39. Jeno Ragnala Alaric

1.8K 184 88
                                    

"Halo ... mas, kita perlu bicara."

Wanita itu menyenderkan kepala ke atas setir mobil, mendadak tekanan darahnya terasa begitu tinggi padahal matahari belum sepenuhnya di atas kepala.

***

"Kok gue rada sangsi ya lu pernah bandel."

Jeno ketawa kecil, masa-masa SMPnya emang beda banget dari masa SMA, di mana dia masih anak remaja yang nyari pembuktian dari pergaulan salah kaprah yang sering kali ngebuat orang tuanya mijit kepala.

***

"Pak Dhimas?" "Iya."

Sang anak duduk di sana dengan wajah lebam, seragamnya kusut dan kotor, mata sayu tersebut menatapnya bingung, ada riak kaget yang muncul disana namun segera berganti gugup saat polisi membuka kunci sel dan menuntunnya keluar.

"Terima kasih pak."

"Sama-sama, lain kali anaknya lebih diawasi."

Dhimas hanya tersenyum kecil, mendorong punggung Jeno untuk keluar menemui Tiffany.

"Papa ..."

"Nanti papa mau bicara."

***

Tawa Jeno sempat mengudara, membuat mata sipit melengkung indah seperti sabit.

"Terus, ya gitulah." "Gimana?"

"Gue tobat."

***

"Le."

"Iya eyang?"

"Eyang mau tanya boleh?" "Boleh."

"Selama ini, papa dan mamamu kurang banget ya le? Sampe kamu cari pelampiasan tidak baik di luar rumah?"

"Terus kenapa, le? Berat banget ya? Eyang minta maaf karena kamu harus lewatin ini."

"Nggak kok ..."

"Eyang nggak minta kamu berubah, le. Cukup perbaiki aja apa yang udah terjadi. Masih banyak waktu untuk jadi Jeno dengan versi terbaiknya."

***

"Jadi, itu yang bikin lo nggak mau pacaran?"

"Salah satunya. Gue rasa belom bisa memanajemen waktu gue, banyak hal yang pengen gue lakuin dan gue takut pacar gue nanti ninggalin gue karena gue nggak bisa jadi cowok yang baik."

"Gue inget deh." "Apa?"

"Kita pernah demo kan pas semester lima kalo nggak salah, lo orator dari himtek waktu itu."

"Ohh, yang demo di Senayan?"

***

"Gue bukan Joe, Hes."

***

[Your Saturn, 2022]

unsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang