17. Day by Day

2.9K 722 293
                                    

Tim ekonomi kreatif akhirnya menjalankan program kerja mereka di minggu kedua awal, setelah drama pinjam laptop juga dana dari desa yang ternyata udah dianggarkan oleh Pak Sultan cair. Pokoknya semingguan itu, Rein, Mars dan Dery bolak-balik balai desa mulu, ngajarin para pemuda dan beberapa koordinator usaha di bumdes untuk mengoperasikan website dan menggunakan platform sosial media untuk mempromosikan UMKM mereka.

Sesekali, Jeno ikut mengontrol, kadang ada Hestia juga yang bantu ngeramein dan tentu aja ada Yara sebagai seksi dokumentasi dan publikasi. Program mereka berjalan lancar, meski ada kendala di beberapa bagian, terutama jaringan yang super ngadat juga beberapa orang yang masih belum paham betul pengoperasian web.

Tapi, secara keseluruhan program kerja pertama mereka berjalan sukses.

"Terima kasih loh mbak, bimbingannya." Rein tersenyum kecil pada Mbak Dyah yang selama seminggu ini nemenin mereka di balai desa dari jam sepuluh pagi sampe jam satu siang.

"Kembali kasih. Demi kemajuan desa ini juga kan."

Rein tersenyum kecil, sekarang tinggal ngerjain laporannya, ya sebisa mungkin dicicil biar nggak keteteran nanti.

"Besok ada kegiatan apa?"

"Hmmm," dia berusaha mengingat-ngingat apa yang harus dilakukan besok, "Kalo nggak salah, Nana, Yara sama Hestia yang mau bikin penyuluhan sih kak. Kader kesehatan, posyandu sama ibu PKK udah dikasih undangan."

"Oalah, yang sosialisasi tanaman obat itu ya?"

"Betul sekali."

Matahari udah beranjak turun saat Dery selesai membereskan perlengkapan mereka, Mars udah jalan duluan soalnya tadi dipanggil Luca buat nemenin ke kaki gunung bareng ketua karang taruna buat risetnya tentang batu yang bisa diubah jadi pupuk, lagian tugas Mars juga udah selesai dibagian UMKM, selebihnya ditanggung dia dan Dery.

"Yuk."

Ajakan Dery dibalas senyum, "Mbak, kami duluan ya. Sekali lagi terima kasih banyak."

"Iya, sama-sama. Hati-hati pulangnya."

Jalan desa selalu ramai di sore hari, anak-anak yang bermain dengan tawa membuat Rein tersenyum tipis, mengingatkan pada masa kecilnya yang damai.

"SELAMAT SORE IBU REIIIN."

Sejak ikut ngajar kesenian beberapa hari lalu, anak-anak kelas tiga emang selalu manggil dia Ibu, curang banget padahal Hestia yang ngajar IPA dan Mars yang ngajar Bahasa dipanggil kakak semua.

"Haloo, main apa ini?"

"Galasin! Ayo ikut main."

Rein sebenernya pengen nolak, tapi tarikan di tangannya ngebuat dia terpaksa ngelepas tas dan ikut main.

Padahal mah kagak ngerti ini cara mainnya gimana.

"Ibu yang jaga yaa."

"Oh ... iya!"

Karena Rein ikutan main, Dery akhirnya duduk juga di pinggir jalan, ngobrol bareng ibu-ibu yang melirik penuh minat padanya.

"Sore bu."

"Sore mas, anak KKN ya?"

"Iya," Dery tersenyum sopan, lumayan banget buat basa-basi di sini biar mereka lebih dikenal orang.

"Masnya KKN ibukota apa kabupaten?"

"Ibukota, Bu."

"Oalah keren banget masnyaa."

Dery cuma bisa haha hehe soalnya mau ngomong apa juga dia bingung.

"Yuk, udah kelar. Capeeek."

Rein kembali mengambil tasnya, tersenyum ke ibu-ibu yang menatap mereka kagum.

unsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang