperti udang, tetapi jauh lebih besar!"

"Ada di dapur," jawab Viorica.

Ilona mendengus, kemudian meninggalkan ruang makan dengan pongah.

"Oh, astaga!" sembur Viorica, kemudian ia memelankan suaranya, "Apakah dia pikir kita tidak tahu apa itu lobster? Marusia yang merupakan seorang pelayan saja pasti sudah tahu, apalagi kita!"

"Dia tidak tahu jika kita adalah bangsawan," ujar Erzsebet lirih. "Matanya akan melompat keluar kalau dia tahu. Apalagi kau adalah gadis yang menjadi buronan."

"Kau membuat statusku terdengar jauh lebih buruk daripada aslinya," gerutu Viorica.

"Tidak seburuk menghadapi kenyataan bahwa kau harus berganti nama hanya karena namamu sama dengan ibu sang raja," keluh Erzsebet. "Mereka pikir dipanggil Eszter sudah cukup bagus untukku? Oh, tentu saja tidak! Namaku Erzsebet, dan aku tidak menginginkan nama lain!"

***

"Oh, kau tahu?" Vlad tersenyum miring. "Katakan, kalau begitu."

"Dia adalah orang yang sangat mudah bersyukur pada Tuhan," kata Vladimira, "atau, paling tidak, sangat relijius."

"Semua orang menghormati Tuhan dengan cara yang berbeda, Vladimira," dengus Vlad. "Kau ini ada-ada saja."

"Tapi, seumur hidupku, hanya dia yang ketagihan memanggil-manggil Tuhan menggunakan bahasa Aram." Vladimira menoleh pada Vlad, menunjukkan wajah penuh tekad yang ia miliki. "Eloi, Eloi!" Vladimira menirukan cara Konstantin menyerukan kata dalam bahasa Aram tersebut.

Vlad mengalihkan pandangannya dari Vladimira, menyembunyikan wajahnya ke arah lain.

"Aku tahu aku tidak salah orang," cerocos Vladimira.

"Kau memang tidak salah orang." Vlad kembali menatap Vladimira. "Konstantin memang seperti itu dalam segala situasi."

"Kau harus menerima tawaranku dengan lebih ringan hati," tagih Vladimira.

"Sesuai ucapanku."

***

"Sudah terlambat untuk makan siang, tapi terlalu dini untuk makan malam," kata Konstantin sambil menerima sepiring daging dari Romanitza. "Dan malam ini kita makan...?"

"Babi," jawab Romanitza sembari memberikan piring tembaga yang lain pada Vasile. "Beruntung aku berhasil menjerat satu."

"Sangat beruntung, karena menu sarapan kita tadi hanya seekor burung," cerocos Konstantin.

"Lain kali, aku akan memanah kalkun," Vasile menimpali.

"Eloi, Eloi!" seru Konstantin, "Babi hutan atau rusa jauh lebih besar daripada kalkun!"

"Sebaiknya kalian berdua tidak perlu mencemaskan makanan," ujar Romanitza, "dan fokuslah mencari petunjuk mengenai Voivode Vlad. Biarkan aku yang mengatur masalah perut kalian. Jadi, apa yang kalian dapatkan hari ini?"

"Tidak ada yang merasa pernah melihat Voivode," keluh Konstantin. "Sementara itu, semua kaum pemberontak sudah berbaur dengan masyarakat, meyakinkan mereka bahwa Voivode pasti akan kembali, dan mereka yang mencintai Wallachia boleh berpartisipasi dalam perjuangan merebut kembali negara ini, jika mereka mau."

"Apakah mereka mau?" tanya Romanitza lagi.

"Sebagian besar mau," jawab Vasile, "dan itulah sebabnya aku dan Konstantin harus berusaha membuat mereka mengerti. Sebagian orang yang terlalu bersemangat sudah mendesak agar kita mengepung Kastil Poenari dan menghabisi Radu. Tapi kita tidak boleh gegabah, 'kan? Kita harus menemukan Voivode Vlad terlebih dahulu, dan membiarkan beliau yang memegang kendali atas pasukan besar ini. Voivode Vlad pasti akan memiliki rencana yang lebih cemerlang daripada kita."

Lady VladimiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang