14. Seminar Awal

2.8K 662 222
                                    

Hestia bangun lebih pagi dari biasanya, soalnya hari ini giliran dia piket, semalam Rein udah ngasih uang belanja, temennya itu bilang nggak bisa nemenin Hestia ke pasar karena lebih milih buat beresin rumah sama mungkin nanti bantu-bantu dikit di dapur.

Selimut biru Nalini membungkus tubuh gadis itu dengan erat, Hestia menaikkan sebatas leher, agar  kulitnya terlindungi dari sengatan dingin yang cukup menusuk pagi ini.

Dia nggak tau kenapa Nalini sejak semalam keliatan nggak bersemangat, makanya pas dia denger obrolan gadis ini dengan Mars, tanpa canggung dia bergabung, berharap kehadirannya di sana bisa bikin Nalini kembali ceria.

Walaupun mungkin Nalini belum mau cerita perihal apa yang bikin dia down tapi Hestia berharap semoga Nalini akan selalu baik-baik saja.

Gadis itu udah kayak ball of sunshine di grup, ngeliat dia galau bikin orang lain ikutan sedih.

"Udah siap?" Luca nunggu di ruang depan, hoodie hitam dan kacamata bulat yang dia kenakan dipadu rambut acak-acakan khas bangun tidur bikin Hestia tersenyum kecil, ganteng banget, beda sama Luca yang sering dia liat tiap hari.

"Udah kok."

"Hati-hati kalian." Mars mengintip dengan sebelah mata, masih ngantuk tapi tadi kebangun pas Luca grasak-grusuk buka koper buat nyari jaket, "Hes, bawa jaket?"

"Hoodie aja cukup."

Mars meraih jaket navynya dan melempar ke arah Hestia, "Nanti masuk angin," katanya sebelum kembali bergelung di bawah selimut.

Desa Sukamulyo masih cukup gelap, meski beberapa warganya sudah hilir mudik di jalanan, membawa banyak hasil panen ke pasar yang letaknya di atas, mereka harus menanjak sekitar tiga ratus meter untuk sampai di sana.

Angin segar tapi terasa perih di hidung berembus pelan, Hestia mengeratkan jaket Mars, membuat parfum khas pria itu menggantikan embun yang turun.

"Nanti, mau beli apa?"

"Apa aja? Sayur sama lauk buat seminggu sih, Nana nitip soalnya sekalian ke pasar daripada bolak-balik tiap hari.

"Bener sih, lebih efisien." Luca menganggukkan kepala, menarik Hestia ke dalam saat bel sepeda berbunyi nyaring.

"Thank you."

"Sama-sama."

Ibu-ibu yang membawa keranjang menyapa mereka dengan ramah, Hestia tersenyum kecil, membalas tak kalah riang, kakinya udah melangkah ke sana, menemani mereka berjalan sementara Luca menatap dari belakang, memerhatikan gimana gadis itu terlihat lebih lincah dan cerah di hari ketiga ini.

"Luc, katanya kita harus bisa nawar biar dapet murah."

"Biasanya sih cewek-cewek pinter nawar, Hes."

"Tapi gue enggak ihh." Bibirnya cemberut, "Padahal ini titipan ada banyak banget."

"Yaudah kalo nggak cukup, nanti tagihin aja yang nitip."

"Sip deh!"

***

"Morning sunshine!"

Bola mata Rein berotasi malas saat keluar dari kamar dan mendengar sapaan Mars.

"Gue bukan Nalini atau Hestia yang bakal bales lo dengan ramah ya."

Mars terkekeh pelan, melempar bola voli yang dia dapet dari anak-anak kecil di halaman depan.

"Ada yang bisa gue bantu?"

"Banyaaak. Pertama, mending lo turun dulu, main kek ngapain kek, karena gue mau nyapu dan jemur bantal dengan tenang."

unsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang