55

20 2 0
                                    

Tidak berat. Hukuman yang diberikan pada Marusia hanyalah diikat, lalu disuapi kue-kue manis sampai kekenyangan. Tapi, tetap saja, terlalu banyak makanan manis membuat Marusia menderita muntah-muntah parah.

Erzsebet meninggalkan kamar Vlad pada pukul setengah delapan, agar Ilona tidak memiliki alasan untuk mencaci maki Erzsebet. Lagi pula, Erzsebet sudah cukup bosan dituduh sebagai gadis pencari perhatian yang menjadi wanita simpanan Vlad Tepesh.

Vlad masih berusaha menahan senyuman geli ketika berjalan-jalan di taman, karena Marusia masih mual sesekali. Dijejali makanan sampai perut menyerah bukanlah jenis hukuman yang terlintas di kepala Marusia akan dipilih oleh Vlad, tetapi rasanya ternyata tetap tidak enak. Lain kali, Marusia akan berpikir ulang sebelum nekad bermain teka-teki dengan Sang Penyula.

***

Karena lagi-lagi tidak mendapatkan jawaban, pemuda tampan itu menurunkan pedangnya sambil mengumpat. Namun, kali ini, Vladimira mengenali umpatan pemuda itu sebagai bahasa Yunani.

"Kau bisa bicara bahasa Yunani?" tanya Vladimira dalam bahasa resmi Byzantium itu.

"Ah, kau penutur bahasa ini juga, ya?" Pemuda itu tersenyum, terlihat setengah puas, setengah geli, dan setengah heran. "Wajarlah kau tidak mengerti pertanyaanku sebelumnya."

"Apa yang kau tanyakan?" tanya Vladimira. Tangannya menggenggam belati dengan erat.

"Tadi, aku hanya bertanya kau anggota keluarga mana," tutur pemuda itu. "Biasanya orang Wallachia akan menjawab dalam bahasa Wallachia, sedangkan orang asing akan memintaku memakai bahasa Latin. Tapi, karena kau bicara dalam bahasa Yunani, kau pasti orang dari daerah sekitar Konstantinopel. Aku bisa memaklumi fakta bahwa kebanyakan orang Byzantium tidak menguasai bahasa Latin."

"Kami bisa bicara dalam bahasa Latin," sahut Vladimira dengan bahasa Latin, "karena kami dari Romanum Novum. Kami hanya numpang lewat."

"Mau ke mana?" tanya pemuda itu lagi, kali ini dalam bahasa Latin yang sefasih bahasa Yunani-nya.

"Kami tidak tahu," dusta Vladimira. "Kami hanya berkeliling membawa gandum, dan akan kembali pulang ketika gandum kami sudah habis terjual seluruhnya."

"Eloi, Eloi! Puji Tuhan!" Pemuda pirang itu membuat salib di dadanya, kemudian tersenyum pada Vladimira. "Kau jual dengan harga berapa gandum-gandum itu?" tanyanya dengan senyuman yang begitu lebar.

"Maaf?" Vladimira menatap pemuda itu lekat-lekat.

"Berapa harga gandum-gandum itu, Nyonya?" pemuda tersebut mengulang pertanyaannya, "Bukankah kau menjualnya? Kebetulan, aku dan kaumku membutuhkan gandum untuk dimasak. Kami bosan dengan tanaman hutan."

Pikiran Vladimira berkecamuk, karena ia tidak pernah mengira bahwa akan ada seseorang yang menanggapi alasan palsunya itu dengan sungguh-sungguh. Ditambah lagi, Vladimira tidak begitu tahu berapa harga sekarung gandum di pasaran.

***

Ilona muncul dengan senyuman ceria, berlari sangat cepat ke arah Vlad, dan melemparkan dirinya begitu saja ke dalam pelukan pria itu. Itu memang bukan tindakan yang sopan dan bijaksana untuk dilakukan oleh wanita bangsawan, tetapi siapa yang peduli pada aturan ketika sedang jatuh cinta? Tentunya bukan Ilona.

"Bagaimana? Apakah istirahatmu cukup?" tanya Ilona setelah melepaskan pelukan mereka.

"Ya, tentu saja." Vlad mengangguk. "Dan kau bisa tidur di sisiku lagi malam ini. Aku tahu, kau merindukanku."

"Aku sangat merindukanmu," Ilona mengakui.

Sementara itu, di belakang Vlad, Marusia membuang muka ke arah lain, menyembunyikan ekspresi wajahnya yang mau muntah.

Lady VladimiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang