78

18 2 0
                                    

Rombongan Vladimira berhenti sangat dekat dengan perbatasan Wallachia, dan mereka memutuskan untuk mendirikan kemah di sana. Selama mereka masih berada di wilayah Hungaria, kecil kemungkinannya mereka bertemu pasukan Ottoman.

Para pengawal segera membuat tenda-tenda yang jumlahnya lumayan banyak. Beberapa orang yang tidak turut mendirikan tenda mendapatkan tugas untuk membuat api unggun dan menghangatkan bekal pemberian Viorica Esterházy.

Marcus dan Brutus memeriksa keamanan tempat berkemah mereka, sementara Marusia mengikuti Erzsebet memeriksa ulang masakan untuk makan malam.

Vladimira mengambil peta dan tas serut lusuh yang ada di dalam tas besarnya, kemudian mencari penerangan di dekat api unggun. Ia meraih tas serut lusuhnya, lantas mengeluarkan sebongkah arang kecil yang kemudian ia gunakan untuk mencoret-coret peta itu.

Sesekali Vladimira mendongak, berharap melihat sesuatu di balik dahan-dahan pohon, tetapi tidak ada apa pun. Ia pun kembali menatap petanya dalam cahaya remang, membuat beberapa tanda silang di beberapa bagian wilayah Wallachia, lantas membubuhkan inisial pada masing-masing rombongan tanda silang tadi.

Vlad duduk di samping Vladimira, mengamati apa yang dilakukan oleh gadis itu.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Vlad akhirnya.

"Bagaimana menurutmu?" Vladimira menunjukkan petanya pada Vlad. "Kau dan aku akan membawa sebagian pengawal melewati bagian selatan Wallachia, sementara Marcus dan sebagian pengawal yang lainnya akan melewati bagian utara Wallachia. Brutus dan seorang pengawal dari kastilku yang mengetahui jalan pulang akan menemani Erzsebet dan Marusia lewat tengah-tengah Wallachia. Gadis-gadis itu akan lebih aman jika mereka melewati desa-desa dan kota-kota yang terbuka dengan rombongan dan penampilan yang tidak mencolok. Kurasa semua rencanaku ini sudah bagus, kecuali kau memiliki cara lain untuk bisa menemukan Konstantin dan kaumnya."

"Rencanamu sudah bagus," Vlad setuju, "kecuali jika keberuntungan mengantarkan Konstantin ke hadapan kita secara tidak terduga malam ini juga."

"Angin keberuntungan tidak akan menerbangkan Konstantin ke pangkuan kita seperti selembar daun di musim gugur, 'kan?" Vladimira menggulung petanya sambil tersenyum, lantas duduk manis menunggu hidangan makan malam disajikan.

Marusia mengantarkan dua daun berisi potongan daging kepada Vlad dan Vladimira, kemudian kembali menemui Erzsebet untuk memberikan makanan pada para pengawal.

"Dia adalah kejutan yang cukup menyenangkan," komentar Vladimira pelan.

"Marusia Petrescu?" Vlad melahap daging yang disajikan untuknya.

"Aku tidak tahu nama keluarganya, tapi, ya, Marusia." Vladimira mengangguk. "Aku tidak mengira dia akan mengikuti kalian hingga senekad itu. Dia anak yang sangat gigih."

***

Viktoriya terbatuk dalam perjalanannya menuju kamar setelah makan malam. Bersama dengan batuknya, Viktoriya merasakan air liur merembes keluar dari bibirnya, tak tertahankan, hingga menetes ke lantai.

Sial. Itu bukan air liur. Itu darah. Darah kental. Pekat kehitaman.

Kini, air matalah yang merembes keluar dari kelopak matanya, lalu mengaliri pipinya dan membasahi dagunya.

"Yang Mulia." Para pelayan di belakangnya hendak membantu menuntunnya, namun ia menolak.

Apakah ia sebegitu sakitnya? Apakah ia sebegitu sekarat? Viktoriya ingin hidup normal seperti perempuan pada umumnya, tanpa dibayang-bayangi sakit keras, dan tanpa dibayang-bayangi oleh mimpi buruk yang berwujud umur pendek.

Tapi, mampu bertahan hingga usia dua puluh tahun pun sudah seperti mukjizat. Mengingat betapa sakit-sakitannya ia sejak dilahirkan, Viktoriya harus merasa bahwa Tuhan sudah cukup murah hati padanya. Mungkin tadinya Kaisar Dominikus memang tidak seharusnya punya anak. Mungkin Tuhan hanya kasihan pada sang kaisar, dan sekarang kasihan pada putri kaisar tersebut.

Viktoriya terseok-seok menuju kamarnya sambil memegangi ujung bibirnya yang masih digenangi darah. Ia memasuki kamar setelah pelayannya membukakan pintu, kemudian menjatuhkan diri di ranjang.

Pikirannya melayang, bertanya-tanya, sampai usia berapa ia akan bertahan? Sampai usia berapa jika aktivitas sebagai ratu ditambahkan dalam daftar hal-hal yang bisa mengancam kesehatannya? Sampai usia berapa jika risiko melahirkan pewaris juga membayanginya?

Itu masalah baru lagi. Apakah tabib kerajaan akan mengizinkannya mengandung dengan kondisi kesehatannya ini? Apakah itu mungkin? Apakah ia bisa menjadi seorang ibu?

Ia ingin menjadi seorang ibu. Sangat ingin. Ia ingin memberikan pewaris yang sah pada suaminya. Jika ia tidak bisa memberikan pewaris itu pada suaminya, maka suaminya bisa saja memilih seorang selir untuk melakukannya. Viktoriya tidak bisa menerimanya meski hanya dalam pengandaian.

Ia harus sembuh. Apa pun yang terjadi, ia harus bisa lebih kuat daripada saat ini. Ia akan melakukan aktivitas sehat apa pun dengan lebih giat lagi.

"Para pelayan memberitahuku jika kau sakit." Niccolo duduk di tepi ranjang Viktoriya, kemudian mengusap rambut pirang platina istrinya itu dengan lembut. "Aku membawakan segelas susu, dan kuharap kau akan merasa lebih baik."

"Niccolo," bisik Viktoriya sembari mendudukkan diri, lantas memeluk Niccolo dengan erat. "Kumohon, jangan mengangkat seorang selir."

"Kenapa kau tiba-tiba memikirkan hal seperti ini? Pantas saja kondisimu memburuk."

"Tidak. Aku memikirkannya setelah kondisiku memburuk, bukan sebaliknya. Aku bersungguh-sungguh, berilah aku kesempatan untuk memberimu seorang pewaris yang sah, meskipun kematianku adalah harganya."

"Aku tidak akan menghalang-halangimu dari kewajibanmu sebagai istri seorang raja."

Viktoriya melepaskan pelukannya, mengecup Niccolo singkat, kemudian meraih segelas susu yang ada di nakas dan meminumnya.

***

Hal yang lebih mengejutkan adalah ternyata Viorica juga menyelundupkan beberapa botol anggur di dalam tiga buah karung berisi jerami. Jadilah, Erzsebet mengajak para bangsawan untuk minum-minum setelah sebagian pengawal mereka tidur, sementara sebagian yang lainnya berjaga.

Vladimira menyesap anggur dengan jauh lebih gila daripada yang lain, tanpa sedikit pun memperlihatkan tanda-tanda keteleran. Marcus dan Brutus menikmati anggur mereka pelan-pelan, sambil saling menceritakan tentang Byzantium yang dulu sangat mereka kenal. Vlad meminum anggurnya pelan-pelan, sambil sesekali memastikan bahwa Vladimira tidak melemparkan peta ke dalam perapian hanya karena mabuk. Marusia, entah bagaimana awalnya, kini sudah tertidur di pangkuan Vladimira. Dan mereka semua duduk di bawah naungan tenda terbuka yang sama.

Erzsebet merasa bahwa ia sudah berada di ujung batas aman. Tiga kali tuang, dan ia hampir tumbang. Setelah memastikan bahwa ia cukup kuat untuk berjalan, ia pun meninggalkan kelompoknya, menuju kereta barang. Ia sudah selesai dengan anggur, dan ia membutuhkan air. Sangat membutuhkan air.

Hingga akhirnya Erzsebet merasa bahwa ia sudah benar-benar teler, karena bukannya sampai di kereta barang yang memuat bahan makanan dan minuman, ia justru memasuki hutan sedikit lebih dalam. Entah ia semakin ke timur atau justru kembali ke barat, atau mungkin arah-arah lain, ia tidak tahu. Seharusnya ia menolak tawaran Vladimira untuk minum-minum di tengah hutan.

Benar-benar sial. Apa pun bisa ada di hutan ini untuk menyerangnya. Tapi, lebih daripada apa pun, satu-satunya hal yang dikhawatirkan oleh Erzsebet saat ini adalah ular. Hutan ini cukup gelap, sesuai dengan tempat favorit para ular. Ia jauh dari api, dan jelas tidak membawa garam. Bahkan garam juga tak akan ada gunanya! Apa yang ia butuhkan untuk melawan ular adalah rosemary, dan ia jelas tidak memiliki itu untuk saat ini.

Nah, Erzsebet mendapatkan seluruh kesadarannya kembali berkat memikirkan perkara ular. Ia yakin, otaknya akan berhenti bersikap pintar jika ia memang sedang mabuk. Tapi kesadaran saja tak cukup untuk menghindarkannya dari kemungkinan akan adanya ular di dekat kakinya. Apalagi saat ini ada sesuatu bergemerisik di semak-semak yang berada dekat dengannya.

Ular dan semak-semak jelas merupakan perpaduan yang pas. Erzsebet semakin ingin kembali ke kemahnya.

Sesuatu dari balik semak-semak itu melompat keluar, membuat Erzsebet terkesiap dan membekap mulutnya sendiri secara spontan.

-Emer Emerson-

Lady VladimiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang