13. Uhm ...

3.2K 702 364
                                    

Mereka akhirnya ngumpul lagi di rumah pas matahari udah nyaris menyebrang ke bagian barat. Tim Jeno yang lebih dulu sampai, mereka duduk di balkon rumah dengan nyemilin entah apa itu yang nggak Nalini tau, sementara dia dan temen-temennya yang bertugas survey ke sekolah malah pulang bawa cilok sebungkus gede hasil malak Luca.

"Gimana hari ini?" Hestia ngebuka rompinya, duduk di samping Mars yang bersila ngadep laptop.

"Aman banget, proker kayaknya bisa langsung jalan soalnya tadi kita juga udah koordinasi." Jeno yang angkat suara, kaos item polos yang dia pake bikin kulitnya yang pucat keliatan lebih bersinar.

Kening Hestia mengernyit ngeliat ada yang aneh di lengan Jeno, tiga buah plester luka terpasang di sana, padahal tadi pagi seingatnya lengan Jeno masih bersih.

"Mars lagi apa?" Nalini bergeser, menatap Mars yang udah sibuk otak-atik Macbook-nya.

"Ini gue lagi gantiin Jeno buat zoom sama Pak Sian."

"Loh, Jeno kenapa?" Yara yang baru balik buat ambil piring nanya bingung.

"Tuh tangannya kena bilah bambu, sama pipinya tadi agak kegores."

Nalini mengarahkan pandangan ke lengan Jeno yang emang sedikit lain, bercak merah bekas darah masih tersisa sedikit di sana, membuatnya ngilu dan nyeri bersamaan.

"Dalem nggak?" Hestia berdiri, memeriksa luka di lengan kiri kordesnya dengan teliti, "Dikasih alkohol dulu sebelum diplesterin?"

"Rein yang obatin tadi, Hes," jawaban Dery bikin Hestia noleh ke perempuan yang udah fokus menghitung pengeluaran mereka sejak tiba di sini.

"Rein?"

"Nggak ... gue kan nggak tau."

Hestia mengangguk maklum, yang punya dasar kesehatan di sini cuma dia dan Yara, wajar kalo Rein nggak paham.

"Kok bisa kebaret gitu? Sakit nggak kalo semisal gue lepas terus gue bersihin dulu sebelum dibalut ulang? Kebetulan, kemarin pas beli perlengkapan obat, gue juga beli kasa steril."

"Nggak tau sih, lukanya dalem apa gimana."

Nalini beringsut ke samping Mars, natap sambungan video yang masih dalam proses.

"Capek? Minum gih."

"Nggak kok, tadi jajan banyak."

"Tapi kok lemes?" Mars mengangkat alis, bingung. Soalnya Nalini kayak nggak punya capek, ada aja yang anak itu katakan untuk mengisi hening.

"Siniin lengannya, Jen."

Pandangan Nalini mengarah pada Hestia yang udah bawa baskom kecil berisi air juga kotak P3K buat bersihin lukanya Jeno, Luca berdiri penasaran di sebelahnya, sementara Rein, Yara dan Dery makanin cilok yang mereka beli tadi.

"Selamat siang, Prof."

Suara profesor Sian terdengar cukup jelas, Nalini mendekatkan diri ke arah Mars, mendengarkan diskusi mereka, mengabaikan tatapan Jeno yang terlihat penuh kekaguman pada Hestia.

***

"Iya mama, tadi ke kantor desa terus ke sekolahan gitu. Iya, udah makan kok."

Nana berguling di atas karpet, memeluk guling yang tergeletak di sana. Mamanya menelpon lima menit yang lalu, membuatnya harus menjauh sedikit dari keributan temannya yang mulai sibuk mempersiapkan seminar awal yang akan berlangsung besok.

"Baik kok, jauh dari kota. Iya, nggak bandel ini."

Dery terkekeh pelan mendengar gerutuan Nana.

"Oke deh, dadaah mama. Salam sama Aa' sama papa yaa. I love you!"

unsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang