35

40 2 39
                                    

Niccolo meraih bahu Viktoriya dan memintanya untuk bangkit dari posisi berlututnya. Namun Viktoriya berkeras ingin tetap berada dalam posisi seperti itu, entah sampai kapan.

"Kau harus beristirahat, karena esok pagi adalah hari pemakaman Kaisar Dominikus," paksa Niccolo.

"Aku ingin berada di sini sampai tiba waktunya aku benar-benar berpisah dari ayahku," Viktoriya berkeras.

"Apakah kau akan terus berada di katedral ini tanpa memikirkan bagaimana penampilanmu besok jika kau kurang istirahat?"

"Aku tidak peduli. Aku menyesal karena telah meninggalkan ayahku selama beberapa hari demi menemuimu di Agorantis."

"Aku tidak memintamu datang, tapi kau memaksa. Jika kau berusaha menyalahkanku, aku tidak akan menerimanya, Viktoriya."

"Aku tidak berusaha menyalahkanmu. Aku hanya berkata bahwa aku menyesal meninggalkan ayahku untuk waktu yang lama."

***

Duk!

Erzsebet menoleh ke ranjang sebelah, dan mendapati Viorica sudah merintih karena menendang dinding dalam tidurnya. Jelas sekali jika Viorica masih mengantuk, tetapi terpaksa membuka mata karena tubuhnya bergerak tanpa aturan dalam ketidaksadaran. Namun, hal tak terduga itu tidak berlangsung lama. Viorica segera kembali tidur secepat dia terbangun, dan Erzsebet kembali tenggelam dalam kesendiriannya.

Pikiran-pikiran acak memenuhi kepala Erzsebet, dan ia bahkan tak tahu mengapa hal itu bisa terjadi. Tadinya, ia mengira dirinya merindukan dinding warna pastel di kamar Vlad, juga tirai-tirai indahnya, karena semua itu mengingatkannya pada masa kecil yang sudah lama hilang dari kehidupannya. Namun, sekarang, ia merasa semakin dingin. Erzsebet mulai merasa asing dengan dirinya sendiri, karena ia mendapati dirinya merindukan pelukan yang beberapa malam terakhir ini melingkupi tubuhnya.

Erzsebet menepiskan pemikiran itu dari kepalanya, karena itu bukanlah hal yang bisa dianggap pantas. Menjadi teman Vlad Tepesh saja sudah melampaui batas toleransi antara tamu istana dengan pelayan. Erzsebet tidak bisa membiarkan dirinya menerima tuduhan Viorica sebagai fakta. Ia harus berhenti menganggap dirinya setara dengan Vlad hanya karena ia adalah putri bangsawan. Nyatanya, ia sudah hidup sebagai pelayan untuk waktu yang lama, dan kedudukannya dalam strata sosial tidaklah sejajar dengan Vlad. Sama sekali tidak setara.

"Erzsebet." Samar-samar suara seorang pria memanggil dari luar pintu kamar, disusul oleh ketukan cepat sebanyak tiga kali, kemudian panggilan itu muncul lagi.

Mungkinkah Vlad Tepesh meminta seseorang memanggilnya? Apakah Vlad tidak bisa tidur, sama sepertinya? Apakah masa-masa untuk menjaga jarak di antara mereka sudah berakhir?

Erzsebet hampir melompat dari ranjangnya hanya untuk membuka pintu tersebut. Sesuatu yang aneh memenuhi dadanya, terasa seperti bunga yang kuncup-mekar secara terus menerus. Dan, ketika ia mendapati siapa yang berdiri di depan pintunya, bunga tadi menyublim, menjadi kabut yang menerobos keluar bersama rasa kecewanya.

***

Vlad menyibakkan selimutnya, kemudian meraih celananya yang tergeletak di lantai, lantas memakainya. Setelah bagian bawah tubuhnya tertutup, ia melangkah menuju meja yang biasanya ia gunakan untuk minum teh bersama Erzsebet. Sekarang, dia duduk di sana sendirian, sementara wanita yang menemaninya justru terlelap di ranjang.

Vlad menoleh pada Ilona yang berbaring nyaman di ranjangnya, lalu mengalihkan pandangannya untuk melihat-lihat detail kamarnya. Sebelumnya, ia tidak pernah tertarik untuk melihat-lihat detail apa pun, karena perhatiannya selalu terfokus pada rambut pirang keemasan Erzsebet. Sekarang, ketika Erzsebet tidak berkeliaran di sisinya, barulah ia bisa membandingkan kamar berwarna cerah itu dengan kamarnya yang suram di Kastil Poenari.

Sementara itu, Ilona mengerjapkan mata perlahan ketika terbangun. Ia langsung terduduk ketika mendapati Vlad tidak berada di sisinya, kemudian kembali berbaring ketika menyadari Vlad duduk di tempat mereka makan siang bersama. Ilona mengeratkan selimutnya untuk menutupi tubuh telanjangnya, dan kembali memejamkan mata.

Ilona tahu, Vlad adalah miliknya. Dan ia akan melakukan apa pun untuk menjaga Vlad tetap berada di posisinya sekarang.

"Aku menginginkanmu sekali lagi, Vlad," goda Ilona dengan suaranya yang masih serak karena terbangun dari tidurnya.

"Aku juga menginginkanmu," tukas Vlad seraya mendatangi Ilona dan bergabung di ranjang itu.

Ilona mendekatkan wajahnya pada Vlad, lalu mempertemukan bibir mereka dalam sebuah ciuman yang membara.

***

Jika hanya Brutus yang muncul, Erzsebet merasa dirinya masih bisa berharap. Tetapi, karena Brutus datang bersama Marusia, maka ia tak memiliki pilihan lain selain menduga bahwa Marusia telah membawa pesan dari Ilona. Marusia pastilah akan mengatakan padanya bahwa ia harus meninggalkan Istana Visegard sebelum pagi menjelang, begitulah pikir Erzsebet.

"Aku harus bicara denganmu," kata Marusia, semakin memperkuat dugaan Erzsebet.

"Aku akan membereskan segala milikku dulu," ujar Erzsebet.

"Untuk apa?" Marusia bertanya.

"Bukankah kau datang karena Ilona memintaku pergi sebelum pagi menjelang?" Erzsebet mengatakan dugaannya.

"Tidak." Marusia menggeleng. "Bukan itu yang akan kukatakan. Tapi, apa yang akan kuberitahukan padamu ini bersifat rahasia, dan hanya boleh dibicarakan antara kau dan aku. Kita butuh tempat yang lebih pribadi."

"Brutus, tinggalkan kami," pinta Erzsebet pada si pengawal.

"Aku akan meninggalkan kalian, karena sudah waktunya aku berjaga di kamar Vlad Tepesh," kata Brutus seraya melangkah pergi.

"Seperti yang sudah kukatakan," Marusia menyita perhatian Erzsebet sepenuhnya, "kita membutuhkan tempat yang lebih pribadi untuk bicara."

"Kau bertingkah seolah kau akan mengatakan sesuatu yang sangat rahasia." Erzsebet melirik tajam pada Marusia.

Marusia mengintip ke belakang Erzsebet, lalu berkata, "Memang sangat rahasia."

"Terkait Tuan Tepesh?" tanya Erzsebet lirih, hampir berbisik.

"Sangat terkait," jawab Marusia dengan tegas.

Erzsebet menutup pintu kamarnya dari luar. "Ikuti aku," katanya seraya berjalan menyusuri lorong, "dan jangan bicara sampai aku memintamu melakukannya."

Marusia benar-benar menutup mulutnya sampai mereka bersembunyi di sebuah gudang yang menyimpan karung-karung berisi tepung gandum. Di sana, barulah Erzsebet meminta Marusia mengatakan apa yang menjadi alasannya menemui Erzsebet.

***

Sementara Arnelle tidur bersandar di bahunya, Jerome justru menatap nyalang pada jok kosong di hadapannya. Ia tidak akan bisa tidur dengan ide Arnelle yang memenuhi kepalanya.

Sejak lama, Jerome sudah mengetahui, bahwa Arnelle sedikit terlalu bersemangat untuk bisa hidup dengan cara yang terhormat sebagaimana para bangsawan. Jerome juga sudah tahu jika Arnelle diam-diam menguping dan mengintip pelajaran yang didapatkan oleh Vladimira. Tetapi tak pernah sekali pun Jerome berpikir bahwa Arnelle akan mengambil jalan penuh risiko semacam ini.

Jerome merasa Arnelle telah salah menilainya. Dia tidak sepemberani yang diduga oleh Arnelle. Bukan berarti dia sangat takut mengambil risiko. Bagi Jerome, kesalahan dan kekalahan adalah proses untuk bertambah dewasa dan matang secara pikiran. Tetapi, Arnelle mengajaknya mempertaruhkan satu-satunya hal yang ia miliki, yakni harga dirinya.

Arnelle mengajaknya mempertaruhkan diri mereka hingga ke akar-akarnya untuk mendapatkan apa yang sebenarnya hanya diinginkan oleh Arnelle. Dan meskipun Jerome mungkin pernah berpikir untuk menginginkannya, Jerome tidak yakin ia akan melangkah sejauh yang diusulkan oleh Arnelle.

"Bagaimana bisa kau mengajakku mempertaruhkan diri dan harga diri kita, Arnelle?" desah Jerome. "Kau jauh lebih gila daripada Lady Vladimira, kau tahu?"

Sementara itu, Arnelle sama sekali tidak terusik dari tidur nyenyaknya.

-Emer Emerson-

Lady VladimiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang