4. Rapat Perdana

3.4K 753 103
                                    

Yang bisa Nalini lakukan di tengah-tengah panasnya forum adalah beringsut mundur ke belakang punggung Jeno, menatap Mars yang masih bergeming sementara Rein masih memasang wajah kesal. Dia nggak tau gimana cara mengatasi situasi canggung ini, makanya daripada salah ngomong, mending dia diem, ngebiarin Jeno-Luca adu bacot dengan Mars-Dery.

"Gue nggak bermaksud untuk membuat circle, diskusi kita ketidaksengajaan." Mars masih membela diri, enggan disalahkan karena dia niatnya emang bukan memecah begini.

Nalini paham apa yang Jeno, Luca dan Rein rasain, soalnya dia juga kesel pas tau kalo mereka berempat udah pernah mendiskusikan hal-hal yang akan mereka bahas sekarang, Nalini mikir kalo nanti diskusi berlanjut, tidak menutup kemungkinan apa yang jadi pembahasan diskusi mereka diangkat, kalo udah gitu yang nggak ikut cuma bisa diem tanpa bisa komentar.

"Tapi yang kayak gitu bisa lu hindari, setidaknya lu ngomong di grup, kabarin. Apa kek, ngomongnya, guys gue, Dery, Hesti sama Yara lagi bareng nih, pada mau ketemu nggak? Sesimple itu aja gue udah ngerasa dihargai." Luca masih mendebat, soalnya sedikit emosi pas tau ada yang gerak duluan.

"Oke," Mars ngembusin napas panjang, "Lupain masalah gue, Dery, Hesti sama Yara. Kita mulai lagi dari awal. Anggaplah kami nggak pernah ketemu tadi."

Bola mata Jeno berotasi malas, "Dijadiin pelajaran ke depannya, jangan kayak gini. Jujur, gue nggak suka kalo ada yang kerja duluan, kita satu tim, jangan sampe ada yang ngerasa left out atau ditinggalin. Sama-sama jaga perasaan aja."

"Gue setuju sama Jeno," Rein menyela, "Jadi orang yang nggak tau apa-apa padahal masih satu grup itu nggak enak, gue harap nanti kita bisa lebih saling ngerti."

"Sorry juga kalo kita agak defensive, soalnya solidarity forever-nya teknik udah mengakar banget." Luca menepuk punggung Mars erat.

Hestia mengangguk pelan, memahami apa yang jadi kekhawatiran temen-temennya. "Maaf ya, jadi bisa dimulai nggak?"

"Mungkin dari yang basic dulu ya, siapa koordinator desanya?"

Ngedengar pertanyaan itu, Mars lebih dulu bersuara. "Gue nggak ya, udah capek jadi ketua mulu," katanya, menyilakan mereka milih siapapun yang bersedia menjadi pemimpin.

Nalini mengangkat kepala prediksi tentang ketua posko meleset karena nyatanya Mars milih buat jadi anggota biasa aja.

"Dery mau nggak?"

"Nggak deh, gue nggak punya jiwa pemimpin yang benar. Thanks but next."

"Jeno deh Jeno. Gimana Jen?"

Jeno cuma ngedikin bahu pas semua pandangan mengarah padanya, "Yang cewek? Hestia? Rein?"

"No thanks. Lo aja, gue terbiasa jadi pengatur bukan pemimpin." Hestia menolak.

"Yaudah. Kalo semua setuju."

Gitu doang?

Nalini mengerjap, membandingkan saat kelasnya memilih ketua, semua nama yang diajukan saling nunjuk satu sama lain sampe akhirnya kandidat yang tersedia harus suit buat nentuin siapa yang sial ngurusin mereka selama empat tahun ke depan.

Emang beda banget ini mah levelnya, no kaleng-kaleng. Nalini ngerasa banyak belajar padahal baru pertama kali ketemu. Pengalaman yang mereka punya ngebuat forum lebih hidup dan aktif, Nalini berharap setelah ini dia bisa lebih improve lagi karena nggak pengen jadi Nana yang nerima hasil akhir dengan hati lapang.

"Nana?"

"Hah?"

Baru juga ngebatin mau lebih aktif, udah dipanggil aja.

unsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang